Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Sabtu, 27 November 2010

SPN Kota Semarang Tolak UMK 2011

Sumber : Suara Merdeka
26 Nopember 2010 | 23:10 wib
Berita Aktual » Daerah


* Paling Rendah di Wilayah Kedungsapur

Semarang, CyberNews. Keputusan Gubernur perihal besaran UMK 2011 telah mengabaikan Permenakertrans No 17/2005. Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang menolak pemberlakuan UMK yang mulai berlaku 1 Januari 2011.

Melalui siaran persnya kepada Suara Merdeka CyberNews, Jumat (26/11), lembaga yang menaungi para buruh/pekerja itu menyebutkan khusus UMK yang berlaku untuk Kota Semarang sebesar Rp 961.323 telah mengabaikan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak atau KHL.

Ketua SPN Kota Semarang Heru Budi Utoyo menyebutkan untuk rata-rata KHL di Kota Semarang pada 2010 sebenarnya Rp 976.636. Untuk mendapatkan nilai UMK 2011, harus ditambah dengan prediksi lanju inflasi sesuai BPS sebesar 7,26% atau sekitar Rp 70.904. Dengan demikian, nilai upah minimum yang didapat semestinya Rp 1.047.543.

Heru menuding Dewan Pengupahan Jateng tidak aspiratif, karena aspirasi pekerja telah diabaikan. Akibatnya kenaikan upah yang diperoleh di 2011 hanya sebesar Rp 21.567 (2,2%)dari Rp 939.756 menjadi Rp 961.323.

Kenaikan upah itu tidak sebanding dengan daerah lainnya. Dicontohkan seperti Kabupaten Demak, kenaikannya sebesar Rp 34.587 (4,25%) dari Rp 813.400 menjadi Rp 847.987. Juga di Kendal kenaikannya upahnya Rp 63.750 (8,17%) dari Rp 780.000 menjadi Rp 843.750. Kabupaten Semarang naik Rp 56.000 (6,8%)dari Rp 824.000 menjadi Rp 880.000 dan Kota Salatiga Rp 40.284 (5,02%) dari Rp 803.185 menjadi Rp 843.469.

"Sebagai daerah ibukota provinsi, kenaikan upahnya hanya 2,29% jauh dibanding daerah lainnya di wilayah Kedungsapur. Dengan adanya penetapan tersebut, untuk Kota Semarang telah mengalami satu kemunduran dalam peningkatan kesejahteraan untuk para pekerja/buruh. Kalau seperti ini mana bisa disebut setara," tandas dia.

Pihak SPN lantas mengkalkulasikan dengan kenaikan Rp 21.567, dipastikan bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh dengan upah yang diterimanya pada 2011 tidak lebih baik dari Rp 718,9 per hari. Itu artinya jerih payah pekerja/buruh hanya ditambahi kurang Rp 1.000 dibandingkan dengan kenaikan laju inflasi yang mencapai Rp 70.904.

"Alasan yang dikemukakan pemerintah bahwa upah untuk Kota Semarang ada kenaikan jelas bisa diperdebatkan. Mekanisme untuk menetapkan UMK pun kami nilai inkonstitusional," ujar dia.

SPN Kota Semarang meminta Gubernur Bibit Waluyo bisa mempertimbangkan masukkan ini untuk bisa meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.

( Dicky Priyanto /CN13 )

Powered by Telkomsel Blackberry

Jumat, 26 November 2010

PEKERJA SEMARANG KEBERATAN UMK 2011

2010-11-25 04:15:39
Sumber : Politik Indonesia

Politikindonesia - Besaran upah minimum untuk kabupaten/kota di Jawa Tengah (Jateng) pada 2011 menimbulkan protes. Penolakan muncul dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang. Mereka menuntut Gubernur Jateng, segera merevisi SK gubernur No: 561.4/69/2009 tentang upah minimum dengan alasan penentuan UMK tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, penetapan besaran UMK di Kota Semarang yang hanya sebesar Rp961.323 tidak sesuai dengan Permenakertrans No 17/MEN/VIII/2005 sebesar Rp1.047.543,10.

"Sesuai dengan ketentuan tersebut angka rata-rata nilai kebutuhan hidup layak (KHL) pada tahun 2010 adalah Rp976.636,13. Perhitungan KHL ini ditambah laju inflasi 7,26 persen, sebesar Rp70.905. Sehingga yang kami usulkan UMK itu sebesar Rp1.047.543,10," kata Heru Budi Utoyo di Semarang, Rabu (24/11).

Heru memprotes, mekanisme penghitungan dan penetapan UMK 2011 tidak didasarkan pada mekanisme hukum yang sesuai dengan Permenakertrans melainkan didasarkan pada kesepakatan yang dibuat secara tertulis oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jateng khususnya, dalam memasukkan konversi minyak tanah ke gas.

"Akibatnya pekerja/buruh di kota Semarang telah dirugikan dengan berkurangnya besaran UMK yang seharusnya diterima pada 2011. Mereka dirugikan Rp86.220,1 karena kenaikan itu hanya sebesar Rp21.567," katanya.

Selain itu, Heru Budi Utoyo berpandangan, dengan besaran yang ada saat ini, UMK Kota Semarang justru mengalami kemunduran. Baik secara nominal maupun persentase, UMK Semarang paling rendah dibanding daerah di sekitarnya.

Heru membandingkan, UMK Kota Semarang pada 2011 hanya naik Rp21.567 atau 2,29 persen, sementara Kabupaten Demak Rp34.587 atau 4,25 persen. Begitu juga Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang. Kenaikan UMK Kabupaten Kendal ditetapkan Rp63.750 atau 8,17 persen, dan Kabupaten Semarang Rp56 ribu atau 6,8 persen.
(zel/yk)

Rabu, 24 November 2010

UMK Jatim 2011 Ditetapkan, Gresik Tetap Salip Surabaya

Kelana Kota

Sumber : Suarasurabaya / Facebook Halid SPN Gresik
24 November 2010, 12:31:14| Laporan Eddy Prastyo

Suarasurabaya.net| Gubernur Jawa Timur akhirnya menetapkan Upah Minimum 38 kabupaten/kota dalam 2 Pergub. SOEKARWO Gubernur Jawa Timur saat ditemui suarasurabaya.net dalam Apel Siaga Satgas Pengawasan Ketenagakerjaan Jatim di Lapangan Arhanudse, Rabu (24/11) mengatakan UMK Jatim 2011 sudah ditetapkan kemarin malam pukul 23.25 WIB.

Dalam UMK Jatim 2011 ini, Kabupaten Gresik jadi daerah dengan UMK paling tinggi diantara seluruh kabupaten/kota di Jatim, Rp1.133.000. Sedangkan Kabupaten Pacitan, Ponorogo, dan Magetan jadi daerah dengan UMK paling rendah se-Jatim, Rp705.000.

Untuk kawasan industri di Jatim yang dikenal sebagai Ring 1, Kota Surabaya (Rp1.115.000), Kota Batu (Rp1.050.000), Kabupaten Malang (Rp1.077.600), Kabupaten Pasuruan (Rp1.107.000), Kabupaten Sidoarjo (Rp1.107.000), Kota Malang (Rp1.079.887), dan Kabupaten Mojokerto (Rp1.105.000).

Penetapan UMK Jatim 2011 ini dibagi 2, untuk penetapan 37 kabupaten/kota dengan Pergub Jatim nomor 93 tahun 2010 tertanggal 19 Nopember 2010. Sedangkan penetapan UMK 2011 untuk Kabupaten Gresik lewat Pergub nomor 95 tahun 2010 tertanggal 23 Nopember 2010.

UMK Jatim 2011 ini diakui Gubernur tidak ditandatangani unsur pengusaha karena ketidaksepakatan mereka atas penetapan UMK Gresik. Namun Gubernur berpendapat, apa yang sudah ditempuh Dewan Pengupahan Jatim sudah prosedural.

UMK Gresik, Rp1.133.000 sudah tiga kali dikembalikan dan direvisi. Angka yang ditetapkan dalam UMK Gresik ini, kata Gubernur, mengacu pada item transportasi tahun lalu, Rp3.250 sekali jalan. Angka item itu sudah disepakati seluruh unsur Dewan Pengupahan Gresik pada penetapan UMK 2010.

”Jadi, kita mengacu pada penetapan tahun lalu jika tahun ini tidak dicapai kesepakatan agar tidak terjadi kekosongan hukum untuk item yang tidak disepakati,” kata Gubernur.

Gubernur mempersilakan unsur pengusaha menempuh jalur hukum jika tidak puas dengan penetapan kebijakan ini. UMK Jatim akan diberlakukan efektif 1 Januari 2011.(edy)



Powered by Telkomsel BlackBerry ®

GUBERNUR TETAPKAN UMK 2011 ; Kota Semarang Teratas, Cilacap Barat Terendah

Sumber : Kedaulatan Rakyat
20/11/2010 10:07:01

SEMARANG (KR) - Gubernur Jateng H Bibit Waluyo menetapkan kebijakan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2011 Jateng , melalui SK No 561.4/69/2010 tertanggal 18 November 2010. Lima daerah ditetapkan UMK sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). UMK 2011 mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2011.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jateng Siswo Laksono kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.
Lima daerah yang UMKnya seratus persen KHL adalah Kota Semarang, Salatiga, Boyolali, Sukoharjo dan Klaten. Khusus untuk Kota Semarang meski sudah sesuai KHL namun hanya terjadi kenaikan upah sebesar Rp 20.000 jika dibanding UMK 2010.

Menurut Siswo Laksono, rata-rata KHL 2011 sebesar Rp 830.108,40. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 3,61 persen dibanding KHL 2010 sebesar Rp 801.210,27. Sedangkan rata-rata UMK 2011 sebesar Rp 780.801,44 atau naik 6,25 persen jika dibanding rata-rata UMK 2010 sebesar Rp 734.874,08.

Seperti UMK 2010, UMK 2011 tertinggi masih dipegang Kota Semarang sebesar Rp 961.323. Sedangkan UMK terendah di Cilacap wilayah barat sebesar Rp 675.000. Bagi perusahaan yang merasa keberatan dengan UMK 2011, oleh gubernur diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan penangguhan ke gubernur dengan syarat harus ada kesepakatan tertulis antara perusahaan dengan buruhnya.

Anggota Dewan Pengupahan Jateng Edi Riyanto kepada wartawan, Jumat (19/11) menyatakan kenaikan UMK 2011 belum signifikan dan masih jauh dari harapan buruh. Diakui pedoman penetapan UMK adalah KHL.
Namun saat survei KHL dilakukan harga sejumlah barang kebutuhan rendah. Hal ini yang menjadi persoalan, karena berdampak kepada kenaikan UMK yang tidak signifikan.
”Seperti kenaikan UMK di Kota Semarang yang hanya Rp 20.000 dibanding dengan UMK 2010. Padahal inflasi tahun ini cukup tinggi, sehingga kenaikan tersebut sama sekali tidak ada artinya bagi kehidupan buruh di Kota Semarang. Seharusnya UMK Kota Semarang disesuaikan dengan kenaikan inflasi tahun ini,” tutur Edi Riyanto.

Terpisah, Ketua FPPP DPRD Jateng Masruhan Syamsurie yang juga selaku anggota Komisi E menyesalkan, kebijakan Pemkot Semarang yang hanya menyetujui kenaikan UMK Kota Semarang sebe- sar Rp 20.000. Kenaikan tersebut sangat mengecewakan karena tidak ada nilainya bagi buruh di Kota Semarang .
Seharusnya menurut Masruhan, nilai UMK di Kota Semarang sudah bisa mencapai angka Rp 1 juta, mengingat tingkat kebutuhan buruh di Kota Semarang sangat tinggi. Hal ini masih diperberat dengan tingginya nilai inflasi 2010.
”Saya heran, kenapa Pemkot Semarang hanya menyetujui kenaikan UMK sebesar Rp 20.000. Ini sangat tidak masuk akal,” tegas Masruhan.
(Bdi)-c

PENGUSAHA AGAR MENGHINDARI PENANGGUHAN UMK

Sumber dari Kompas : 24 November 2010 | Pukul : 05:23:18

* UPAH MINIMUM

SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah Kota Semarang meminta pengusaha menghindari penangguhan pembayaran upah minimum kota (UMK) tahun 2011 karena persentase kenaikan UMK kali ini relatif kecil, yakni 2,29 persen. Komitmen ini diharapkan bisa sedikit mengobati kekecewaan sebagian serikat pekerja terhadap penetapan UMK.

”Penangguhan UMK diperbolehkan. Namun, dengan persentase kenaikan yang rendah, kami berharap tidak banyak yang menangguhkan UMK,” ujar Kepala Bidang Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kota Semarang Ekwan Priyanto, Selasa (23/11).

Pada 2010 ada 8 perusahaan mengajukan penanguhan UMK, 6 di antaranya dikabulkan. Pada 2009, ada 10 perusahaan mengajukan penangguhan, 7 di antaranya dikabulkan. Pengajuan penangguhan UMK paling lambat pada 20 Desember 2010.

Upah Minimum Kota Semarang tahun 2011 ditetapkan Rp 961.323, naik 2,29 persen dari sebelumnya Rp 939.756. Nominal UMK tahun 2010 itu naik 17 persen dari tahun 2009, yakni 838.500. Sedangkan UMK 2009 naik 21 persen dari tahun sebelumnya Rp 715.000.

Heru Budi Utoyo, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional Kota Semarang, mengatakan, besaran UMK itu merupakan kemunduran dalam peningkatan kesejahteraan buruh. Kenaikan UMK di daerah sekitar Semarang justru lebih tinggi, yakni Demak (4,25 persen), Kendal (8,17), Kabupaten Semarang (6,8), serta Kota Salatiga (5,02).

”Dengan kenaikan hanya 2,29 persen atau Rp 21.567, peningkatan kesejahteraan buruh tidak sampai Rp 1.000 per hari,” kata Heru. (kompas)

Buruh Semarang Tolak Upah Minimum

Selasa, 19 Oktober 2010 11:41:00
Sumber : Kr Jogja.com

SEMARANG (KRjogja.com) - Sekitar seribu buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional Kota Semarang menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, di Semarang, Selasa (19/10). Dalam aksinya, massa menuntut Gubernur Jawa Tengah menolak besaran upah minimum 2011 yang diusulkan Wali Kota Semarang.

Ketua SPN Kota Semarang Heru Budi Utoyo mengatakan, Wali Kota Semarang mengusulkan upah minimum 2011 sebesar Rp961.323 per bulan. Menurut dia, besaran upah tersebut hanya naik sekitar dua persen dibanding upah minimum tahun 2010.

Kenaikan usulan upah minimum tersebut, kata dia, jauh dari perkiraan laju inflasi 2010 yang mencapai 7,2 persen. "Kenaikan upah ini tidak sebanding dengan perkiraan kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok," katanya.

Ia menuturkan, buruh menuntut besaran upah minimum 2011 sebesar Rp1.047.500, sesuai angka survei kebutuhan hidup layak, tanpa konversi minyak tanah ke LPG. Oleh karena itu, buruh mendesak Gubenur Jawa Tengah melalui dewan pengupahan provinsi agar menolak usulan Wali Kota Semarang tersebut.

Para pengunjuk rasa tersebut ditemui oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Siswo Laksono. Siswo mengatakan, tuntutan buruh agar perhitungan upah minimum tidak memasukkan unsur konversi minyak tanah ke LPG telah disampaikan ke Kementerian Tenaga Kerja.

Menurut dia, pembahasan upah minimum 2011 telah dimulai oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah. "Pembahasan upah minimum ini ditargetkan selesai pada 20 November 2010," katanya. (Ant/Van)

Serikat Pekerja Nasional Tuntut Pebaikan Sistem Pengupahan

Jumat, 24 September 2010 17:45
Ditulis oleh Lia KD
Sumber : Rasika FM

SEMARANG - Proses penetapan Upah Minimum Kabupaten Kota atau UMK saat ini tengah memasuki masa yang menentukan. Mengingat tidak lama lagi sesuai dengan kewenangannya, kota Semarang akan mengusulkan berapa upah yang seharusnya diterima oleh buruh atau pekerja tiap bulannya pada tahun 2011 mendatang. Atas dasar itulah pada jumat (24/9/10) siang puluhan pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) kota Semarang mendatangi Gedung Balai Kota Semarang untuk beraudiensi dengan Walikota Semarang.

Ketua DPC SPN kota Semarang Heru Budi Utoyo usai beraudiensi langsung dengan Walikota Semarang menjelaskan, pihaknya memberikan masukan kepada Walikota agar mengabaikan usulan Dewan Pengupahan kota Semarang tentang konversi minyak tanah ke gas, perbaikan item komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak atau KHL dan penetapan UMK kota Semarang yang mampu menjawab buruh atau pekerja berdasarkan nilai KHL bulan Desember mendatang. Ditambah prediksi laju inflasi sebesar 7,26 % sehingga diperoleh angka UMK kota Semarang sebesar Rp.1.047.543,-.

Heru menambahkan, dirinya menyayangkan sikap Dewan Pengupahan Kabupaten Kota hingga Provinsi yang cenderung tidak transparant. Dimana kinerja yang dilakukan selama ini tidak terbuka kepada publik, padahal sudah jelas mereka dibiayai oleh APBD, misalnya berkaitan dengan Berita Acara penandatanganan usulan berapa KHL yang diusulkan oleh Dewan Pengupahan kepada Walikota. (Erwin Ma’arif)

Pekerja Semarang Tolak UMK 2011

Rabu, 24 November 2010 15:25 WIB
Penulis : Haryanto
Sumber : Media Indonesia.Com

SEMARANG--MICOM: Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, menolak besaran upah minimum kabupaten/kota di Jawa Tengah (Jateng) 2011. Mereka menuntut Gubernur Jateng, segera merevisi SK gubernur No: 561.4/69/2009 tentang upah minimum dengan alasan penentuan UMK tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, penetapan besaran UMK di Kota Semarang yang hanya sebesar Rp961.323 tidak sesuai dengan Permenakertrans No 17/MEN/VIII/2005 sebesar Rp1.047.543,10.

"Sesuai dengan ketentuan tersebut angka ratarata nilai kebutuhan hidup layak (KHL) pada tahun 2010 adalah Rp 976.636,13. Perhitungan KHL ini ditambah laju inflasi 7,26 persen, sebesar Rp70.905. Sehingga yang kami usulkan UMK itu sebesar Rp1.047.543,10," kata Heru Budi Utoyo di Semarang, Rabu (24/11).

Menurutnya, mekanisme penghitungan serta penetapan UMK 2011 tidak didasarkan pada mekanisme hukum yang sesuai dengan Permenakertrans melainkan didasarkan pada kesepakatan yang dibuat secara tertulis oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jateng khususnya, dalam memasukkan konversi minyak tanah ke gas.

"Akibatnya pekerja/buruh di kota Semarang telah dirugikan dengan berkurangnya besaran UMK yang seharusnya diterima pada 2011. Mereka dirugikan Rp86.220,1 karena kenaikan itu hanya sebesar Rp21.567," katanya.

Selain itu, menurut dia, dengan menetapkan besaran UMK sebesar itu, kenaikan UMK Kota Semarang justru mengalami kemunduran karena baik secara nominal maupun persentase paling rendah dari daerah di sekitarnya. Ia menyebut UMK Kota Semarang pada 2011 hanya naik Rp21.567 atau 2,29 persen, sementara Kabupaten Demak Rp34.587 atau 4,25 persen.

Begitu juga Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang. Kenaikan UMK Kabupaten Kendal ditetapkan Rp63.750 atau 8,17 persen, dan Kabupaten Semarang Rp56 ribu atau 6,8 persen. (HT/OL-04)

SPN Semarang tolak UMK

Sumber : Koran Sore Wawasan, Rabu 24 November 2010

MUGAS - Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, menyatakan menolak besaran upah minimum kabupaten/kota di Jateng tahun 2011. Mereka menuntut gubernur Jateng, agar segera merevisi SK gubernur No: 561.4/69/2009 tentang upah minimum dengan alasan penentuan UMK tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Kota Semarang, Heru Budi Utoyo dalam keterangan pers yang dikirim ke Koran Sore Wawasan menyatakan dengan tegas bahwa pihaknya menolak penetapan besaran UMK di Kota Semarang yang hanya sebesar Rp 961.323.

Karena menurut dia, seharusnya besaran UMK yang dihitung sesuai dengan ketentuan Permenakertrans No 17/MEN/VIII/2005 adalah sebesar Rp 1.047.543,10. ”Karena sesuai dengan ketentuan tersebut angka ratarata nilai kebutuhan hidup layak (KHL) pada tahun 2010, adalah Rp 976.636,13. Perhitungan KHL ini ditambah laju inflasi 7,26 persen, sebesar Rp 70.905,00. Sehingga yang kami usulkan UMK itu sebesar Rp 1.047.543,10,” kata Heru Budi Utoyo.

Ia mengatakan bahwa menaknisme penghitungan serta penetapan UMK pada tahun 2011 tidak didasarkan pada mekanisme hukum yang sesuai dengan Permenakertrans, melainkan didasarkan pada kesepakatan yang dibuat secara tertulis oleh Dewan pengupahan Provinsi Jateng. Khususnya, dalam memasukkan konversi minyak tanah ke gas.

INKONSTITUSIONAL
Dengan kondisi tersebut SPN menganggap bahwa keputusan penghitungan dan penetapan UMK tersebut sebagai langkah yang inkonstitusional. Karena menurut Heru Budi Utoyo, hal itu seharusnya bukan menjadi kewenangan oleh Dewan Pengupahan. ”Akibat mekanisme yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jateng yang inkonstitusional ini, pekerja/buruh di kota Semarang telah dirugikan dengan berkurangnya besaran UMK yang seharusnya diterima pada tahun 2011. Mereka dirugikan sebanyak Rp 86.220,1 karena kenaikan itu hanya sebesar Rp 21.567,” katanya.

Selain itu, menurut dia, dengan menetapkan besaran UMK sebesar itu, kenaikan UMK Kota Semarang justru mengalami kemunduran karena baik secara nominal maupun prosesntasenya paling rendah dari daerah di sekitarnya. Ia merinci, UMK Kota Semarang pada tahun 2011 hanya naik sebesar Rp 21.567 atau 2,29 persen, sementara Kabupaten Demak justru lebih tinggi kenaikannya yakni sebesar Rp 34.587 atau 4,25 persen. Begitu juga Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang. Kenaikan UMK Kabupaten Kendal ditetapkan sebesar Rp 63.750 atau 8,17 persen, dan Kabupaten Semarang naik sebesar Rp 56 ribu atau 6,8 persen.

”Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, kota Semarang dengan sloganya Semarang Setara, mau disetarakan dengan yang mana? Jika dengan daerah sekitarnya saja selisih kenaikannya jauh di bawah,” katanya. Dengan penolakan ini, SPN Kota Semarang juga meminta kepada gubernur untuk segera merevisi SK penetapan UMK untuk 35 kabupaten/kota di Jateng. mun-Yn

Minggu, 21 November 2010

SURAT TERBUKA MENOLAK PENETAPAN UMK 2011

No :055/DPC-SPN/ADV/XI/2010 Semarang, 22 November 2010
Hal :SURAT TERBUKA MENOLAK PENETAPAN UMK 2011


Kepada Yth,
GUBERNUR JAWA TENGAH
Di tempat

Dengan Hormat,
Pertama-tama perlu Kami sampaikan rasa keprihatinan yang mendalam kepada Bp. Bibit Waluyo selaku Gubernur Jawa Tengah, terkait dengan telah diputuskannya besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Tengah melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 561.4/69/2010 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 tertanggal 18 November 2010. Mengingat apa yang selama ini sudah Kami sampaikan melalui audensi, surat, dan bahkan aksi massa, ternyata tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan besaran UMK yang seharusnya diterima oleh Pekerja/Buruh pada tahun 2011.
Oleh karena itu setelah Kami mendengar, membaca dan mempelajari dengan seksama terkait dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 561.4/69/2010 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 tertanggal 18 November 2010. Maka dengan ini Kami menyatakan MENOLAK penetapan besaran UMK tersebut, khususnya besaran UMK di Kota Semarang yang hanya sebesar Rp. 961.323,-. Adapun alasan kami menolaknya adalah sebagai berikut :

1.Bahwa mekanisme penghitungan serta penetapan UMK pada tahun 2011 ini tidak didasarkan pada mekanisme hukum yang benar yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Peraturan Menteri Tenaga Transmigrasi (Permenakertrans) No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, tetapi lebih didasarkan pada kesepakatan yang dibuat secara tertulis oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah khususnya dalam memasukan konversi Minyak Tanah ke Gas. Dimana ini tidak sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah sesuai Kepres 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, dan sering Kami katakan bahwa hal ini adalah satu langkah INKONSTITUSIONAL.

2.Berdasarkan hitungan yang Kami lakukan sesuai dengan ketentuan Permenakertrans No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, sebenarnya diperoleh angka rata-rata nilai kebutuhan hidup layak (KHL) sebesar Rp. 976.636,13,- pada tahun 2010. Dan untuk ini Kami telah mengusulkan besaran UMK di Kota Semarang sebesar Rp. 1.047.543,10,- kepada Walikota Semarang dan Gubernur Jawa Tengah pada khususnya, yang diambil dari :
Nila rata-rata KHL 2010 : Rp. 976.639,13,-
Ditambah Laju Inflasi 7,26 % (BPS) : Rp. 70.904,00,-
Rp. 1.047.543,10,-

3.Bahwa akibat dari mekanisme yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Propinsi Jawa Tengah yang INKONSTITUSIONAL ini, Pekerja/Buruh di Kota Semarang telah dirugikan dengan berkurangnya besaran UMK yang seharusnya diterima pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 86.220,1,- karena kenaikan tersebut hanya diperoleh sebesar Rp.21.567,-.

4.Bahwa dengan adanya penetapan ini di Kota Semarang juga telah mengalami satu kemunduran dalam peningkatan kesejahteraan untuk para Pekerja/Buruh, jika dibandingkan dengan daerah di sekitarnya ternyata kenaikan UMK di Kota Semarang adalah paling rendah, untuk itu bisa dilihat perbandingannya dalam tabel di bawah ini :
KOTA/KABUPATEN UMK 2010 UMK 2011 Selisih Kenaikan
Kota Semarang Rp. 939.756,- Rp. 961.323,- Rp. 21.567,-
Kabupaten Demak Rp. 813.400,- Rp. 847.987,- Rp. 34.587,-
Kabupaten Kendal Rp. 780.000,- Rp. 843.750,- Rp. 63.750,-
Kabupaten Semarang Rp. 824.000,- Rp. 880.000,- Rp. 56.000,-
Kota Salatiga Rp. 803.185 Rp. 843.469,- Rp. 40.284,-
Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah Kota Semarang dengan slogannya SEMARANG SETARA, mau disetarakan dengan apa? Jika dengan daerah sekitarnya saja selisih kenaikannya jauh dibawah.

5.Dengan kenaikan hanya sebesar Rp. 21.567,- (2,29%) maka dapat dipastikan bahwa peningkatan kesejahteraan dari Pekerja/Buruh dengan upah yang diterimanya pada tahun 2011 esok tidak lebih dari Rp. 718.9,- per hari, ini sama saja perasan keringat Pekerja/Buruh pada tahun 2011 esok hanya ditambahi kurang dari Rp. 1000,- bandingkan dengan kenaikan dan laju inflasi yang akan dihadapi esok. Atau dapat Kami katakan bahwa kenaikan UMK ini tidak lebih dari 2,29 % yang masih jauh dibawah laju inflasi sebagaimana data BPS yaitu sebesar 7,26 %, untuk dikatakan menyesuaikan saja tidak dapat apalagi dikatakan naik.

6.Bahwa alasan-alasan yang selama ini dikemukakan oleh Pemerintah mengenai besaran penetapan UMK di Jawa Tengah, dan di Kota Semarang pada khususnya yang sudah jauh diatas daerah lainnya adalah suatu alasan yang bisa Kami perdebatkan, disamping itu jika mekanisme yang digunakan untuk menetapkan UMK adalah mekanisme yang INKONSTITUSIONAL maka hasilnyapun juga tidak akan bisa meningkatkan kesejahteraan Pekerja/Buruh, artinya Pemerintah sudah mengingkari mandatnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang.

7.Perlu disampaikan pula bahwa besaran UMK semangatnya adalah untuk dijadikan sebagai jaring pengaman dan diperuntukan bagi Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun namun dalam prakteknya seringkali diberlakukan untuk semua Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja lebih dari 1 tahun, bahkan UMK dijadikan sebagai upah maksimal bagi Pekerja/Buruh.

8.Oleh karena itu perlu Kami garis bawahi bahwa perbaikan sistem pengupahan secara menyeluruh adalah satu pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan oleh seluruh stake holder yang berwenang, tentu sesuai dengan mekanisme dan kewenangannya masing-masing sebagaimana yang telah diatur oleh Undang-undang, jangan sampai perubahan dilakukan sepotong-potong terlebih lagi INKONSTITUSIONAL, sehingga dapat ditingkatkan harkat dan martabat dari Pekerja/Buruh dengan menerima upah yang layak sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya.

Demikian surat penolakan ini Kami sampaikan secara terbuka, tentu masih banyak argumentasi dan alasan yang dapat Kami kemukakan terkait penolakan terhadap penetapan UMK pada tahun 2011 ini. Dan yang pasti Kami akan menempuh setiap mekanisme yang ada tentunya sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Undang-undang untuk terus menyuarakan dan menutut ditetapkannya UMK secara layak bagi Pekerja/Buruh.

Mudah-mudahan Bp. Bibit Waluyo selaku Gubernur Jawa Tengah dapat mengerti bahwa apa yang Kami lakukan ini semata-mata untuk meningkatkan harkat dan martabat dari Pekerja/Buruh di Jawa Tengah dan Kota Semarang pada khususnya untuk mendapatkan upahnya secara layak dan harapan Kami agar Gubernur Jawa Tengah bersedia untuk merevisi SK Gubernur Jawa Tengah Nomor : 561.4/69/2010 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 tertanggal 18 November 2010. Atas segala perhatiannya diucapkan terimakasih.

Hormat Kami,
DEWAN PIMPINAN CABANG
SERIKAT PEKERJA NASIONAL KOTA SEMARANG

TTD


HERU BUDI UTOYO / KHOLILUL WASIK
Ketua / Sekretaris


Tembusan :
1.DPRD Jawa Tengah;
2.Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah;
3.Walikota Semarang;
4.DPRD Kota Semarang;
5.Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang;
6.Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Nasional;
7.Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional Jawa Tengah;
8.Pimpinan Serikat Pekerja Serikat Pekerja Nasional se_Kota Semarang;
9.Media Cetak dan Elektronik;
10.Arsip.

Kamis, 18 November 2010

Usulan UMK Kota Semarang 2

No : 052/DPC-SPN/ORG/XI/2010 Semarang, 16 Nopember 2010
Hal : Usulan UMK Kota Semarang 2
Lamp. : 1 lembar KHL minyak tanah


Kepada Yth,
Bpk Gubernur Jawa Tengah
Di tempat.

Dengan hormat,
Detik-detik penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang saat ini tengah ditunggu-tunggu oleh buruh/pekerja di Jawa Tengah semakin mendekati pada titik yang menegangkan, dimana pada waktu dekat ini Gubernur Jawa Tengah akan menetapkan besaran UMK pada 35 daerah kota/kabupaten di Jawa Tengah. Rasa cemas, gelisah dan was-was menyelimuti para buruh/pekerja saat ini dengan penuh harapan semoga UMK tahun 2011 yang nantinya ditetapkan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi buruh/pekerja.
Sementara permasalahan dalam penetapan UMK yang pernah Kami sampaikan sebelumnya juga belum terjawab, beberapa diantaranya adalah tentang mekanisme survey dan penetapan KHL, standarisasi upah layak, dan juga pada saat ini diperparah dengan adanya kesepakatan dari Dewan Pengupahan Propinsi Jateng dan surat edaran Dirjen PHIJSK tentang konversi kompor minyak tanah menjadi gas yang mengakibatkan nilai survey KHL disemua daerah di Jateng menjadi turun, terlebih lagi hasil survey KHL di Kota Semarang yang jauh dari kebutuhan hidup secara layak sebenarnya bagi buruh/pekerja di Kota Semarang.
Ada hal yang berbeda, ketika Kami menjumpai kondisi pengupahan di berbagai Provinsi yang ada di Jawa ( Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta ) dalam melakukan survey KHL, ternyata mereka rata-rata masih menggunakan regulasi Permenakertrans No.17 / 2005 tanpa menggunakan konversi minyak tanah ke gas, sedangkan di Jawa Tengah oleh Dewan pengupahan Propinsi telah membuat kesepakatan yang nilainya tidak lebih baik sehingga menimbulkan dampak yang tidak baik pula bagi kehidupan masyarakat buruh/pekerja di Jawa Tengah ini.
Oleh karena itu, Kami Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional ( DPC SPN ) Kota Semarang dalam kesempatan ini kembali menyampaikan kepada Bapak Gubernur Jateng untuk dapat mempertimbangkan kembali usulan-usulan Kami, sebelum menetapkan UMK tahun 2011 nantinya.
Adapun usulan atau masukan Kami kepada Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut ;
1. Menetapkan UMK tahun 2011 di Kota Semarang sebesar Rp 1.047.543,- atau naik 11,47% dengan perhitungan hasil survey KHL rata-rata (tanpa konversi ke gas) sebesar Rp 976.639,- ditambah prediksi laju inflasi (BPS) 7,26%.
2. Merealisasikan perbaikan sistem pengupahan di Jawa Tengah, dengan mendorong adanya perbaikan item-item Permenakertrans No.17 tahun 2005 yang mengacu pada kebutuhan hidup riil bagi pekerja dengan mempertimbangkan pekerja berkeluarga (bukan lajang lagi).
3. Menolak kesepakatan Dewan Pengupahan Propinsi Jateng dan surat edaran Dirjen PHIJSK tentang konversi kompor minyak tanah ke gas saat ini, dan kembali kepada regulasi Permenakertrans No.17 tahun 2005 sampai dengan adanya perbaikan dalam Permenakertrans No.17 tahun 2005.
Demikian yang Kami sampaikan, besar harapan Kami beserta pekerja di Kota Semarang agar Gubernur dapat menerima dan merealisasikan usulan atau masukan tersebut. Dan atas perhatian serta kepedulian dari Gubernur Jawa Tengah, maka Kami ucapkan banyak terima kasih.

DEWAN PIMPINAN CABANG
SERIKAT PEKERJA NASIONAL KOTA SEMARANG

TTD

HERU BUDI UTOYO / KHOLILUL WASIK
KETUA / SEKRETARIS

Tembusan ;
1. Walikota Semarang
2. Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Semarang
3. Arsip

Usulan perbaikan UMK Kota Semarang

No : 048/DPC-SPN/ORG/XI/2010 Semarang, 8 Nopember 2010
Hal : Usulan perbaikan UMK Kota Semarang
Lamp. : Hasil KHL perbulan

Kepada Yth,
Bapak Gubernur Jawa Tengah
Di_tempat

Dengan hormat,
Proses penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota yang saat ini tengah ditunggu-tunggu oleh seluruh pekerja di Jawa tengah pada umumnya dan Kota Semarang pada khususnya, sudah memasuki masa-masa yang menentukan. Harapan nantinya, kenaikan UMK tersebut akan membawa perubahan hidup yang lebih baik bagi para pekerja dan keluarganya sehingga impian untuk mendapatkan penghidupan yang layak sebagaimana diamanahkan didalam UUD 1945 dan UU ketenagakerjaan No.13/2003 bisa tercapai dan semangat produktifitas dalam bekerja juga akan meningkat.
Namun sepertinya harapan itu belum nampak, melihat beberapa persoalan terkait dengan hasil survey KHL dan usulan Walikota Semarang belum menunjukkan adanya perbaikan dalam pengupahan di Kota Semarang, dimana Walikota Semarang telah mengusulkan UMK tahun2011 sebesar Rp 961.323,-atau sekitar 2,3% dari UMK sebelumnya, sedangkan prediksi laju inflasi tahun 2011 dari BPS sebesar 7,26% dan usulan tersebut masih jauh dari kebutuhan hidup secara riil bagi pekerja di Kota Semarang. Hal ini juga disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi layak tidaknya UMK di Kota Semarang, sehingga membutuhkan perhatian khusus dari Pemerintah Kota maupun Pemerintah Propinsi untuk dapat memperbaiki sistem pengupahan, diantaranya sbb ;
Pertama, tentang mekanisme survey KHL yang dilakukan selama ini dapat dibilang “ UMK Selalu ketinggalan kereta “ karena hasil survey KHL yang dilakukan pada tahun ini, namun digunakan sebagai dasar untuk menentukan UMK pada tahun berikutnya tanpa mempertimbangkan laju Inflasi tahun yang akan datang. Sehingga bisa jadi pekerja selama ini tidak pernah merasakan kenaikan upah, karena untuk menyesuaikan kebutuhan hidupnya saja masih belum mencukupi.
Kedua, belum adanya standarisasi yang jelas terkait dengan bagaimana kebutuhan hidup layak yang digunakan dasar penetapan UMK tersebut mengacu pada perbaikan upah, mengingat Permenakertrans No.17 tahun 2005 sesungguhnya sudah tidak relevan lagi karena masih berkutat pada upah minimum yang menggunakan standar kebutuhan hidup pekerja lajang, sedangkan kenyataannya 52% pekerja berstatus sudah berkeluarga.
Ketiga, kondisi pengupahan saat ini diperparah dengan adanya kesepakatan Dewan Pengupahan Propinsi Jateng tentang konversi kompor minyak tanah menjadi gas yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan survey KHL, dimana masa penggunaan (live time) untuk item kompor, selang dan regulator diasumsikan selama 5 (lima) tahun, sehingga mempengaruhi hasil survey KHL pada tahun ini menjadi turun.
Dan kesepakatan itupun ternyata bertentangan dengan surat edaran Dirjen PHIJSK tentang konversi kompor minyak tanah menjadi gas yang masa penggunaan kompor,selang dan regulator selama 3 (tiga) tahun, itupun Kami menolak surat edaran Dirjen PHIJSK yang Kami anggap Inkonstitusional karena hingga saat ini sesungguhnya dasar yang dipakai untuk melakukan survey KHL masih menggunakan regulasi Permenakertrans No.17 tahun 2005 yang didalamnya jelas terdapat item-item sebagai survey KHL.
Dalam hal ini, pertanyaannya adalah apakah kontruksi hukum yang ada di Indonesia ini memperbolehkan petugas atau pejabat yang ada dibawahnya dapat membuat aturan yang menyimpang dengan aturan yang dibuat oleh pejabat yang berada diatasnya? Artinya, apakah diperbolehkan Dewan Pengupahan Propinsi membuat aturan yang tidak lebih baik, tetapi bisa menganulir surat edaran Dirjen PHIJSK dan Permenakertrans No.17 tahun 2005?
Berdasarkan pada beberapa persoalan yang Kami sampaikan tersebut, maka Kami Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional (DPC SPN) Kota Semarang mengusulkan kepada Gubernur Jawa Tengah yang memiliki kewenangan dalam menetapkan UMK di Jawa Tengah termasuk UMK di Kota Semarang, sehingga akan membawa perbaikan hidup bagi pekerja dan keluarganya. Adapun usulan atau masukan Kami kepada Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut ;
1. Menetapkan UMK tahun 2011 di Kota Semarang sebesar Rp 1.047.543,- atau naik 11,47% dengan perhitungan hasil survey KHL rata-rata (tanpa konversi ke gas) sebesar Rp 976.639,- ditambah prediksi laju inflasi (BPS) 7,26%.
2. Merealisasikan perbaikan sistem pengupahan di Jawa Tengah, dengan mendorong adanya perbaikan item-item Permenakertrans No.17 tahun 2005 yang mengacu pada kebutuhan hidup riil bagi pekerja dengan mempertimbangkan pekerja berkeluarga (bukan lajang lagi).
3. Menolak kesepakatan Dewan Pengupahan Propinsi Jateng dan surat edaran Dirjen PHIJSK tentang konversi kompor minyak tanah ke gas saat ini, dan kembali kepada regulasi Permenakertrans No.17 tahun 2005 sampai dengan adanya perbaikan dalam Permenakertrans No.17 tahun 2005.
Demikian yang Kami sampaikan, besar harapan Kami beserta pekerja di Kota Semarang agar Gubernur dapat menerima dan merealisasikan usulan atau masukan tersebut. Dan atas perhatian serta kepedulian dari Gubernur Jawa Tengah, maka Kami ucapkan banyak terima kasih.

DEWAN PIMPINAN CABANG
SERIKAT PEKERJA NASIONAL KOTA SEMARANG

TTD

HERU BUDI UTOYO / KHOLILUL WASIK
KETUA / SEKRETARIS

Tembusan ;
1. Walikota Semarang
2. Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Semarang
3. Arsip

Rabu, 17 November 2010

Artikel ; “ SEMARANG SETARA “ BISA DIAWALI DENGAN MELAKUKAN PERBAIKAN UPAH BAGI BURUH DI KOTA SEMARANG

Oleh : Heru Budi Utoyo

Perlindungan bagi setiap warga Negara Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesungguhnya sudah diamanahkan dalam UUD 1945, begitupun juga perlindungan bagi Pekerja/buruh sebagai bagian dari warga Negara Indonesia yang telah memberikan kontribusi yang begitu besar terhadap Negara tercinta ini, dan perlindungan tersebut telah tertulis didalam Undang – Undang Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003) yang mengatakan bahwa “ setiap Pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
Namun kenyataannya berbeda, bahwa hingga saat ini penghidupan yang layak yang diimpi-impikan oleh seorang Pekerja/buruh belum juga dapat terwujud. Betapa tidak, bahwa upah yang diterima oleh seorang Pekerja/buruh hingga saat ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak bagi dirinya dan keluarganya, selalu saja terhalang oleh kebijakan – kebijakan dan kondisi kondisi yang kurang berpihak kepadanya. Seorang Pekerja/buruh untuk bisa hidup secara layak idealnya mendapatkan upah yang disesuaikan dengan standar kelayakkan hidup secara riil, tetapi fakta berkata lain bahwa dalam menentukan kelayakan hidup seorang Pekerja/buruh harus bergantung pada hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diatur didalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 17/2005 tentang komponen Pelaksanaan Tahapan Pencapaian kebutuhan hidup yang layak, dan ironisnya pencapaian KHL nya pun masih jauh dari harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi seorang Pekerja/Buruh.
Persoalan penetapan KHL
Terkait dengan penetapan KHL yang dilakukan oleh Dewan pengupahan Kota Semarang setiap tahunnya, selalu saja memunculkan polemik diantara Pengusaha, Pekerja/buruh dan Pemerintah. Hal itu terjadi dikarenakan masih terdapat berbagai persoalan yang mendasar dan belum terjawab oleh masing-masing pihak. Maka sangat wajar apabila seorang Pekerja/buruh mempertanyakan tentang keabsahan penetapan KHL yang dijadikan sebagai dasar dalam penentuan Upah Minimum Kota ( UMK ) di Kota Semarang dan menuntut adanya perbaikan terhadap persoalan-persoalan tersebut.
Pertama, tentang mekanisme survey dan item-item yang ada di dalam Komponen Permenakertrans No.17/2005 yang sesungguhnya belum dapat mengakomodir kebutuhan hidup secara riil bagi seorang Pekerja/buruh. Mestinya kebutuhan hidup layak bagi seorang Pekerja/buruh dapat terpenuhi apabila mencakup pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, tabungan dan kebutuhan sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan riil bagi seorang Pekerja/buruh secara nyata. Dalam kajian dan survey kebutuhan riil bagi Pekerja/buruh yang pernah dilakukan di Kota Semarang menyebutkan bahwa seorang buruh dapat hidup secara layak apabila dapat terpenuhinya 67 item kebutuhan riil, sedangkan didalam Permenakertrans No. 17/2005 baru terdapat 46 item kebutuhan bagi seorang Pekerja/buruh. Artinya, bahwa komponen KHL yang ada didalam Permenakertrans No.17/2005 yang digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan upah (UMK) hingga kini hanya mampu memenuhi 62 % dari kebutuhan hidup seorang Pekerja/buruh saja, sedangkan kekurangan 38 % kebutuhan lainnya, maka seorang Pekerja/buruh harus bekerja lagi untuk tambahan atau kerja sampingan, menggabungkan penghasilan dengan isteri/suami atau keluarga, menekan biaya pengeluaran, mengejar lemburan dan bahkan berhutang dahulu untuk dapat menutup kebutuhan hidupnya.
Kedua, Upah yang diterima oleh Pekerja/buruh hingga saat ini masih berkutat pada upah minimum yang menggunakan standar kebutuhan pekerja/buruh dengan berstatus lajang, sedangkan fakta yang ada bahwa 52 % Pekerja/buruh adalah berstatus sudah berkeluarga dan andaikan saja Pekerja/buruh itu berstatus lajang, maka kebutuhannya tidak hanya untuk menghidupi dirinya sendiri tetapi juga mempunyai tanggungan selain dirinya. Selain itu juga dalam pelaksanaan survey dan penetapan KHL yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan telah dilaksanakan pada tahun ini, tetapi digunakan sebagai dasar penetapan UMK untuk tahun berikutnya tanpa mempertimbangkan adanya laju insflasi pada tahun yang akan datang.
Ketiga, adanya konversi minyak tanah ke gas yang digunakan survey menyebabkan turunnya nominal KHL pada tahun ini, sedangkan dasar penggunaan konversi tersebut masih terdapat persoalan tersendiri sehingga patut dipertanyakan keabsahannya. Konversi minyak tanah ke gas yang didasarkan atas surat edaran dari Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial No.B.149/PHIJSK/III/2010 tentang Konversi Kompor Minyak Tanah ke Kompor Gas dengan masa penggunaan (life time) selama 36 bulan / 3 tahun tersebut sangat berbeda dengan kesepakatan yang diambil oleh Dewan Pengupahan Propinsi Jawa tengah yang merumuskan penggunaan Kompor Gas lengkap dengan regulator dan selangnya dengan masa selama 60 bulan / 5 tahun, padahal pada kenyataannya seorang Pekerja/buruh yang menggunakan Kompor Gas sering mengganti selang dan regulatornya maksimal antara 1-2 tahun saja karena takut tabungnya meledak akibat selang atau regulator bocor. Dan mestinya sebelum ada revisi yang jelas terhadap item-item yang sudah tidak relevan yang terdapat di Permenakertrans No.17/2005, maka Dewan Pengupahan tetap menggunakan dasar Permenakertrans No.17/2005 tersebut tanpa mengganti item-item apapun dalam melakukan survey KHL pada tahun 2010 ini.
Harapan Semarang Setara
Kota Semarang merupakan barometer upah di Jawa Tengah yang sudah merealisasikan UMK sebesar 100% KHL, walaupun angkanya belum mencerminkan angka riil kelayakan bagi kehidupan seorang Pekerja/buruh, namun setidaknya proses pentahapan pencapaian kebutuhan hidup layak di Kota Semarang sebagaimana diatur didalam Permenakertrans No. 17/2005 sudah dilaksanakan. Kebijakan upah di Kota Semarang tidak terlepas dari pengaruh Walikota Semarang sebagai pihak yang dapat mengusulkan besaran UMK kepada Gubernur Jawa Tengah. Kini Kota Semarang telah dipimpin oleh Walikota yang baru terpilih pada Pilwalkot Semarang tahun 2010 dengan slogannya “ Semarang Setara ” yang diharapkan dapat setara dengan Kota-kota Besar lainnya di Jawa dengan cara melakukan pengentasan penganguran, penanggulangan rob/banjir, peningkatan infrastruktur, perbaikan pelayanan masyarakat, kesetaraan gender dan jaminan kesehatan yang layak menjadi prioritas kerja. Namun demikian program “ Semarang Setara” tersebut belum lengkap tanpa adanya tindakan dari Walikota Semarang untuk berani membuat kebijakan dalam melakukan perbaikan system pengupahan saat ini, untuk mengejar ketertinggalan Upah Pekerja/buruh di Kota Semarang terhadap Upah Pekerja/buruh dikota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Bandung, Jakarta dan Banten yang sudah merealisasikan UMK diatas Rp.1 juta.
Perbaikan Upah Pekerja/buruh sangatlah penting dilakukan oleh walikota Semarang, mengingat bahwa Presiden juga pernah menjanjikan akan menaikan gaji pokok PNS/TNI/POLRI sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan (lihat Suara Merdeka 18/8/2010). Jika saja kenaikan gaji PNS pangkat terendah dari Rp.1.895.000,- menjadi Rp.2.000.000,- TNI/POLRI dengan pangkat rendah dari Rp.2.505.200,- menjadi Rp.2.625.000,-, maka hal tersebut akan memicu meningkatnya kesenjangan sosial ekonomi pada rakyat sebagai dampak dari kenaikan gaji PNS/TNI/POLRI yang akan berdampak pula terhadap melambungnya harga-harga kebutuhan hidup rakyat. Bayangkan saja apabila tidak ada perbaikan system pengupahan bagi Pekerja/buruh saat ini, bagaimana mungkin Pekerja/buruh dapat menutup kebutuhan hidup mereka, dan mungkinkah suasana kondusif akan terjaga guna mewujudkan “ Semarang Setara ” .
Kini ditengah-tengah Perjuangan untuk mendapatkan hak-haknya secara layak, para Pekerja/buruh dan keluarganya tentunya masih mempunyai sebuah harapan. Dan harapan itu ada pada hati nurani Walikota Semarang dalam mengusulkan besaran UMK tahun 2011 dan juga ada ditangan Gubernur Jawa Tengah dalam menetapkan UMK 2011 nantinya. Slogan “ Semarang Setara “ menjadikan harapan bagi para Pekerja/buruh di Kota Semarang untuk bisa mengawali perbaikan upah bagi Buruh. Dan slogan “ Semarang Setara ” tersebut terasa hampa tanpa terpenuhinya kesejahteraan bagi masyarakat Pekerja/buruh di Kota Semarang tercinta ini.

Artikel ; PENGARUH SiSTEM KERJA KONTRAK DAN OUTSOURCING TERHADAP MASA DEPAN GERAKAN SERIKAT PEKERJA

Oleh : Heru Budi Utoyo

Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia sesungguhnya sistem kerja kontrak sudah dikenal sejak tahun 1986 dengan terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.5 tahun 1986 dan begitu juga sistem outsourcing yang diakui sejak terbitnya Permenaker No.2 tahun 1993. Lebih lanjut dalam perkembangannya kedua model/sistem kerja tersebut masuk dalam perumusan/rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan (UUK) di Indonesia yang merupakan sebuah konsep Fleksibelitas pasar kerja.
Bergulirnya rancangan UUK itu sendiri sebenarnya sejak awal telah mengalami berbagai penolakan dan polemik baik dari kalangan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) maupun Pengusaha. Salah satunya terkait dengan munculnya sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang sering disebut dengan istilah pekerja kontrak dan Outsourcing yang ditolak oleh SP/SB, sedangkan para Pengusaha juga menolak rumusan tentang pemberian pesangon kepada Pekerja. Namun pada kenyataannya rancangan UUK tersebut tetap dishahkan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri pada tahun 2003, dan menjadi Undang Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.
Pada awalnya perusahaan cukup ketat dalam menjalankan praktik sistem kerja kontrak dan outsourcing. Mereka masih taat dengan regulasi yang ada dalam UUK No.13/2003, dengan menjalankan sistem ini terpisah dari kegiatan utama dan sebatas penunjang pada sebagian saja. Misalnya untuk jasa kebersihan, bukan merupakan keseluruhan dari proses produksi perusahaan. Sehingga harapannya bisa fokus berkompetisi pada inti bisnisnya. Namun dalam perkembangannya, akibat lemahnya sistem pengawasan dan ketegasan dalam pemberian sanksi dari pemerintah dalam hal ini Dinas tenaga kerja dan transmigrasi (Disnakertrans), maka pihak Pengusaha akhirnya berani mempraktikkan pola rekruitmen pekerja dengan sistem kontrak dan outsourcing hingga ke semua sektor.
Penyimpangan sistem kerja kontrak dan outsourcing saat ini semakin menjadi-jadi, dibeberapa wilayah industri saat ini marak sistem kerja dengan cara home industri. Contoh, pada salah satu perusahaan sepatu, untuk sebagian pekerjaan seperti menjahit sol sepatu dipekerjakan oleh ibu-ibu yang bertempat tinggal disekitar perusahaan dengan sistem borongan. Secara tidak langsung kondisi ini semakin memperparah perlindungan kepada pekerja dan perusahaan banyak diuntungkan seperti tidak harus menyediakan MCK, sarana transportasi antar jemput, tidak usah memberikan hak cuti (haid, melahirkan/gugur kandungan, libur tahunan) dll.
Diakui bahwa kondisi ini sebenarnya dampak dari melimpahnya jumlah pencari kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan. Bahkan dari beberapa diskusi justeru pencari kerja sendiri terlena dengan sistem ini, mereka mengatakan walaupun dikontrak bertahun-tahun tapi mereka berfikir yang penting dapat kerja dan pekerja outsourcing merasa tidak usah mencari kerja sendiri tapi sudah dicarikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja itu sendiri. Alhasil, bisnis jasa pengerah tenaga kerja menjadi ladang yang menggiurkan.
Sistem kerja kontrak yang didalam UU Ketenagakerjaan No. 13/2003 pasal 56 diistilahkan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), sedangkan Outsourcing itu sendiri diatur pada pasal 64 “ Perusahaan dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis “ atau dapat diartikan sebagai “alih daya”, dalam hukum ketenagakerjaan difahami sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja yang semula dimaksud sebagai efisiensi biaya produksi di mana perusahaan menghemat pengeluaran dalam membiayai sumberdaya manusia. Mereka lebih untung memberi fee kepada agen penyalur atau vendor ketimbang harus mengongkosi buruh formal (pekerja tetap). Apalagi kalau harus ada komponen pesangon, tunjangan pensiun, dll.3
Sistem efesiensi rekruitmen pekerja sistem kontrak dan outsourcing yang diperluas ini mulai marak pada tahun 2003 hingga saat ini diawali dari industri manufaktur yang memang terkenal sebagai industri padat karya, mereka secara halus dan terselubung mulai memberlakukan juga rekruitmen pekerja dengan model pocokan atau borongan. Dimana pekerja hanya dipekerjakan untuk waktu tertentu saja ketika perusahaan melimpah ordernya, namun ketika sudah sepi biasanya mereka dihentikan. Dan untuk ini kemudian dibuat kontrak-kontrak kerja dengan pekerja yang bersangkutan atau melalui industri-industri kecil yang mengambil pekerjaan pada perusahaan induk.
Tentu saja keberadaan usaha bisnis outsourcing kini bejibun jumlahnya. Dari data tahun 2006 saja tercatat, ada 22.275 perusahaan jasa tenaga kerja dengan 2.114.774 tenaga yang memberi pekerjaan pada perusahaan lain. Pada sisi pemasok, terdapat 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 tenaga kerja dan 1.082 perusahaan penyedia jasa tenaga kerja yang melibatkan 114.566 buruh. Angka-angka ini di lapangan jumlahnya bisa lebih berlipat lagi ketimbang versi laporan resmi.4
PERSOALAN YANG MUNCUL
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa bentuk fleksibilitas ini adalah penggantian status pekerja tetap menjadi pekerja kontrak atau outsourcing yang direkrut langsung oleh perusahaan atau melalui agen-agen penyalur tenaga kerja dan bahkan dijumpai management perusahaan juga menjadi agen tenaga kerja tersebut. Berbagai persoalan mulai muncul, dari penggunaan outsourcing di bagian produksi yang sebenarnya dilarang oleh UUK No.13/2003, hak-hak pekerja kontrak dan outsourcing semakin tidak jelas, periode kontrak kerja mulai keluar dari aturan perundangan sebagai contoh ; kontrak kerja dibuat mingguan, bulanan dan bahkan ada yang bertahun-tahun kerja di satu perusahaan tetapi status kerja kontrak, pemutusan hubungan kerja secara tiba-tiba dan kecenderungan tanpa memberikan hak PHK, bahkan pekerja kontrak dan outsourcing sulit mendapatkan kebebasan dalam berserikat pekerja.
Hak-hak pekerja kontrak dan outsourcing terus digerus dan menutup kesempatan menjadi pekerja tetap. Selain menaburkan kecemburuan sosial antar pekerja tetap dan kontrak, pekerja kontrak itu sendiri juga dihadapkan persoalan kepastian kerja, dimana setiap pekerja menggunakan berbagai cara untuk dapat diperpanjang kontraknya sehingga dampaknya dapat menimbulkan rasa stres karena setiap saat memikirkan apakah kontraknya diperpanjang ataukah tidak. Selain itu juga akan berdampak pada hilangnya jaminan kesehatan, pensiun, kenaikan upah, jenjang karir, dan lainnya. Pekerja yang semula berstatus pekerja tetap, berangsur-angsur diubah menjadi pekerja kontrak. Beberapa cara digunakan untuk mensukseskan pelaksanaan sistem, misalnya melakukan PHK dengan diiming-imingi pesangon, bahkan tak jarang pekerja ditekan dengan menggunakan upaya kriminalisasi agar menerima syarat-syarat PHK.
Dampak yang lebih besar akan sangat terasa barikat Pekerja. Bagaimana mereka mau berserikat dan menuntut peningkatan kesejahteraan kepada pengusaha, sementara disisi yang lain mereka harus berpikir untuk menjalankan kewajibannya dalam bekerja agar kontraknya diperpanjang lagi.
Sistem kerjgi perjuangan Serikat Pekerja, dimana semakin menjamurnya sistem kerja kontrak dan outsourcing ini akan berpengaruh terhadap masa depan gerakan Serikat Pekerja karena tidak ada kaderisasi dan keberanian pekerja untuk membentuk dan menjadi pengurus Sea kontrak dan outsourcing sesungguhnya dapat diartikan sebagai upaya pelemahan terhadap Serikat Pekerja. Pelemahan Serikat Pekerja yang dilakukan secara sistematis melalui fleksibelitas hubungan kerja dalam bentuk hubungan kerja kontrak dan outsourcing sehingga membawa efek berkurangnya pekerja tetap (anggota Serikat Pekerja) yang menjadi kekuatan dalam gerakan Serikat Pekerja selama ini.
Berbagai dampak yang tidak baik dari adanya sistem kerja kontrak dan outsourcing ini menunjukkan bahwa pelemahan Serikat Pekerja sebenarnya sudah disadari, dan bahkan diharapkan oleh para pendukung konsep pasar kerja fleksibel. Sehingga bertentangan dengan asumsi bahwa fleksibelitas menciptakan kesempatan kerja baru di sektor formal yang melindungi pekerja. Didalam konsep pasar kerja fleksibel ternyata peranan dan fungsi pemerintah dalam melindungi tenaga kerja juga dikurangi dan digantikan oleh fungsi mekanisme pasar kerja.
Dalam kondisi semacam ini institusi perlindungan pekerja tetap diperlukan, dimana fungsi pemerintah dalam hal ini adalah Disnakertrans untuk dapat melakukan pengawasan dan ketegasan pemberian sanksi terhadap para pelaku pelanggaran UU Ketenagakerjaan No.13/2003 khususnya pengguna pekerja kontrak dan outsourcing. Selain itu Serikat Pekerja bekerja lebih keras lagi untuk membangun kesadaran dan solidaritas pekerja untuk mensikapi kebijakan-kebijakan yang berdampak buruk terhadap pekerja, termasuk saat ini Serikat Pekerja menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan No.13/2003 yang salah satu pasal didalamnya mengatur tentang sistem kerja kontrak dan outsourcing yang semakin merajalela dan tidak ada batasannya.

* * *

Jumat, 05 November 2010

PENGURUS DPC SPN KOTA SEMARANG PERIODE TAHUN 2010-2015

Bahwa pada tanggal 18-19 Juni 2010 telah diselenggarakan Konferensi Cabang Luar Biasa (KONFERCABLUB) DPC SPN Kota Semarang di Hotel Citra Dewi Baru Bandungan, Kab.Semarang yang telah dihadiri dari delegasi PSP SPN se_Kota Semarang dengan agenda Laporan Pertanggungjawaban Pengurus DPC SPN periode tahun 2007-2010, Merumuskan program kerja dan APBO, serta Memilih Ketua dan pembentukan Pengurus DPC SPN Kota Semarang periode tahun 2010-2015 dan telah terpilih sbb ; 

KETUA                                                       
HERU BUDI UTOYO

WAKIL KETUA BIDANG ORGANISASI  
ANANG PRAWOTO

WAKIL KETUA BIDANG ADVOKASI     
PRIYANTO PAMUNGKAS

WAKIL KETUA BIDANG PENDIDIKAN & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN   
ANIK ARIYANI

WAKIL KETUA BIDANG KEUANGAN   
MAHROZI

SEKRETARIS                                              
KHOLILUL WASIK

WAKIL SEKRETARIS                                
YARTATIK

ADVOKAT                                                      
HENDRO AGUNG WIBOWO,SH 

STAFF DPC
NANDA GUNAWAN,SH