Sumber: http://mediaumat.com
Bambang Wirahyoso, Ketua DPP Serikat Pekerja Nasional
UU SJSN dan UU BPJS dikemas
sedemikian rupa sehingga tampak memberikan mimpi indah bagi masyarakat.
Melalui kedua UU itu seolah-olah rakyat akan mendapatkan pelayanan
gratis kesehatan dan lainnya dari pemerintah. Tapi benarkah seperti itu?
Berikut wawancara wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan
Ketua DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Bambang Wirahyoso.
Mengapa Serikat Pekerja Nasional menolak UU SJSN dan UU BPJS?
Sebetulnya sejak RUU BPJS, kita sudah
ingatkan bahwa kami menyatakan menolak karena kedua undang-undang ini
sarat dengan kepentingan asing, neolib. Biayanya sampai USD 250 ribu
dari ADB. Nah, ini berarti syarat dengan pesanan asing.
Kita sudah punya pengalaman, pendidikan
diliberalkan melalui UU BHP, minyak dan gas juga diliberalkan melalui UU
Migas, berikutnya juga kesehatan diliberalkan dengan UU Kesehatan.
Maka kita harus sadar betul bahwa semua
ini akan diprivatisasi. Jadi kami menolak UU BPJS itu dari sejak awal
dan ketika disahkan ternyata betul, UU ini sangat neolib.
Upaya SPN membatalkan UU ini?
Ada upaya hukum yang kita lakukan. Pertama, tentu saja kita akan melakukan uji materi UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Kedua,kita
juga ingin presiden mengeluarkan Perppu. Saat ini kita berharap SBY
mengeluarkan Perppu. Artinya, menghentikan UU tersebut agar tidak
berjalan. Kembali kepada UU yang lama dulu. Baru kita bicara kembali
tentang UU jaminan sosial yang betul, yang baik. Yang betul-betul
menjamin rakyat Indonesia, bukan iuran, bukan asuransi.
Bagaimana jika tuntutan Anda agar Presiden mengeluarkan Perppu gagal?
Jika sampai batas waktu dua minggu tidak
dipenuhi, kami akan melakukan advokasi persiapan penarikan dana jaminah
hari tua (JHT) di semua tingkat cabang Jamsostek.
Nanti apakah akan melakukan aksi yang
lebih besar lagi atau sekitar 437 ribu orang angota kami akan langsung
menarik dana JHT di semua tingkat cabang Jamsostek, itu akan kami bahas
dulu. Yang jelas kami akan tarik dana JHT itu.
Tapi kalau presiden melalui menteri atau
menteri tenaga kerja atau melalui siapa pun ada niat baik untuk
mengeluarkan Perppu, tetapi meminta waktu karena harus dipersiapkan,
dibahas dan lainnya, kami akan menghormati itu sampai dengan presiden
mengeluarkan Perppu.
Ada berapa rupiah uang buruh di Jamsostek?
Sudah mencapai Rp 120 trilyun.
Kenapa ditarik?
Karena kalau JHT tidak ditarik, maka menurut UU BPJS uang kami itu akan diserahkan ke BPJS.
Mengapa?
Karena dengan berlakunya UU BPJS,
Jamsostek sudah tidak berlaku lagi. Padahal PT Jamsostek di bawah BUMN
diubah menjadi badan publik BPJS, belum jelas. Harusnya tidak boleh
begitu. Semestinya selesaikan hak kita dulu di Jamsostek, nanti kita mau
masuk ke BPJS, itu hak kami, tidak boleh dipaksa-paksa.
Tapi yang paling esensial dan
fundamental dengan diberlakukannya UU yang sangat anarkis ini adalah
dari kewajiban negara pada rakyatnya menjadi kewajiban rakyat bagi diri
sendiri.
Mudah-mudahan presiden bisa mempertimbangkan ini. Karena kalau sampai JHT kami ambil serentak akan terjadi keguncangan ekonomi.
Kok bisa?
Karena dana Jamsostek kan sudah
diinvestasikan ke mana-mana. Tetapi ya memang tiada jalan lain, karena
ini memang hak kami. Oleh karena itu, sebelum kami mengambil dana kami,
saya minta presiden mem-Perppu-kan saja.
Bukankah DPR menyatakan UU ini untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan sosial?
Ya, saya dengar DPR mengatakan dengan UU
BPJS ini, jaminan sosial akan lebih baik. Dan jaminan sosial ini
gratis untuk rakyat Indonesia. Kemudian tidak ada batasan, unlimited. Jaminan untuk segala penyakit. Ternyata semua itu tidak benar.
Faktanya?
Tidak gratis, yaitu membayar iuran.
Setiap warga negara wajib membayar iuran setiap bulan (premi). Mereka di
bagi tiga kelompok. Pertama, fakir miskin. Preminya Rp 22.500 dibayar oleh negara.
Kedua, buruh. Preminya 2
persen dari upah. Yang mendapatkan jaminan kesehatan, yang tadinya
tidak dikenakan biaya, dengan UU BPJS ini dikenakan iuran. Yang
rencananya menurut PP itu 3 persen pengusaha dan bagi buruh 2 persen.
Padahal dulu semuanya 6 persen dari pengusaha.
Ketiga,selain dua kategori di
atas. Seperti pekerja swasta, UKM, PKL, supir, dll. preminya itu ada
tiga flapon. Untuk kelas tiga Rp 22.500. Kelas dua Rp 40.000 dan kelas
satu Rp 50.000.
Tapi, waktu belum disahkan dikatakan
oleh DPR, Oneng (Rieke Diah Pitaloka, red) khusunya, bahwa semua jenis
penyakit gratis. Apalagi pemahamannya, yang harus kita perhatikan, semua
ditanggung oleh negara. Jadi orang berpikir, pensiun dapat, kesehatan
juga dapat, kematian dapat, kecelakaan juga dapat. Kan luar biasa
kebohongan-kebohongan ini. Karena pada faktanya kita harus bayar premi
untuk masing-masing jaminan.
Untuk kesehatan saja, dalam UU tersebut faktanya tidak unlimited. Dan dinyatakan betul ketika standar pemerintah sudah menyatakan tidak cukup, kita bayar lagi, co sharing lagi. Yang diobati juga ternyata pengobatan dasar, esensial. Jadi kalau ada yang sakit jantung, ginjal, HIV/AIDS, cuci darah, check up, tidak mendapat jaminan sehingga harus bayar sendiri.
Apa bila tidak membayar iuran, akan dikenakan sanksi.
Apa sanksinya?
Pertama, sanksi administrasi. Kedua, teguran. Ketiga, denda satu persen perbulan selama terlambat.Keempat, tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
Sedangkan bagi pengusaha yang tidak
menyertakan karyawannya ke BPJS akan dikenai sanksi denda Rp 1 milyar
dan kurungan delapan tahun.
Tapi kalau BPJS melanggar, tidak mau
memenuhi kewajiban terhadap kita, maka prosesnya cuma mediasi. Kalau
mediasi tidak selesai maka dibawa ke pengadilan negeri. Lha, bagaimana
buruh bisa melakukan itu? Lebih parah lagi, BPJS ini tidak bisa
dikenakan UU Pailit.
Jadi tidak bisa digugat?
Jadi kalau saya gugat karena tidak
memenuhi kewajibannya kepada saya, maka saya gugat. Begitu saya gugat
dan menang, misal BPJS harus bayar kepada saya Rp 100 juta. Tapi BPJS
tidak membayar lantaran alasan apa saja, maka harusnya kan saya punya
hak tagih, mempailitkan BPJS agar bisa membayar saya. Itu tidak boleh,
dalam UU itu tidak bisa.
Jadi UU ini membuat BPJS sangat superbody, sangat anarkis! Karena UU lainnya bisa tidak diberlakukan gara-gara UU BPJS ini.
Lantas siapa yang menikmati dana yang sangat besar itu?
Dana yang ratusan trilyun ini akan
diserap oleh lembaga-lembaga asuransi asing rekanan BPJS. Sehingga
asinglah yang menikmati uang ini, bukan rakyat Indonesia. Dana ini juga
bisa digunakan oleh pejabat dalam meraih kepentingan pribadi dan
golongan sehingga sangat dimungkinkan untuk terjadi skandal seperti
skandal Century, karena dana BPJS ini sangat likuid. Bisa menalangi
macam-macam.
Kok bisa?
Dananya begitu besar, ratusan trilyun
dan tidak mungkin akan terpakai semua untuk pengobatan. Setiap orang kan
maunya sehat. Kalau sehat uang itu tidak terpakai kan?
Kalau rakyat sehat uangnya dikembalikan lagi ke publik?
Tidak, peraturannya tidak mangharuskan
uang itu balik lagi kepada publik. Jadi ini seperti dana abadi umat di
Kementerian Agama lah. Jadi jelaslah, bahayanya uang kita ini akan
digunakan untuk kepentingan-kepentingan asing dan untuk
kepentingan-kepentingan politik para pejabat yang dapat mengakses dana
ini.
Siapa pejabat itu?
Simpulkan sendiri lah. Yang jelas dalam
UU ini keputusan direksi saja, sudah bisa mengalirkan aset sampai Rp 100
milyar. Untuk presiden sampai Rp 500 milyar, di atas Rp 500 milyar baru
ke DPR.