Selasa, 11 Maret 2014 19:22 WIB
SPN melakukan audiensi di Kantor Disnakertransduk Jateng, Selasa (11/3).
Laporan wartawan Tribun Jateng, Raka F Pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Tengah, mengaku kecewa terhadap pedoman survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang tengah disosialisasikan untuk menjadi dasar upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2015.
Sekretaris SPN Jateng, Nanang Setyono, mengatakan, pedoman survei KHL itu disinyalir hanya copy paste dari Peraturan Menteri (Permen) 13 tahun 2012. "Bahkan nilainya pedoman survei itu lebih rendah dibandingkan KHL yang sudah ditetapkan pada masing-masing kabupaten/kota," kata dia, kepada Tribun Jateng, di sela-sela audiensi di Kantor Disnakertransduk Jateng, Selasa (11/3/2014).
Menurut Nanang, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan pedoman survei KHL di antaranya yakni merek barang, mekanisme survei dan tempat survei.
Selain itu, pedoman survei KHL juga menyentuh bulan Desember. Sebab, selama ini survei tidak pernah menyentuh bulan tersebut. "Merek barang pada pedoman survei KHL harus berani dicantumkan. Sehingga bila barang itu tidak ada dapat diganti minimal dengan kualitas yang sama," jelasnya.
Sedangkan dalam mekanisme surveinya, dibolehkan untuk menyurvei harga di pusat perbelanjaan modern di tengah kota. Bila barang obyek survei tidak terdapat di pasar. "Survei pasar juga harus di tengah kota. Karena ini menetapkan UMK, bukan menetapkan UMDes," jelasnya.
Konsep yang tertuang pedoman survei KHL tersebut, diharapkan bisa secepatnya dijadikan Peraturan Gubernur (Pergub) sesuai janji Gubernur Jawa Tengah, di Wisma Perdamaian beberapa waktu lalu.
"Pergub itu juga harus diterapkan 35 kabupaten/kota, dan bagi yang melanggarnya harus dikenakan sanksi sehingga tidak ada lagi perbedaan persepsi dasar penentuan KHL," katanya. (*)
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jawa Tengah, mengaku kecewa terhadap pedoman survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang tengah disosialisasikan untuk menjadi dasar upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2015.
Sekretaris SPN Jateng, Nanang Setyono, mengatakan, pedoman survei KHL itu disinyalir hanya copy paste dari Peraturan Menteri (Permen) 13 tahun 2012. "Bahkan nilainya pedoman survei itu lebih rendah dibandingkan KHL yang sudah ditetapkan pada masing-masing kabupaten/kota," kata dia, kepada Tribun Jateng, di sela-sela audiensi di Kantor Disnakertransduk Jateng, Selasa (11/3/2014).
Menurut Nanang, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan pedoman survei KHL di antaranya yakni merek barang, mekanisme survei dan tempat survei.
Selain itu, pedoman survei KHL juga menyentuh bulan Desember. Sebab, selama ini survei tidak pernah menyentuh bulan tersebut. "Merek barang pada pedoman survei KHL harus berani dicantumkan. Sehingga bila barang itu tidak ada dapat diganti minimal dengan kualitas yang sama," jelasnya.
Sedangkan dalam mekanisme surveinya, dibolehkan untuk menyurvei harga di pusat perbelanjaan modern di tengah kota. Bila barang obyek survei tidak terdapat di pasar. "Survei pasar juga harus di tengah kota. Karena ini menetapkan UMK, bukan menetapkan UMDes," jelasnya.
Konsep yang tertuang pedoman survei KHL tersebut, diharapkan bisa secepatnya dijadikan Peraturan Gubernur (Pergub) sesuai janji Gubernur Jawa Tengah, di Wisma Perdamaian beberapa waktu lalu.
"Pergub itu juga harus diterapkan 35 kabupaten/kota, dan bagi yang melanggarnya harus dikenakan sanksi sehingga tidak ada lagi perbedaan persepsi dasar penentuan KHL," katanya. (*)