Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Senin, 27 Desember 2010

ANGGOTA DPC SPN KOTA SEMARANG

1. PSP SPN PT.INDOMULTI PLASINDO (sektor plastik) JL.BRIGJEN SUDIARTO KM.11 SEMARANG Jumlah anggota L:146 P:199 Total:345 orang.

2. PSP SPN PT.TRIMULYO KENCANA MAS (sektor kulit) JL.KALIGAWE KM.7 SEMARANG Jumlah anggota L:28 P:3 Total:31 orang.

3. PSP SPN PT.RODEO (sektor garment) JL.KALIGAWE KM.8 SEMARANG Jumlah anggota L:143 P:654 Total:797 orang.

4. PSP SPN PT.PANTJA TUNGGAL KNITTING I (sektor garment) JL. SIMONGAN NO.98 SEMARANG Jumlah anggota L:244 P:1448 Total:1692 orang.

5. PSP SPN PT.PANTJA TUNGGAL KNITTING II (sektor garment) JL.EMPU TANTULAR SEMARANG Jumlah anggota L:39 P:748 Total:787 orang.

6. PSP SPN PT. SANDRATEX (sektor textil) JL.GAJAH NO.1 SEMARANG Jumlah anggota L:76 P:86 Total:162 orang.

7. PSP SPN PT.SINAR PANTJA DJAJA (sektor textil) JL.CONDRO KUSUMO NO.1 SEMARANG Jumlah anggota L:958 P:862 Total:1820 orang.

8. PSP SPN PT.SAI APPAREL INDUSTRIES (sektor garment) JL.BRIGJEN. SUDIARTO KM.11 SEMARANG Jumlah anggota L:459 P:8083 Total:8542 orang.

9. PSP SPN PT.BITRATEX INDUSTRIES (sektor textil) JL.BRIGJEN. SUDIARTO KM.11 SEMARANG Jumlah anggota L:468 P:1707 Total:2175 orang.

10. PSP SPN PT.INDONESIA KNITTING FACTORY (sektor garment) JL.EMPU TANTULAR NO.54 SEMARANG Jumlah anggota L:4 P:201 Total:205 orang.

11. PSP SPN PT.AMOR ABADI (sektor kulit) JL. TERBOYO INDUSTRI VII/6 SEMARANG Jumlah anggota L:44 P:1 Total:45 orang.

12. PSP SPN PT.HERCULON CARPET (sektor karpet) JL.RAYA SEMARANG KENDAL KM.11 SMG Jumlah anggota L:148 P:9 Total:157 orang.

13. PSP SPN PB.SAMODRA (sektor textil) JL.TAMBRA NO.85 SEMARANG Jumlah anggota L:11 P:129 Total:140 orang.

14. PSP SPN PP.REDJOMULYO (sektor plastik) JL.GAJAH NO.1- 17 SEMARANG Jumlah anggota L:61 P:21 Total:82 orang.

15. PSP SPN PT.SINAR MOJOPAHIT (sektor transportasi) JL.RAYA KALIGAWE KM.7 SEMARANG Jumlah anggota L:89 P:0 Total:89 orang.

16. PSP SPN PT.PASARAYA SRI RATU (sektor retail) JL.PEMUDA NO.29-33 SEMARANG Jumlah anggota L:49 P:176 Total:225 orang.

17. PSP SPN PT.JANSEN INDONESIA (sektor meubel) JL.GATOT SUBROTO BLOK 7 NO.9 SMG Jumlah anggota L:261 P:215 Total:476 orang.

18. PSP SPN PT.MAZUVO INDO (sektor meubel) JL.GATOT SUBROTO BLOK 11 C SMG Jumlah anggota L:21 P:9 Total:30 orang.

19. PSP SPN PT.GLORY INDUSTRY SEMARANG II (sektor garment) JL.COASTER NO.8 SEMARANG Jumlah anggota L:8 P:76 Total:84 orang.

20. PSP SPN PT.WINDIKA UTAMA (sektor makanan) JL.BERINGIN SEMARANG Jumlah anggota L:2 P:38 Total:40 orang.

21. PSP SPN CV.PANCA GEMILANG (sektor plastik) JL.RAYA SMG-PURWODADI KM.16 DEMAK Jumlah anggota L:30 P:70 Total:100 orang.

22. PSP SPN PT.WOODLAND FURNITURE INDUSTRY (sektor meubel) JL.RAYA SMG-PURWODADI KM.16 DEMAK Jumlah anggota L:84 P:26 Total:110 orang

23. PSP SPN PT.PENTASARI PRANAKARYA (sektor karet)JL.TAMBAK AJI I NO.1 SEMARANG Jumlah anggota L: 93 P: 9 Total: 102 orang.

24. PSP SPN PT.INTIDAYA RAJAWALI MULYA (distributor) JL.TUGU WIJAYA KUSUMA GANG 3 SEMARANG Jumlah anggota L:100 P:4 Total: 104 orang.

25. PSP SPN PT.PASARAYA SRIRATU 2 (sektor retail) JL.MT HARYONO SEMARANG Jumlah anggota Total: 77 orang. (TUTUP Tgl.1Des 2012)

26. PSP SPN CV.LARIS JAYA (sektor plastik) KAWASAN INDUSTRI TERBOYO PARK M.33 SEMARANG Jumlah anggota Total:90 orang.

27. PSP SPN PT.MULYAPRIMA REPLICATAMA (sektor Meubel) Jl.Industri Raya LIK XII No.464 SEMARANG Jumlah anggota Total : 40 orang.

28. PSP SPN PT.GRANDBEST INDUSTRY (sektor Garment) Jl.Coaster No.8 Blok.B 20-21 SEMARANG Jumlah anggota sementara : 1450 orang.

29. PSP SPN PT.PLOSS ASIA (sektor Meubel) Kawasan Industri Wijaya Kusuma SEMARANG Jumlah anggota : 200 orang.

30. PSP SPN PT.KENCANA LABEL INDUSTRY (sektor accesoris) Jl.Raya Semarang- Kendal Km.16 SEMARANG Jumlah anggota : 60 orang.

31. PSP SPN PT.KENCANA SEHATI (sektor percetakan) Jl.Raya Semarang-Kendal Km.12 SEMARANG Jumlah anggota : 42 orang.

32. PSP SPN PT.LANGGENG MAKMUR (sektor makanan mie kering) Jl.Boja-Ngaliyan-Kedungpane No.34 Semarang, Jumlah anggota : 40 orang.

33. PSP SPN PT.JOHNGLOVE (sektor Garment) Jl.Beringin Raya No.871 Tambakaji,Ngaliyan Semarang, Jumlah Anggota : 166 orang

34. PSP SPN PT.SABDA JAYA PRIMA (sektor Acessoris Mobil/Nasmoco) Jl.Raya Walisongo Km.11 No.203 Tambakaji Semarang, Jumlah Anggota : 35 orang.

35. PSP SPN PT.SUNGAI BUDI (sektor transportasi) Jl.Gang Besen  No.95 Semarang, Jumlah anggota : 28 orang.

36.PSP SPN PT.LUCKY TEXTILE SEMARANG (sektor Garment) Jl.Coaster 8 Blok A No.7-10 TEPZ Semarang, Jumlah anggota : 135 orang.

TOTAL JUMLAH ANGGOTA SPN KOTA SEMARANG TOTAL; 20.491 orang.

Minggu, 19 Desember 2010

UMK 2011 di Jawa Tengah

Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2011 rata-rata sebesar Rp780.801,44 per bulan atau masih di bawah angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang mencapai Rp830.108,4/bulan. Namun angka tersebut naik sekitar 6,25 persen dibanding 2010 yang mencapai Rp734.874,08 per bulan. Adapun rata-rata pencapaian upah minimum 2011 terhadap angka survei kebutuhan hidup layak mencapai 94,09 persen.
Daftar upah minimum 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011:

1. Kota Semarang Rp961.323
2. Kabupaten Demak Rp847.987
3. Kabupaten Kendal Rp843.750
4. Kabupaten Semarang Rp880.000
5. Kota Salatiga Rp843.469
6. Kabupaten Grobogan Rp735.000
7. Kabupaten Blora Rp816.200
8. Kabupaten Kudus Rp840.000
9. Kabupaten Jepara Rp758.000
10. Kabupaten Pati Rp769.550
11. Kabupaten Rembang Rp757.600
12. Kabupaten Boyolali Rp800.500
13. Kota Surakarta Rp826.252
14. Kabupaten Sukoharjo Rp790.500
15. Kabupaten Sragen Rp760.000
16. Kabupaten Karanganyar Rp801.500
17. Kabupaten Wonogiri Rp730.000
18. Kabupaten Klaten Rp766.022
19. Kota Magelang Rp795.000
20. Kabupaten Magelang Rp802.500
21. Kabupaten Purworejo Rp755.000
22. Kabupaten Temanggung Rp779.000
23. Kabupaten Wonosobo Rp775.000
24. Kabupaten Kebumen Rp727.500
25. Kabupaten Banyumas Rp750.000
26. Kabupaten Cilacap:
Wilayah Kota Rp790.000
Wilayah Timur Rp691.000
Wilayah Barat Rp675.000
27. Kabupaten Banjarnegara Rp730.000
28. Kabupaten Purbalingga Rp765.000
29. Kabupaten Batang Rp805.000
30. Kota Pekalongan Rp810.000
31. Kabupaten Pekalongan Rp810.000
32. Kabupaten Pemalang Rp725.000
33. Kota Tegal Rp735.000
34. Kabupaten Tegal Rp725.000
35. Kabupaten Brebes Rp717.000

Artikel ; Memberi Hak Buruh secara Wajar

Sumber :Wacana lokal Suara Merdeka
20 Nopember 2010

* Oleh Lathifah Hanim

SETIAP menjelang penetapan upah minimum kota/ kabupaten (UMK) yang dilakukan oleh pemerintah, kita selalu diingatkan pada nasib buruh yang umumnya masih buruk. Banyak pekerja tidak dapat memperbaiki nasibnya meski telah bekerja keras selama bertahun-tahun karena UMK yang akan mereka dapatkan pada tahun depan, masih jauh dari kemampuan untuk bisa menutup kebutuhan dasar kehidupannya.

Gubernur Bibit Waluyo pada Kamis (18/10) menetapkan UMK, dengan Kota Semarang tertinggi yakni Rp 961.323, dan terendah Cilacap wilayah barat yakni Rp 675.000 (SM, 19/10/10).

Hingga saat ini masih banyak perusahaan yang mengabaikan jaminan sosial bagi pekerjanya. Bukan sekadar dengan membayar rendah, di bawah UMK, tetapi juga tidak menjamin kehidupan sosial dan kesehatannya. Apalagi masa depannya, ketika mereka sudah tidak lagi bekerja, sehingga ada kesan seperti pepatah habis manis sepah dibuang.
Ironisnya, saat mengalami kecelakaan kerja dan tidak lagi bisa bekerja, banyak buruh tidak diberi pengobatan secara layak dan tidak diberi hak-hak buruh lainnya. Terkadang tidak masuk karena sakit pun, upahnya dipotong.

Hingga saat inipun masih banyak perusahaan yang tidak mengikutsertakan buruhnya sebagai peserta Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Ada pula perusahaan yang memanipulasi data buruh terkait dengan Jamsostek.

Esensi dari perlakuan buruk perusahaan seperti itu adalah ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak peduli pada apa yang menjadi kebutuhan dasar para pekerjanya. Yang penting membayar para buruh, selesai, atau tidak membayar dengan tepat waktu. Banyak perusahaan, termasuk perusahaan besar, yang ternyata tidak ingin mengeluarkan hak-hak buruh sebagaimana mestinya.

Hal itu terjadi pada perusahaan yang tidak memiliki basis sosial yang baik pada buruhnya. Mentalitas pimpinan perusahaan yang demikian jelas akan membuat buruhnya terus berpenghasilan rendah dan tidak memiliki jaminan sosial yang baik.

Pengabaian hak-hak buruh seperti itu bukannya tidak diketahui pemerintah. Pemerintah tahu, tapi tetap saja lamban dalam bertindak. Malah terkadang cenderung memihak pengusaha meski selalu berjanji akan memperbaiki nasib buruh.

Pengabaian Jamsostek selama ini akhirnya membuat buruh bangkit dan berusaha berjuang untuk mendapatkan hak-haknya. Namun usaha mendapatkan hak-hak buruh sebagaimana dijamin oleh undang-undang, sering tidak kesampaian karena banyak hal yang melingkupi.

Yang dibutuhkan para buruh sekarang ini adalah, adanya perbaikan UMK dan harapan agar pemerintah selalu adil dalam memihak mereka. Memihak kepada para pekerja juga pada saat mereka terus ditekan adalah sebuah keharusan karena buruh juga manusia yang harus dilindungi oleh pemerintah dari tindakan perusahaan yang merugikan.
Pengawasan Optimal Sekarang ini, bertindak cepat dan tegas terhadap perusahaan yang berlaku buruk pada buruhnya adalah pilihan tunggal. Pemerintah harus dapat lebih memihak pada buruh ketika menetapkan UMK dan menghadapi perusahaan yang berbelit-belit dalam pemberian hak-hak para pekerjanya.

Agar di masa-masa yang akan datang hak-hak buruh tidak diabaikan, tidak dilanggar, dan bisa lebih baik pemberiannya oleh perusahaan, maka pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan oleh pemerintah perlu terus dioptimalkan. Perusahaan harus diingatkan tentang kewajibannya untuk menghormati dan mewujudkan hak-hak buruh.

Agar kewajiban itu dapat diwujudkan oleh pengusaha, budaya perusahaan berbasis sosial harus ditumbuhkembangkan. Pemerintah harus mendorong penumbuhkembangan budaya tersebut demi sejahteranya buruh.

Pemerintah adalah harapan terakhir para buruh. Jangan sampai ada cap buruh tetap tidak membaik nasibnya karena ketidakpedulian pemerintah dan buruknya sikap aparat terkait dalam urusan nasib buruh.

Bila memang hak-hak buruh belum diberikan dengan wajar, jangan biarkan itu terus terjadi dan ubahlah secepatnya agar dapat diberikan secara wajar tanpa harus pekerja meminta. Pemerintah mampu melakukan itu dan sudah saatnya bertindak lebih tegas terhadap perusahaan yang main-main dengan pemberian hak-hak buruhnya. (10)

— Lathifah Hanim SH MHum MKn, dosen Fakultas Hukum Unissula Semarang

Jumat, 17 Desember 2010

Artikel ; PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PEKERJA

Polemik Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Kota Semarang Tahun 2011

Oleh ; Hendro Agung Wibowo

Cukup tergelitik membaca tulisan yang dibuat Sdr. Ekwan Priyanto dalam wacana lokal di harian Suara Merdeka pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2010 terkait dengan penetapan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) di Kota Semarang pada akhir-akhir ini. Dimana dalam tulisan yang diberi judul Besaran UMK Dinanti dan Dimaki, diuraikan secara singkat peran Pemerintah dalam menetapkan UMK khususnya di Kota Semarang. Namun satu hal yang perlu ditegaskan adalah terkait dengan sejauhmana peran dan perlindungan Pemerintah dalam hal ini untuk menjalankan mandat dalam mensejahterakan rakyatnya dalam hal ini Pekerja.

Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis ingin menjelaskan sejauhmana peran Negara dalam hal ini Pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya khususnya Pekerja dalam hal penetapan UMK. Jadi tidak hanya sebatas menunjukan sejauhmana Pemerintah harus bersikap sebagaimana yang diinginkan oleh Sdr. Ekwan Priyanto bahwa Pemerintah harus memperhatikan kepentingan kedua belah pihak yaitu Pengusaha dan Pekerja. Namun mandat apa yang harus dijalankan oleh Pemerintah sesuai dengan regulasi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

DASAR HUKUM PENETAPAN UMK
Konstitusi dasar kita jelas menyebutkan dalam Pasal 28 D ayat (2) bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakukan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Yang perlu digarisbawahi disini adalah bahwa hak dari setiap Pekerja untuk mendapatkan imbalan yang layak dalam hubungan kerja. Sehingga secara lebih lanjut ditegaskan pula dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan khususnya Pasal 88 ayat (1) jelas disebutkan bahwa “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Dan untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi bagi pekerja/buruh (Pasal 88 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003). Jadi dengan ketentuan ini semakin memperjelas peran yang harus dilakukan oleh Pemerintah khususnya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam menetapkan besaran UMK. Terlebih lagi diuraikan dalam tulisan Sdr. Ekwan Priyanto bahwa UMK ditetapkan sebagai jaring pengaman namun justeru fakta dilapangan yang terjadi justeru sebaliknya dimana UMK dijadikan sebagai tolok ukur dalam memberikan upah kepada Pekerja/Buruh, artinya betapa dominannya peran yang dimiliki oleh Pemerintah dalam penetapan UMK tiap tahunnya.

Salah satu tugas Pemerintah kemudian dimanifestasikan dengan membentuk Dewan Pengupahan dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota. Dengan tugas dan kewenangannya masing-masing, hal ini didasarkan pada Keputusan Presiden No. 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan Republik Indonesia. Dan kemudian berdasarkan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten akan melakukan survey kebutuhan harga-harga barang di pasaran berdasarkan pada item-item yang sudah ditentutakan dalam Permenakertrans tersebut.

CARUT MARUTNYA MEKANISME PENETAPAN UMK
Tak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap penetapan UMK, baik Pengusaha maupun Pekerja melakukan tekanan-tekanan pada pengambil keputusan untuk mempengaruhi besaran penetapan UMK. Tekanan ini bisa berupa sistematis hingga sporadis yang berujud pada aksi-aksi massa, lobby-lobby, dan negosiasi. Tentu dengan kepentingannya masing-masing, tapi satu hal yang pasti adalah bagaimana regulasi atau aturan yang ada bisa dijalankan oleh Pemerintah dengan baik inilah yang harus diuji dilapangan.
Namun fakta dilapangan selalu berbeda dalam bahasa hukum antara Das Sein dan Das Sollennya tidak pernah sama. Sebagaimana diketahui bahwa Pelaksanaan konversi Minyak Tanah ke Gas yang dilakukan oleh Pemerintah pada akhir tahun 2008 lalu, turut mempengaruhi pula dalam penentuan item pengupahan kali ini. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, terdapat 7 item pokok dan 46 subitem yang digunakan sebagai dasar survey untuk menentukan berapa kebutuhan hidup layak (KHL) dan salah satu itemnya adalah menggunakan kompor minyak tanah.

Persoalan inilah yang secara sumir terungkap dilapangan yang menjadi faktor persoalan penetapan UMK pada tahun 2011 esok. Berawal dari munculnya surat Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI dan Jamsostek) bernomor B.149/PHIJSK/III/ 2010 tertanggal 17 Maret 2010 perihal konversi kompor minyak tanah ke kompor gas yang ditujukan kepada Para Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas di Propinsi dan Kabupaten/Kota, Ketua Dewan Pengupahan Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Dimana surat ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari rekomendasi forum konsultasi dan komunikasi Dewan Pengupahan Se-Indonesia yang disepakati pada tanggal 17 Oktober 2009 bertempat di Hotel Evergreen Puncak – Bogor. Berdasarkan rekomendasi tersebut penggunaan kompor gas satu tungku ukuran sedang lengkap dengan satu regulator dan satu selang dengan jumlah kebutuhan sebanyak 1 buah kompor gas selama 36 bulan menjadi pengganti penggunaan Item kompor minyak tanah.
Perlu diinformasikan pula bahwa Dewan Pengupahan Provinsi (DEPEPROV) Jawa Tengah pada tanggal 23 Maret 2010 telah mensepakati konversi minyak tanah ke Gas dalam Komponen KHL, dimana kesepakatan tersebut isinya adalah sebagai berikut untuk mengetahui nilai komponen kompor gas dilakukan dengan menjumlahkan harga kompor gas 1 (satu) tungku standart SNI dan selang serta regulator, dengan perincian sebagai berikut : Kompor gas dengan merek rinnai 301. TDC 11 a, Winn Gas, Quantum 101 RB atau Niko 100 stainless steel, dengan masa penggunaan (lifetime) selama 5 tahun (60 bulan); Selang dan regulator dengan merk Indogas, Golden Gas, Todachi, atau MLS, dengan masa penggunaan (lifetime) selama 5 tahun (60 bulan).

Guna mengetahui nilai komponen gas yang digunakan selama 1 bulan dilakukan dengan rincian sebagai berikut : Konversi 1 liter minyak tanah setara 0,57 Kg gas; Harga gas yang digunakan setara dengan harga gas tabung isi 3 Kg; Kebutuhan 1 bulan komponen gas sebesar 5,7 Kg. Survey kompor gas (termasuk selang dan regulator) dan gas dilakukan ditoko sekitar pasar.

Disinilah awal mula munculnya kontradiksi atau ketimpangan hukum antara Surat yang dikeluarkan oleh Dirjen PHI dan Jamsostek diatas dengan kesepakatan DEPEPROV JATENG. Dimana melalui berita acara sidang pleno tertanggal 12 April 2010, DEPEPROV JATENG kembali melakukan interprestasi terhadap Surat Dirjend PHI dan Jamsostek tersebut diatas, dengan pertimbangan : Surat edaran Dirjend PHI dan Jamsos yang merekomendasikan penggunaan kompor gas selama 36 (tiga puluh enam) bulan tidak jelas indikator/spesifikasi kompor gasnya dan baru diterima tanggal 30 Maret 2010. Kesepakatan DPP Prop Jateng tanggal 23 Maret 2010 tentang kesepakatan Konversi minyak tanah ke Gas dalam komponen KHL telah disosialisasikan kepada 35 (tiga puluh lima) kabupaten/kota pada tanggal 25 s/d 26 Maret 2010 di Kabupaten Cilacap dan tanggal 30 s/d 31 Maret 2010 di Kota Semarang.

Padahal jelas disebutkan dalam ketentuan Pasal 21 Keppres 107 Tahun 2004 tugas Dewan Pengupahan Propinsi sebatas memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP); Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral (UMS); Penerapan sistem pengupahan di tingkat Provinsi. Serta menyiapkan bahan perumusan bagi pengembangan sistem pengupahan nasional.

Apakah DEPEPROV JATENG mempunyai kewenangan untuk membuat kesepakatan dan mengganti regulasi diatasnya? tentu saja tidak. Dan kesepakatan inilah yang kemudian menjadi rujukan atau dasar dari Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten se Jawa Tengah dan Semarang pada khususnya untuk menjalankan tugasnya dalam melakukan survey harga dipasaran untuk mencari besaran KHL pada tahun 2010 yang akan digunakan sebagai dasar penetapan UMK pada tahun 2011 esok.

Artinya jika dikaitkan dengan tugas dari DEPEPROV berdasarkan Pasal 21 Keppres 107 Tahun 2004, kesepakatan yang dibuat oleh DEPEPORV JATENG jelas telah jauh melampaui kewenangannya. Terlebih jika dilihat dari kontruksi aturan hukum yang ada jelas telah terjadi beberapa kali perubahan aturan yang berdampak pada penurunan kualitas. Dimana Peraturan yang dibuat oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bernomor 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL diganti dengan dengan Surat Edaran dari Dirjen PHI dan Jamsostek bernomor B.149/PHIJSK/III/ 2010 tertanggal 17 Maret 2010 perihal konversi kompor minyak tanah ke kompor gas. Dan Surat dari Dirjen ini diganti dengan kesepakatan yang dibuat oleh DEPEPROV JATENG.

Inilah awal mula munculnya polemik dalam penetapan UMK di Kota Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya pada tahun 2011 esok. Terlebih lagi jika menilik data yang ada khususnya di Kota Semarang dengan adanya pemberlakuan konversi Minyak Tanah ke Gas ternyata Pekerja telah dirugikan dengan berkurangnya nilai KHL yaitu sebesar Rp. 12.727,- berdasarkan penghitungan KHL oleh DPC SPN Kota Semarang tanpa Konversi Minyak Tanah ke Gas diperoleh angka Rp. 976,639,13 (Baca Walikota Bisa Revisi UMK 2011, Suara Merdeka, Kamis, 20 Oktober 2010).

Namun apakah fakta ini telah disampaikan oleh Pemerintah tentu menjadi satu pertanyaan, mengingat persoalan ini cenderung dikaburkan dengan persoalan kenaikan nominal yang memberatkan pengusaha. Dan apakah fenomena carut marut regulasi ini sudah menjadi cirikas dari wajah bopeng hukum di negara Kita, tentu saja menjadi keprihatinan tersendiri.

REKOMENDASI TINDAKAN
Terkait dari apa yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan yang pertama terkait dengan konsistensi sikap dari Pemerintah sendiri. Bahwa regulasi sudah jelas bagaimana mengatur mekanisme penetapan UMK. Jadi tidak perlu untuk melakukan tindakan yang sifatnya keluar dari regulasi yang sudah ada, terlebih melakukan perubahan terhadap regulasi yang ada diatasnya oleh institusi yang dibawahnya, parahnya aturan dibawahnya justeru lebih rendah kualitasnya daripada aturan yang ada diatasnya. Karena jika demikian kejadiannya maka kebijakan penetapan UMK pada tahun 2011 yang sedianya diputuskan melalui Surat Keputusan oleh Gubernur Jawa Tengah, rentan untuk dilakukan gugatan hukum mengingat keabsahan dari mekanisme yang ada.

Kedua, mengingat relevansi dari Permenaker No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL khususnya terhadap item-item survey yang ada mulai banyak dipertanyakan jika dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya dari Pekerja di lapangan. Tentu saja hal ini butuh penyesuaian dan perubahan dari item-item tersebut, oleh karena itu Menteri Tenaga Kerja harus tanggap dengan persoalan ini, jangan sampai perubahan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak berkompeten untuk itu.

Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa semangat dari dibuatnya aturan sebenarnya adalah untuk melindungi mereka yang lemah, namun kecenderungannya selama ini aturan dibuat untuk melindungi kepentingan dari mereka yang kuat yaitu Pengusaha. Dan apakah mandat dari Pemerintah untuk melindungi mereka yang lemah telah dilaksanakan dengan baik, tentu perlu pembuktian untuk menjawabnya.

ANGGARAN DASAR /ANGGARAN RUMAH TANGGA SERIKAT PEKERJA NASIONAL

HASIL KONGRES V DI SURAKARTA
AMANDEMEN MAJENAS I DI YOGYAKARTA

*) Amandemen I Majenas 2010 2/35
ANGGARAN DASAR

M U K A D I M A H
Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa sesungguhnya pembangunan
Indonesia ditujukan untuk mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
bernegara secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa untuk mewujudkan cita - cita tersebut, pekerja Indonesia mempunyai hak dan
kewajiban serta tanggungjawab yang tinggi untuk mensukseskan pembangunan Indonesia.
Bahwa kaum pekerja Indonesia sebagai masyarakat pelaku pembangunan ekonomi bangsa
dijamin hak dan kepentingannya dalam politik dan ekonomi yang meliputi hak berserikat,
berunding bersama dan memperoleh kehidupan yang layak selama bekerja hingga purna
kerja.
Bahwa dengan didorong oleh keinginan yang luhur, untuk hidup sejahtera dan
bermartabat, pekerja Indonesia bersepakat bergabung ke dalam Serikat Pekerja Nasional
(SPN)
Bahwa kemudian dari pada itu untuk menjadikan Serikat Pekerja Nasional sebagai
organisasi yang bebas, mandiri, demokratis, profesional, bertanggungjawab, yang
melindungi hak dan kepentingan, serta memajukan kesejahteraan, mencerdaskan
kehidupan dan meningkatkan tanggungjawab serta produktifitas kerja pada anggota, maka
disusunlah dasar perjuangan organisasi di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja Nasional.
*) Amandemen I Majenas 2010 3/35

BAB I
PENGERTIAN UMUM

Pasal 1
Pengertian Umum

Istilah-istilah yang ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
ini, mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Serikat Pekerja Nasional adalah Gabungan dari Serikat Pekerja/Basis yang bergerak
dalam sektor industri, perdagangan dan jasa, baik formal maupun informal.
2. Serikat Pekerja /Basis adalah unit kerja pada sektor formal maupun informal yang
merupakan afiliasi SPN dalam menjalankan organisasinya berdasarkan AD/ART SPN.
3. Perwakilan Anggota (PA) adalah perangkat Serikat Pekerja pada tingkat perusahaan
yang bertindak sebagai perwakilan yang ada di setiap bagian/unit/department tempat
pekerjaan.
4. Anggota adalah setiap orang yang bekerja pada sektor industri, perdagangan dan jasa baik formal maupun informal yang memenuhi persyaratan sebagai mana diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dibuktikan dengan Kartu Tanda
Anggota (KTA).
5. Afiliasi adalah penggabungan Serikat Pekerja Nasional kepada organisasi lain baik
tingkat nasional maupun internasional yang visi dan misi perjuangannya searah dengan
Serikat Pekerja Nasional.
6. Kepemimpinan kolektif adalah kebersamaan di dalam pengambilan keputusan dan atau
pertanggungjawaban organisasi.
7. Delegasi adalah utusan dari unsur perangkat SPN yan mempunyai hak suara,berbicara,mengeluarkan pendapat, menyampaikan usulan dan menyokong usulan perubahan,perbaikan dan atau penyempurnaan terhadap rancangan ketetapan-ketetapan, utusan yang berhak mencalonkan, dicalonkan, memilih dan dipilih sesuai AD/ART.
8. Peninjau adalah utusan dan unsur perangkat SPN yang berhak mengikuti acara dan
tidak mempunyai hak seperti delegasi yang jumlahnya tidak lebih dari 10 %.

Pasal 2
N a m a

Nama dari perserikatan ini, adalah Serikat Pekerja Nasional, disingkat (SPN)

Pasal 3
Bentuk

Bentuk Organisasi Serikat Pekerja Nasional adalah Federasi yang merupakan Gabungan
dari Serikat Pekerja yang bergerak di sektor industri, perdagangan dan jasa baik formal maupun informal.

Pasal 4
Tanggal Berdiri

Serikat Pekerja Nasional (SPN) yang dideklarasikan pada tanggal 6 Juni 2003 di
Yogyakarta, adalah kelanjutan dari Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit(F.SPTSK) yang merupakan penggabungan antara Serikat Buruh Tekstil dan Sandang
*) Amandemen I Majenas 2010 4/35
(SBTS) dan Serikat Buruh Karet dan Kulit (SBKK), yang didirikan pada tanggal 14 Juli
1973 di Jakarta, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Pasal 5
Jenjang Organisasi dan Tempat Kedudukan

Jenjang organisasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) , terdiri dari :
1. Pada tingkat pusat disebut Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Nasional disingkat DPP SPN, berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta.
2. Pada tingkat Propinsi disebut Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional
disingkat DPD SPN, berkedudukan di ibukota propinsi.
3. Pada Tingkat Kabupaten/Kota disebut Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja
Nasional disingkat DPC SPN, berkedudukan di Ibukota Kabupaten / Kota.
4. Pada tingkat perusahaan/basis disebut Pimpinan Serikat Pekerja disingkat PSP, yang berkedudukan di tingkat perusahaan .

Pasal 6
Lambang dan Bendera

1. Lambang Serikat Pekerja Nasional bermakna sebagai symbol pemersatu pekerja
Indonesia yang bekerja pada sektor industri perdagangan dan jasa.
2. Bendera Serikat Pekerja Nasional yang juga sebagai panji /pataka mengunakan warna
biru muda dengan berlogo dan bertuliskan SPN warna putih terletak di tengah tengah.
3. Penjelasan mengenai warna daripada lambang, bendera dan logo diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 7
I k r a r

Untuk memberikan dorongan semangat dan tekad membangun gerakan solidaritas yang
kokoh, maka anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN) berikrar sebagai berikut :

1. Kami Anggota Serikat Pekerja Nasional bertekad menjadi insan yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kami Anggota Serikat Pekerja Nasional bertekad untuk selalu berpegang teguh kepada
Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945, serta setia dan taat menjalankan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
3. Kami Anggota Serikat Pekerja Nasional bertekad memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa dalam membangun jiwa solidaritas dan persahabatan demi terciptanya
kesejahteraan bersama.
4. Kami Anggota Serikat Pekerja Nasional bertekad menjunjung tinggi azas demokrasi,
kemandirian dan bertanggung jawab.
5. Kami Anggota Serikat Pekerja Nasional bertekad mengembangkan kemitraan,
hubungan industrial yang berlandaskan keadilan.

Pasal 8
Mars SPN

1. Mars SPN merupakan lagu wajib organisasi yang mengandung makna semangat
perjuangan dan pergerakan Serikat Pekerja.
2. Mars SPN Wajib dinyanyikan dalam setiap Forum Resmi Organisasi.
*) Amandemen I Majenas 2010 5/35

Pasal 9
Sumpah/Janji Pimpinan

1. Setiap pengurus wajib mengangkat sumpah / janji dalam setiap pelantikan.
2. Naskah Sumpah/Janji Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB II
DASAR PERSERIKATAN DAN WILAYAH HUKUM

Pasal 10
Azas

Serikat Pekerja Nasional (SPN) berazaskan Pancasila.

Pasal 11
Landasan

1. Landasan Konstitusi Serikat Pekerja Nasional (SPN) adalah Undang-Undang Dasar
1945.
2. Landasan Operasional Serikat Pekerja Nasional (SPN) adalah peraturan perundang
undangan yang berlaku serta ketetapan – ketetapan Kongres.

Pasal 12
Sifat

Serikat Pekerja Nasional (SPN) adalah organisasi pekerja yang bersifat bebas, terbuka,mandiri, demokratis, profesional, serta bertanggungjawab.

Pasal 13
Kedaulatan

Kedaulatan tertinggi Serikat Pekerja Nasional (SPN) berada di tangan anggota dan
dilakukan sepenuhnya oleh Kongres.

Pasal 14
Wilayah Hukum

Wilayah hukum Serikat Pekerja Nasional (SPN) berlaku untuk pekerja yang bekerja dalam bidang Industri, Perdagangan dan Jasa, baik formal maupun informal dalam wilayah Republik Indonesia.

BAB III
T U J U A N

Pasal 15

1. Tujuan utama Serikat Pekerja Nasional (SPN) adalah mempersatukan dan menggalang
solidaritas pekerja Indonesia untuk mencapai kesejahteraan pekerja beserta
*) Amandemen I Majenas 2010 6/35
keluarganya tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama dan keyakinan, jenis kelamin,
umur, kondisi fisik dan status perkawinan.
2. Tujuan operasional Serikat Pekerja Nasional adalah :
a. Memberikan jaminan perlindungan, pembelaan terhadap hak dan kepentingan
pekerja sesuai dengan hukum kebiasaan yang berlaku.
b. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi kerja, syarat-syarat kerja, keselamatan dan
kesehatan kerja dan terjaminnya pekerjaan.
c. Memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja serta
keluarganya yang layak bagi kemanusiaan melalui sistem pengupahan yang
berkecukupan dan berkeadilan.
d. Melaksanakan dan memperjuangkan peningkatan kualitas dan kuantitas perjanjian
kerja bersama.
e. Memajukan dan memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, politik untuk
mempertahankan hak dan memperjuangkan kaum pekerja.
f. Memberikan bantuan , dorongan , bimbingan dan pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan pekerja dalam memperkuat gerakan serikat pekerja dan hak berunding
bersama.
g. Meningkatkan dan mempererat kerja sama nasional dan internasional untuk
memperkuat gerakan serikat pekerja dengan tidak mengurangi kebebasan dan
kemandirian organisasi.
h. Meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pekerja melalui kegiatan usaha
ekonomi seperti koperasi , usaha bersama, yayasan , dan usaha lain yang sah.
i. Memberikan informasi kepada para anggota mengenai masalah yang berhubungan
dengan ekonomi , sosial politik , dan lainnya yang mempengaruhi kehidupan dan
kesejahteraan anggota.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 16
Persyaratan

1. Setiap orang yang bekerja pada sektor industri, perdagangan dan jasa baik formal
maupun informal dalam wilayah hukum Republik Indonesia berhak dan dapat menjadi
anggota.
2. Keanggotaan Serikat Pekerja Nasional (SPN) tidak memandang ras, agama atau
keyakinan, suku bangsa, jenis kelamin, umur, status perkawinan dan status pekerjaan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan diatur dalam ART.

Pasal 17
Kewajiban dan Hak Anggota

1. Kewajiban Anggota :
a. Mentaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan,
keputusan dan kewajiban organisasi yang dikeluarkan oleh SPN.
b. Menjunjung tinggi nama baik organisasi.
c. Berani menentang setiap usaha dan tindakan dari siapa saja yang akan merugikan
kepentingan organisasi dan anggota.
d. Bicara langsung atau melalui perwakilan yang sah, selalu berusaha menghadiri
semua rapat yang diadakan oleh organisasi.
*) Amandemen I Majenas 2010 7/35
e. Memberitahu kepada Pimpinan Serikat Pekerja setempat apabila ada perubahan
alamat.
f. Membayar uang pangkal pada saat pendaftaran dan pembayaran iuran bulanan,
serta membayar kewajiban kewajiban lain yang ditetapkan oleh SPN.
g. Tidak boleh menjadi anggota serikat pekerja lain selain SPN.

2. Hak anggota :
a. Memberikan suara;
b. Bicara dan mengeluarkan pendapat;
c. Mencalonkan , dicalonkan , memilih dan dipilih;
d. Mendapat perlakuan yang sama dari organisasi;
e. Secara langsung atau melalui wakilnya yang sah , mengusulkan dan mendukung
usulan perubahan terhadap kebijaksanaan organisasi di dalam forum kongres dan
atau rapat;
f. Secara langsung atau melalui wakil yang sah ,menilai kebijaksanaan pimpinan
pada forum kongres, KONFERDA, KONFERCAB, KONFERTA dan atau
rapat-RAPAT ORGANISASI *);
g. Secara langsung atau melalui wakil yang sah mengikuti kegiatan kegiatan
organisasi;
h. Mendapat bimbingan , pendidikan , perlindungan dan pembelaan dari organisasi;
i. Membela diri;
j. Mendapat Kartu Tanda Anggota ( KTA ) yang dikeluarkan oleh organisasi.

Pasal 18
Aturan Uang Pangkal dan Iuran Anggota

1. Setiap anggota wajib membayar uang pangkal 1% (satu persen) dari upah sebulan pada waktu pendaftaran.
2. Setiap anggota wajib membayar iuran minimal 0,5% (setengah persen) per bulan dari
ketentuan upah minimum setempat.
3. Uang iuran anggota dibayarkan sebanyak 12 (dua belas) kali dalam setahun.
4. Aturan pelaksanaan uang pangkal dan uang iuran anggota diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
BADAN ORGANISASI

Pasal 19
Serikat Pekerja Nasional (SPN) terdiri dari dua badan utama, yaitu

1. Badan Legislatif
a. Kongres;
b. Majelis Nasional;
c. Konferensi Daerah;
d. Konferensi Cabang;
e. Konferensi Anggota.

2. Badan Eksekutif terdiri dari :
a. DPP (Dewan Pimpinan Pusat);
b. DPD (Dewan Pimpinan Daerah);
c. DPC (Dewan Pimpinan Cabang);
d. PSP (Pimpinan Serikat Pekerja).
*) Amandemen I Majenas 2010 8/35

BAB VI
BADAN LEGISLATIF

Pasal 20
K o n g r e s

1. Kongres merupakan badan tertinggi organisasi dan secara penuh memegang serta
melaksanakan kedaulatan anggota Serikat Pekerja Nasional (SPN).

2. Kongres sebagaimana dimaksud ayat (1), mempunyai wewenang dan kekuatan penuh
untuk :
a. Menilai Laporan pertanggungjawaban DPP SPN;
b. Menetapkan program kerja Nasional;
c. Menetapkan pedoman keuangan organisasi;
d. Menetapkan Keputusan – Keputusan penting Organisasi;
e. Menetapkan dan mengesahkan AD/ART dan perubahan/ amandemen AD/ART
yang telah diputuskan oleh Sidang Majelis Nasional;
f. Memilih dan menetapkan Ketua Umum dan pengurus DPP.

3. Kongres Serikat Pekerja Nasional (SPN) diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

4. Ketentuan lebih lanjut tentang Kongres diatur dalam ART.

Pasal 21
Majelis Nasional ( MAJENAS )

1. Sidang Majelis Nasional diadakan setahun sekali.

2. Majelis Nasional sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang :
a. Mengevaluasi dan menilai atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
organisasi;
b. Menilai dan memusyawarahkan pembelaan diri pejabat Serikat Pekerja Nasional
(SPN) yang diskorsing atau dipecat sementara, dan untuk selanjutnya menetapkan
keputusan mengikat dalam bentuk rehabilitasi atau pemecatan selamanya kepada
yang bersangkutan;
c. Menetapkan kepanitiaan dan Rancangan tata tertib kongres paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum kongres dilaksanakan;
d. Mengamandemen Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dalam hal adanya
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan keberadaan organisasi
pekerja dan atau kebutuhan organisasi, atas persetujuan 2/3 dari jumlah delegasi
yang hadir dalam Majenas dan selanjutnya dilaporkan serta dipertanggungjawabkan
dalam kongres;*)
e. Menetapkan adanya Kongres Luar Biasa.

3. Peserta Sidang Majelis Nasional terdiri dari :
a. DPP SPN;
b. DPD SPN;
c. Delegasi dari DPC SPN;

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis Nasional diatur dalam ART.

Pasal 22
Kongres Luar Biasa

1. Kongres luar biasa ( KLB ) SPN dapat diselenggarakan , apabila :
a. Adanya resolusi tertulis dari paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
seluruh Indonesia untuk diajukan kepada Sidang Majelis Nasional;
*) Amandemen I Majenas 2010 9/35
b. Jumlah Pengurus DPP SPN tinggal 5 (lima) orang.

2. Keputusan tentang pelaksanaan KLB ditetapkan dalam Sidang Majelis Nasional.

3. Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum KLB diadakan, DPP SPN harus
mengumumkan dimana dan kapan KLB diadakan.

4. Ketentuan mengenai Kongres Luar Biasa adalah sama dengan KONGRES.

Pasal 23
Konferensi Daerah

1. Konferensi Daerah (KONFERDA) adalah badan permusyawaratan Serikat Pekerja
Nasional (SPN) di tingkat wilayah Propinsi yang berwenang untuk :
a. Menilai Laporan pertanggung jawaban DPD SPN di tingkat Daerah;
b. Menetapkan skala prioritas pelaksanaan program kerja nasional sesuai dengan
kondisi obyektif pada daerah yang bersangkutan;
c. Memilih dan menetapkan Ketua dan Pengurus DPD SPN .

2. KONFERDA diadakan setiap 5 (Lima) tahun sekali.

3. Ketentuan lebih lanjut tentang KONFERDA diatur dalam ART.

Pasal 24
Konferensi Daerah Luar Biasa

1. Konferda luar biasa (KONFERDALUB) SPN dapat diselenggarakan , apabila :
a. Adanya resolusi tertulis dari paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah anggota di
daerah Propinsi tersebut yang mempunyai reputasi baik dalam membayar iuran;
b. Jumlah Pengurus DPD SPN tinggal 3 (tiga) orang.

2. Keputusan tentang pelaksanaan KONFERDALUB ditetapkan dalam RAKORDA.

3. Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum KONFERDALUB diadakan, DPD sudah
mengumumkan dimana dan kapan KONFERDALUB akan diadakan.

4. Ketentuan mengenai KONFERDALUB adalah sama dengan Konferda.

Pasal 25
Konferensi Cabang

1. Konferensi Cabang (KONFERCAB) adalah badan permusyawaratan Serikat Pekerja
Nasional (SPN) ditingkat Daerah Kabupaten/Kota yang berwenang untuk :
a. Menilai Laporan Pertanggungjawaban DPC SPN;
b. Menetapkan skala prioritas program kerja sesuai dengan kondisi obyektif cabang
yang bersangkutan;
c. Memilih ketua dan pengurus DPC SPN.

2. KONFERCAB dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai KONFERCAB, diatur dalam ART.

Pasal 26
Konferensi Cabang Luar Biasa

1. Konferensi Cabang Luar Biasa (KONFERCABLUB) dapat diselenggarakan apabila :
a. Adanya Resolusi tertulis dari paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
didaerah Kabupaten/Kota yang mempunyai reputasi baik dalam membayar iuran;
b. Jumlah Pengurus DPC SPN tinggal 3 (tiga) orang.

2. Keputusan tentang pelaksanaan KONFERCABLUB ditetapkan dalam Sidang
Rakorcab.
*) Amandemen I Majenas 2010 10/35

3. Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum KONFERCABLUB diadakan, DPC sudah
mengumumkan dimana dan kapan KONFERCABLUB diadakan.

4. Ketentuan mengenai KONFERCABLUB sama dengan Konfercab.

Pasal 27
Konferensi Anggota

1. Konferensi Anggota (KONFERTA) adalah badan permusyawaratan Pimpinan Serikat
Pekerja di tingkat perusahaan yang berwenang untuk :
a. Menilai Laporan Pertanggungjawaban PSP;
b. Membuat program kerja sesuai dengan kondisi obyektif di tingkat perusahaan;
c. Memilih Ketua dan pengurus Serikat Pekerja di tingkat perusahaan/Basis.

2. KONFERTA diadakan setiap 3 (tiga) tahun sekali.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenahi KONFERTA diatur dalam ART.

Pasal 28
Konferensi Anggota Luar Biasa

1. Konferensi anggota Luar Biasa (KONFERTALUB) dapat diselenggarakan apabila :
a. adanya resolusi dari mayoritas anggota setempat yang disampaikan kepada
Dewan Pimpinan Cabang SPN setempat;
b. Jumlah kepengurusan PSP tinggal 2 (dua) orang.

2. Keputusan tentang pelaksanaan KONFERTABLUB ditetapkan oleh DPC SPN
setempat dengan Surat Keputusan.

3. Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum Konfertalub diadakan, Pengurus PSP harus sudah mengumumkan kepada anggotanya kapan dan dimana Konfertalub dilaksanakan.

4. Ketentuan mengenai KONFERTALUB sama dengan Konferta.

BAB VII
BADAN EKSEKUTIF

Pasal 29
Dewan Pimpinan Pusat (DPP)

1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) adalah badan eksekutif tertinggi organisasi dan
bertanggung jawab kepada kongres.

2. Komposisi personalia DPP SPN terdiri dari.
a. Ketua Umum;
b. Beberapa orang Ketua;
c. Sekretaris Umum;
d. Beberapa orang Sekretaris.

3. Komposisi personalia DPP SPN wajib menyertakan keterwakilan perempuan minimal
30% dari jumlah pengurus DPP.

4. Wewenang dan tugas DPP diatur dalam ART.

Pasal 30
Dewan Pimpinan Daerah

1. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) adalah badan pelaksana Serikat Pekerja Nasional
yang berwenang mengatur kebijakan organisasi berdasarkan AD dan ART serta
program kerja nasional di wilayah propinsi.

2. Komposisi dan personalia DPD SPN terdiri dari :
*) Amandemen I Majenas 2010 11/35
a. Seorang ketua;
b. Beberapa orang wakil ketua;
c. Seorang sekretaris;
d. Beberapa orang wakil sekretaris.

3. Komposisi personalia DPD SPN wajib menyertakan keterwakilan perempuan minimal
30% dari jumlah pengurus DPD.

4. Wewenang dan tugas DPD diatur dalam ART.

Pasal 31
Dewan Pimpinan Cabang

1. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) adalah badan pelaksana SPN yang berwenang
mengatur kebijakan organisasi berdasarkan AD dan ART serta program kerja nasional
di daerah Kabupaten/Kota.

2. Komposisi dan personalia DPC SPN terdiri dari :
a. Seorang ketua;
b. Beberapa orang wakil ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Beberapa orang wakil sekretaris.

3. Komposisi personalia DPC SPN wajib menyertakan keterwakilan perempuan minimal
30% dari jumlah pengurus DPC.

4. Wewenang dan tugas DPC diatur dalam ART.

Pasal 32
Pimpinan Serikat Pekerja

1. Pimpinan Serikat Pekerja (PSP/Basis) adalah Serikat Pekerja pada tingkat
perusahaan/basis yang merupakan afiliasi Serikat Pekerja Nasional (SPN), dalam
menjalankan organisasinya berdasarkan AD/ART.

2. Komposisi dan personalia Pimpinan Serikat Pekerja (PSP/Basis) terdiri dari :
a. Seorang ketua;
b. Beberapa orang wakil ketua;
c. Seorang sekretaris;
d. Beberapa orang wakil sekretaris.

3. Komposisi personalia PSP/Basis SPN wajib menyertakan keterwakilan perempuan
minimal 30% dari jumlah pengurus PSP/Basis.

4. Pimpinan SP dilengkapi dengan Perwakilan Anggota yang dikukuhkan dan dilantik
oleh Pimpinan SP setempat.

5. Wewenang dan Tugas PSP diatur dalam ART.

Pasal 33
Perwakilan Anggota

1. Perwakilan Anggota merupakan kelengkapan PSP yang berfungsi :
a. Sebagai Penyampai aspirasi anggota kepada pengurus PSP setempat;
b. Menangani keluh-kesah anggota;
c. Ikut merumuskan dan menetapkan kebijakan PSP;
d. Meneruskan hasil-hasil keputusan rapat pengurus PSP.

2. Perwakilan anggota dipilih langsung secara demokratis oleh para anggota di tiap
bagian/seksi/divisi/departemen dalam perusahaan/basis tersebut.

3. Jumlah perwakilan anggota disesuaikan menurut kebutuhan.
*) Amandemen I Majenas 2010 12/35

BAB VIII
RANGKAP JABATAN

Pasal 34*)

1. Ketua/Pengurus Badan Eksekutif pada tingkat PSP dapat merangkap jabatan hanya
pada tingkat DPC.
2. Ketua/Pengurus Badan Eksekutif pada tingkat DPC dilarang merangkap jabatan pada
tingkat DPD dan DPP.
3. Ketua/Pengurus Badan Eksekutif pada tingkat DPD SPN dilarang merangkap jabatan
pada tingkat DPP, DPC dan PSP.
4. Ketua/Pengurus Badan Eksekutif pada tingkat DPP SPN dilarang merangkap jabatan
pada tingkat DPD, DPC dan PSP
5. Setiap anggota atau Pengurus SPN di semua tingkatan dilarang menjadi
anggota/pengurus pada Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain dan afiliasinya.

BAB IX
RAPAT–RAPAT BADAN EKSEKUTIF

Pasal 35
Rapat Kerja Nasional

1. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) adalah Rapat Serikat Pekerja Nasional di tingkat
Pusat yang berwenang untuk :
a. Mengevaluasi kegiatan program kerja nasional selama 1 (satu) tahun;
b. Merencanakan dan menetapkan program kerja nasional 1 (satu) tahun kedepan;
c. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja organisasi 1 (satu) tahun kedepan.

2. RAKERNAS diadakan setiap 1 ( satu ) tahun sekali.

3. Peserta RAKERNAS adalah para pengurus DPP, DPD dan DPC.

4. RAKERNAS diselenggarakan dan dipimpin oleh DPP SPN.

Pasal 36
Rapat Koordinasi Nasional

1. Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) dihadiri oleh pengurus DPP SPN, para
ketua dan Sekretaris DPD SPN seluruh Indonesia yang diberi mandat.

2. Pelaksanaan RAKORNAS disesuaikan dengan kebutuhan dan urgensi organisasi.

3. RAKORNAS diselenggarakan oleh DPP SPN.

Pasal 37
Rapat Kerja Daerah

1. Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) adalah rapat permusyawaratan Serikat Pekerja
Nasional di tingkat Propinsi yang berwenang untuk :
a. Mengevaluasi kegiatan program kerja wilayah selama 1 (satu) tahun;
b. Merencanakan dan menetapkan program kerja wilayah 1 (satu) tahun kedepan;
c. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja organisasi 1 (satu) tahun kedepan.

2. RAKERDA diadakan setiap 1 (satu) tahun sekali sebelum RAKERNAS.

3. Peserta RAKERDA adalah Pengurus DPD SPN dan DPC SPN.

4. RAKERDA menghadirkan DPP sebagai narasumber.
*) Amandemen I Majenas 2010 13/35

5. RAKERDA diselenggarakan dan dipimpin oleh DPD SPN.

Pasal 38
Rapat Koordinasi Daerah

1. Rapat Koordinasi Daerah (RAKORDA) dihadiri oleh pengurus DPD SPN, para ketua
dan Sekretaris DPC SPN yang diberi mandat di daerah tersebut.
2. Pelaksanaan Rakorda oleh DPD SPN yang disesuaikan dengan kebutuhan dan urgensi
organisasi.

Pasal 39
Rapat Kerja Cabang

1. Rapat Kerja Cabang (RAKERCng 1 (satu) tahun kedepan;
c. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja organisasi 1 (satu) tahun kedepan.

2. RAKERCAB diadakan setiap 1 ( satu ) tahun sekali AB) adalah rapat permusyawaratan Serikat Pekerja
Nasional di tingkat Kabupaten/Kota yang berwenang untuk :
a. Mengevaluasi kegiatan program kerja cabang selama 1 (satu) tahun;
b. Merencanakan dan menetapkan program kerja cabasebelum RAKERDA.
3. Peserta Rakercab adalah pengurus DPC SPN dan PSP.
4. RAKERCAB menghadirkan DPD sebagai narasumber.
5. RAKERCAB diselenggarakan dan dipimpin oleh DPC SPN.

Pasal 40
Rapat Koordinasi Cabang

1. Rapat koordinasi cabang (RAKORCAB) dihadiri oleh pengurus DPC dan para Ketua
dan Sekretaris SP yang diberi mandat.
2. Pelaksanaan RAKORCAB oleh DPC SPN yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
urgensi organisasi.

Pasal 41
Rapat Kerja Anggota

1. Rapat Kerja Anggota (RAKERTA) adalah rapat permusyawaratan Serikat Pekerja
Nasional di tingkat Perusahaan yang berwenang untuk :
a. Mengevaluasi kegiatan program kerja SP selama 1 (satu) tahun;
b. Merencanakan dan menetapkan program kerja SP 1 (satu) tahun kedepan;
c. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja organisasi 1 (satu) tahun kedepan.

2. RAKERTA diadakan setiap 1 (satu) tahun sekali sebelum dilaksanakan RAKERCAB.
3. Peserta RAKERTA adalah Pimpinan SP dan perwakilan anggota.
4. RAKERTA menghadirkan DPC sebagai narasumber.
5. RAKERTA diselenggarakan dan dipimpin oleh Pimpinan SP setempat.

Pasal 42
Rapat Koordinasi Anggota (RAKORTA)

1. Rapat koordinasi Anggota (RAKORTA) dihadiri oleh pengurus PSP dan Perwakilan
Anggota (PA).
2. Pelaksanaan RAKORTA oleh PSP SPN yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
urgensi organisasi.
*) Amandemen I Majenas 2010 14/35

BAB X
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN SERIKAT PEKERJA

Pasal 43
Pembentukan Serikat Pekerja

1. Pembentukan Serikat Pekerja tingkat perusahaan/basis dilakukan oleh sedikitnya 10
(sepuluh) orang pekerja pada satu perusahaan/basis.
2. Pembentukan serikat pekerja sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan oleh DPC
setempat atau oleh DPD bilamana di daerah tersebut belum terbentuk atau tidak
terdapat DPC SPN.
3. Pembentukan serikat pekerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) dilakukan secara demokratis.

Pasal 44
Pembubaran Serikat Pekerja

1. Dalam hal suatu perusahaan tutup atau pailit, maka Serikat Pekerja tingkat
perusahaan/basis dapat dibubarkan setelah hak dan kewajiban anggota dinyatakan
selesai.
2. Pernyataan pembubaran Serikat Pekerja dinyatakan dalam surat keputusan DPC,
setelah melakukan koordinasi dengan DPD. Jika disuatu kabupaten atau kota belum
atau tidak terdapat DPC maka dilakukan oleh DPD.
3. Pembubaran Serikat Pekerja oleh DPC dan atau DPD dipertanggungjawabkan dalam
KONFERCAB dan atau KONFERDA.

BAB XI
PEMBENTUKAN DAN PEMBUBARAN PERANGKAT SPN

Pasal 45
Pembentukan dan Pembubaran Dewan Pimpinan Cabang

1. Pembentukan Dewan Pimpinan Cabang (DPC SPN) :
a. DPC SPN dapat dibentuk jika memenuhi persyaratan terdapat paling sedikit 3
( tiga ) serikat pekerja di suatu Kabupaten / Kota;
b. Pembentukan DPC Kabupaten / Kota yang merupakan Daerah Otonom adalah
wajib dan dilakukan oleh DPD Propinsi setempat;
c. Bilamana di daerah tersebut belum atau tidak terdapat DPD SPN maka
pembentukannya dilakukan oleh DPP SPN;
d. Pembentukan DPC sebagaimana dimaksud pada huruf a,b, dan c dilaksanakan
secara demokratis.

2. Pembubaran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN :
a. DPD atau DPP SPN dapat membubarkan DPC, jika dalam Kabupaten/Kota tidak
lagi mencapai 3 (Tiga) Serikat Pekerja;
b. Pelayanan kepada Serikat Pekerja beserta anggotanya dilaksanakan oleh DPD SPN
atau DPC setempat;
c. Pernyataan pembubaran DPC dinyatakan dalam surat keputusan DPD, setelah
mendapat rekomendasi dari DPP SPN;
d. Pembubaran DPC dipertanggungjawabkan oleh DPD dalam Konferda.
*) Amandemen I Majenas 2010 15/35

Pasal 46
Pembentukan dan Pembubaran Dewan Pimpinan Daerah

1. Pembentukan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) SPN :
a. DPD dapat dibentuk jika di suatu propinsi terdapat sedikit-dikitnya 3 (Tiga) DPC
SPN;
b. Pembentukan DPD sebagaimana dimaksud huruf (a), dilakukan oleh DPP SPN dan
dilaksanakan secara demokratis.

2. Pembubaran Dewan Pimpinan Daerah :
a. DPP dapat membubarkan DPD jika di suatu propinsi tidak lagi terdapat 3 (tiga)
DPC SPN;
b. Pelayanan kepada DPC dimana DPD itu dibubarkan dilakukan oleh DPP SPN;
c. Pernyataan pembubaran DPD SPN dinyatakan dalam surat keputusan DPP SPN
dan disampaikan kepada perangkat organisasi dan instansi terkait;
d. Pembubaran DPD oleh DPP dipertanggungjawabkan di dalam Kongres;
e. Dalam hal pelayanan terhadap DPC dan SP yang telah dibubarkan DPD-nya maka
DPP menugaskan personal sebagai perwakilan.

BAB XII
KETENTUAN MENJADI PENGURUS BADAN EKSEKUTIF

Pasal 47
Ketentuan Menjadi Pengurus DPP

1. Ketua umum dipilih berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara
langsung, bebas, dan rahasia oleh seluruh delegasi yang hadir dalam kongres.
2. Kelengkapan komposisi personalia DPP disusun Ketua Umum terpilih selaku ketua
formatur, dibantu oleh beberapa orang formatur yang dipilih dan ditetapkan di dalam
kongres.
3. Ketua Umum dan pengurus DPP ditetapkan dan dilantik di dalam kongres.
4. Ketua Umum yang tidak terpilih kembali menjadi ketua umum, dapat dipilih menjadi
pengurus lainnya.
5. Ketentuan mengenai tata cara pencalonan dan pemilihan Ketua Umum diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 48
Ketentuan Menjadi Pengurus DPD dan DPC

1. Ketua DPD/DPC SPN dipilih berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara
secara langsung, bebas, dan rahasia oleh seluruh delegasi yang hadir dalam
Konferda/Konfercab.
2. Kelengkapan komposisi personalia DPD/DPC SPN disusun oleh ketua terpilih selaku
ketua formatur, dibantu oleh beberapa orang formatur yang dipilih dan ditetapkan di
dalam Konferda/Konfercab.
3. Ketua dan pengurus DPD/DPC ditetapkan dan dilantik di dalam Konferda/Konfercab.
4. Ketua yang tidak terpilih kembali menjadi ketua, dapat dipilih menjadi pengurus
lainnya.
5. Ketentuan mengenai tata cara pencalonan dan pemilihan ketua DPD/DPC SPN diatur
lebih lanjut di dalam Anggaran Rumah Tangga.
*) Amandemen I Majenas 2010 16/35

Pasal 49
Ketentuan Menjadi Pengurus Serikat Pekerja

1. Ketua dipilih berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara langsung,bebas, dan rahasia oleh seluruh delegasi yang hadir dalam Konferta.
2. Kelengkapan komposisi personalia pengurus Serikat Pekerja disusun ketua terpilih
selaku ketua formatur, dibantu oleh beberapa orang formatur yang dipilih dan
ditetapkan didalam Konferta.
3. Ketua dan pengurus SP ditetapkan dan dilantik di dalam konferta oleh DPC SPN.
4. Ketua yang tidak terpilih kembali menjadi ketua, dapat dipilih menjadi pengurus
lainnya.
5. Ketentuan mengenai tata cara pencalonan dan pemilihan ketua SP diatur lebih lanjut didalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIII
AFILIASI DAN HUBUNGAN DENGAN ORGANISASI LAIN

Pasal 50
1. Serikat Pekerja Nasional di tingkat pusat berhak membentuk,
bergabung/mengundurkan diri dalam suatu afiliasi baik nasional maupun internasional
setelah minimal mendapat persetujuan Sidang Majelis Nasional yang selanjutnya
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada kongres.
2. Serikat Pekerja Nasional dapat menjalin hubungan kerjasama dengan serikat pekerja
dan atau badan perburuhan Nasional maupun Internatioanal lainnya dalam rangka
menggalang dan meningkatkan solidaritas pekerja sedunia.
3. Serikat Pekerja Nasional dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai
organisasi kemasyarakatan yang mempunyai kepedulian terhadap masalah perburuhan.

BAB XIV
PERSELISIHAN DAN PEMOGOKAN

Pasal 51
Penyelesaian Perselisihan

1. Apabila terjadi perselisihan ketenagakerjaan antara anggota dengan perusahaan, maka anggota yang bersangkutan harus memberitahukan kepada PSP.
2. Selama masa proses penyelesaian masalah, maka anggota dan PSP harus selalu
melakukan koordinasi dengan perangkat di atasnya.
3. Apabila terjadi perselisihan antar-serikat pekerja sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang No. 21 tahun 2000, maka penyelesaiannya dikoordinasikan dengan perangkat satu tingkat di atasnya.

Pasal 52
Pemberitahuan Dan Tindakan Pemogokan

1. Sebelum Serikat Pekerja melakukan pemogokan akibat perselisihan ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 51, maka PSP harus melaporkan dan berkoordinasi
dengan perangkat organisasi di atasnya.
2. Tindakan pemogokan yang dilakukan oleh PSP dan anggotanya harus dilaksanakan
sesuai dengan prosedur perundang- undangan yang berlaku.
*) Amandemen I Majenas 2010 17/35
3. Tindakan mogok di luar akibat perselisihan ketenagakerjaan ditetapkan organisasi
melalui rapat koordinasi.

BAB XV
KEUANGAN

Pasal 53
Sumber Keuangan

Sumber Keuangan Serikat Pekerja Nasional didapat dari :
a. Uang pangkal anggota;
b. Iuran Anggota;
c. Pembuatan KTA;
d. Kontribusi dari usaha Koperasi;
e. Kontribusi anggota dari jabatan yang didukung oleh organisasi;
f. Usaha-usaha ekonomi;
g. Bantuan dari solidaritas serikat pekerja/serikat buruh international;
h. Bantuan-bantuan lain yang sah dan tidak mengikat;
i. Solidaritas dari pekerja/anggota;
j. Uang Konsolidasi Organisasi.

Pasal 54
Laporan Keuangan

Setiap perangkat Serikat Pekerja Nasional (PSP, DPC, DPD dan DPP) wajib
menyampaikan laporan rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran keuangan organisasi
secara periodik minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada seluruh perangkat dibawah dan diatasnya, sebagai berikut :

1. Pengurus SP melaporkan kepada anggota (melalui papan pengumuman selama 30
(tigapuluh) hari), dan kepada DPC, DPD dan DPP SPN.
2. DPC melaporkan kepada anggota melalui Pengurus SP , DPD dan DPP SPN.
3. DPD melaporkan kepada anggota melalui Pengurus SP, DPC dan DPP SPN.
4. DPP melaporkan kepada anggota melalui Pengurus SP, DPC dan DPD SPN.

Pasal 55
Kontrol dan Pemeriksaan Keuangan

Setiap Anggota SPN berhak melakukan kontrol dan pemeriksaan keuangan organisasi
setiap waktu tanpa boleh dihalang-halangi oleh siapapun, sepanjang dilakukan dengan cara yang tertib dan tidak merusak serta menghilangkan data atau bukti-bukti keuangan.

BAB XVI
HARTA MILIK ORGANISASI

Pasal 56
Pengambilalihan Harta Milik Organisasi

1. Dalam hal keberadaan serikat pekerja, DPC dan DPD tercabut atau dibubarkan, maka
segala atribut dan hak milik organisasi diambil-alih oleh perangkat satu tingkat di
atasnya dan selanjutnya dilaporkan kepada DPP SPN.
*) Amandemen I Majenas 2010 18/35
2. Penarikan, pemindahan atau pemakaian harta organisasi dengan cara yang tidak sesuai prosedur sebagaimana dimaksud ayat (1), maka merupakan pelanggaran terhadap
AD/ART dan dapat dikenakan sangsi organisasi dalam bentuk penonaktifan sebagai
pengurus.
3. Kepada perangkat yang lebih atas dapat menunjuk pejabat sementara, untuk mengganti kekosongan jabatan tersebut.

BAB XVII
SANKSI ORGANISASI DAN PEMBELAAN DIRI

Pasal 57
Tindakan Indisipliner

1. Setiap anggota dan pejabat organisasi dapat dikenakan sangsi organisasi karena
terbukti :*)
a. Melanggar suatu ketentuan dalam AD/ART atau peraturan organisasi;
b. Pejabat tidak pernah aktif sama sekali selama 3 (tiga) bulan berturut-turut;
c. Tidak mentaati perintah atau keputusan organisasi;
d. Menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi;
e. Menyalahgunakan, atau menahan harta benda milik anggota atau SPN untuk
kepentingan pribadi;
f. Merangkap keanggotaan, jabatan atau kedudukan dalam organisasi pekerja selain
SPN;
g. Menyalahgunakan hak milik dan atau uang organisasi untuk kepentingan pribadi.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sangsi organisasi diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 58
Pembelaan Diri

1. Pembelaan diri suatu upaya hukum diberikan kepada anggota seluas-luasnya menurut
prosedur hukum dan mekanisme organisasi.
2. Sangsi organisasi dan pembelaan diri diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB XVIII
ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 59
Makna Lambang, Bendera dan Logo

Arti dan makna warna pada Lambang, Bendera dan Logo adalah sebagai berikut :
1. Warna biru muda pada bendera/panji/pataka adalah melambangkan keadilan.
2. Warna putih pada tulisan logo adalah melambangkan profesionalisme.
3. Warna hitam pada tulisan Serikat Pekerja Nasional adalah melambangkan ketegasan.
*) Amandemen I Majenas 2010 19/35

Pasal 60
SUMPAH/JANJI PIMPINAN SPN

”Demi Allah saya bersumpah” (bagi yang beragama Islam).
“Demi Tuhan saya berjanji” (bagi yang beragama lain).
Akan memenuhi kewajiban saya sebagai Pimpinan Serikat Pekerja Nasional dengan penuh
rasa tanggung jawab dan setia serta bersungguh-sungguh menjalankan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga beserta peraturannya.
Berbakti pada Organisasi Serikat Pekerja Nasional; dan saya akan berusaha
mempromosikan kepentingan anggota, Pekerja/Buruh dan kesejahteraan rakyat Indonesia
sesuai cita-cita Proklamasi Republik Indonesia.
“Demikianlah saya bersumpah” (bagi yang beragama Islam).
“Demikianlah saya berjanji” (bagi yang beragama lain).

BAB XIX
KETENTUAN MENGENAI KEANGGOTAAN

Pasal 61
Permohonan Menjadi Anggota

1. Untuk menjadi anggota SPN, seorang pekerja mengajukan permohonan dan membuat
pernyataan kepada Serikat Pekerja/PSP tingkat perusahaan setempat.
2. Dalam hal di suatu perusahaan belum terbentuk Serikat Pekerja, permohonan diajukan kepada DPC SPN Kabupaten/Kota setempat.
3. Dalam hal di suatu wilayah belum/tidak terdapat DPC, permohonan diajukan kepada
DPC terdekat atau kepada DPD SPN Propinsi sertempat.
4. Semua pemohon harus mengisi dan menandatangani formulir permohonan dan
pernyataan yang disediakan oleh Serikat Pekerja/PSP atau DPC/DPD SPN.

Pasal 62
Tanggal Berlaku dan Berakhir Keanggotaan

1. Seorang pekerja dinyatakan sebagai anggota SPN pada tanggal permohonan
keanggotaannya disetujui oleh Serikat Pekerja Nasional setempat atau DPC SPN.
2. Keanggotaan dinyatakan berakhir apabila : anggota mengundurkan diri sendiri,
meninggal dunia dan diberhentikan oleh organisasi berdasarkan AD/ART atau
Peraturan Organisasi.

Pasal 63
Mengundurkan Diri Dari Keanggotaan

1. Setiap anggota dapat mengajukan permintaan untuk mengundurkan diri kepada Serikat
Pekerja / PSP atau kepada DPC SPN setempat.
2. Tanda bukti pengunduran diri dapat diterbitkan oleh Serikat Pekerja / PSP atau DPC SPN setelah anggota menyerahkan kartu keanggotaannya.
3. Bagi anggota yang telah menerima tanda bukti pengunduran diri, tidak lagi mempunyai hak-hak keanggotaan.
*) Amandemen I Majenas 2010 20/35
4. Anggota yang mengundurkan diri, jika memenuhi syarat, dapat mengajukan permintaan
untuk diterima kembali sesuai keputusan organisasi.
5. Anggota yang mengajukan permintaan untuk diterima kembali akan dianggap sebagai
pemohon anggota baru.
6. Anggota yang telah keluar dari pekerjaannya.

Pasal 64
Ketentuan Khusus Mengenai Keanggotaan
1. Setiap pekerja tidak dapat diterima menjadi anggota SPN apabila ia berstatus sebagai pemberi kerja atau dalam tugasnya bertindak atas nama pemberi kerja yang mempunyai
wewenang untuk mempekerjakan dan memberhentikan pekerja.
2. Jika anggota sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) di atas meninggalkan
kegiatannya itu dan ingin bergabung kembali di SPN, ia akan dianggap sebagai
pemohon baru.
3. Setiap anggotayang tidak bekerja lagi di suatu perusahaan tetapi ia masih aktif sebagai pengurus SPN, maka ia tetap diakui sebagai anggota SPN.
4. Setiap anggotadapat dikenakan sangsi apabila ia menunggak membayar iuran bulanan
lebih dari 3 (tiga) bulan berturut – turut.
5. Setiap anggota secara otomatis dikeluarkan dari kenggotaan SPN apabila ia menunggak membayar iuran lebih dari 6 (enam) bulan berturut - turut.
6. Setiap anggota yang secara otomatis dikeluarkan karena tidak membayar iuran tetap,dapat diterima kembali bila disetujui oleh rapat PSP setempat atau DPC SPN, dengan persyaratan harus melunasi semua uang iuran dan tagihan lain yang terhutang pada waktu ia dikeluarkan.
7. Setiap anggota yang telah diskorsing atau, dikeluarkan dari keanggotaan setelah
diperiksa oleh SPN, atau setelah mengundurkan diri dari keanggotaan menjadi seorang
pemberi kerja, atau ia melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
serikat pekerja, tidak akan diterima kembali sebagai anggota.

Pasal 64a*)
Status keanggotaan dalam tugas negara

1. Setiap anggota SPN yang oleh karena fasilitas organisasi menjalankan tugas
negara maka status keanggotaannya tetap diakui dan yang bersangkutan
wajib melaksanakan kewajibannya kepada organisasi.
2. Setiap Anggota SPN sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) wajib
memberikan kontribusi kepada organisasi yang ketentuannya diatur dalam
peraturan organisasi

Pasal 65
Kartu Tanda Anggota

Kartu Tanda Anggota (KTA) SPN diberikan kepada setiap anggota dan pengurus*) dengan
ketentuan sebagai berikut :

1. KTA SPN, adalah sebagai tanda pengenal dan tanda adanya hak dan kewajiban
anggota;
2. Pencetakan, permohonan dan pendistribusian KTA SPN diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi;
3. Masa berlaku KTA ditetapkan selama 5 (lima) tahun dari sejak KTA tersebut
diterbitkan*)
4. KTA SPN dinyatakan tidak berlaku lagi, dalam hal :
*) Amandemen I Majenas 2010 21/35
a. Anggota meninggal dunia;
b. Anggota mengundurkan diri;
c. Atau diberhentikan dari keanggotaan.

5. KTA SPN yang dikeluarkan oleh DPC atau DPD harus diusahakan agar dapat
memberikan keuntungan ganda bagi para anggota, seperti : kemudahan mendapatkan
pelayanan kesehatan, jaminan asuransi, potongan harga, dan lain-lain.

*) Pasal 65a
Kartu Tanda Pengurus

1. Setiap anggota SPN baik yang dipilih atau diangkat menjadi pengurus
berhak mendapatkan Kartu Tanda Pengurus
2. Kartu Tanda Pengurus dikeluarkan oleh perangkat yang mengeluarkan
surat keputusan atas jabatan organisasi tersebut
3. Masa berlaku Kartu Tanda Pengurus selama periode kepengurusan

BAB XX
KETENTUAN MENGENAI KONGRES

Pasal 66
Jumlah dan Persyaratan Delegasi Kongres

1. Kongres dihadiri oleh para delegasi dari unsur Serikat Pekerja /PSP, DPC, DPD dan
DPP SPN dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jumlah Delegasi dari setiap Serikat Pekerja/PSP ditetapkan berdasarkan jumlah
anggota pembayar iuran sesuai ketentuan pasal 18 ayat 2 (dua) Anggaran Dasar*)
yaitu :
1) sampai dengan 3.000, berhak diwakili oleh 2 (dua) orang delegasi;
2) setiap kelipatan sampai dengan 3000, berhak mendapat tambahan 1 (satu) orang
Delegasi.

b. Jumlah delegasi dari setiap DPC dan / atau DPD yang tidak mempunyai perangkat
DPC ditetapkan berdasarkan jumlah Serikat Pekerja / PSP yang taat
mendistribusikan iuran anggota keseluruhan perangkat, yaitu :
1) Sampai dengan 10 (sepuluh) Serikat Pekerja/PSP, berhak diwakili oleh 3 (tiga)
orang Delegasi;
2) Setiap kelipatan sampai dengan 10 Serikat Pekerja / PSP, berhak mendapatkan
tambahan 1 (satu) orang Delegasi.

c. Jumlah Delegasi dari setiap DPD ditetapkan berdasarkan jumlah DPC, yaitu :
1) sampai dengan 10 (sepuluh) DPC, berhak diwakili oleh 3 (tiga) orang Delegasi;
2) Setiap kelipatan sampai dengan 10 DPC, berhak mendapt tambahan 1 (satu)
orang Delegasi.

d. Ketua Umum dan pengurus DPP lainnya adalah Delegasi yang berhak dan wajib
hadir sebagai delegasi karena jabatannya.

2. Setiap orang berhak menjadi delegasi dalam kongres, jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Memiliki reputasi baik sebagai anggota atau pengurus di perangkat yang
diwakilinya;
b. Ditentukan berdasarkan keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu di
perangkat organisasi masing – masing, yang kemudian mendapat surat tugas /
mandat dari perangkat organisasi setempat;
*) Amandemen I Majenas 2010 22/35
c. Perangkat organisasi yang mengirim Delegasi dalam Kongres, harus sudah
membayar iuran dan seluruh kewajiban kepada seluruh perangkat organisasi 1
(satu) bulan sebelum Kongres dilaksanakan.

3. Setiap perangkat (PSP/Basis, DPC dan DPD) yang dapat mengirimkan delegasi lebih
dari 1 (satu) orang wajib mengirimkan delegasi perempuan minimal 30 %.

4. Sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum Kongres dilaksanakan setiap
perangkat organisasi harus mengirim kepada Panitia Kongres daftar lengkap seluruh
delegasi.

5. Surat mandat delegasi dari setiap perangkat harus sudah diterima Panitia Kongres
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Kongres.

6. Sekurang-kurangnya 60 (enam puluh) hari sebelum Kongres dilaksanakan, DPP
mengeluarkan surat pemberitahuan kepada setiap perangkat organisasi untuk memilih
delegasi ke Kongres.

Pasal 67
Resolusi Dalam Kongres

1. Resolusi tidak akan dipertimbangkan oleh Kongres kecuali telah diajukan sebelumnya kepada Ketua Umum paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum pembukaan kongres.
2. Resolusi yang diajukan kemudian akan dipertimbangkan dengan persetujuan dua
pertiga dari semua delegasi yang hadir dalam kongres.
3. Resolusi dapat disetujui dan diputuskan berdasarkan pemungutan suara dari sedikitnya 2/3 (dua pertiga) delegasi yang hadir dalam kongres untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Penambahan atau penghapusan peraturan;
b. Penggabungan dan atau pemecahan dari dan atau ke organisasi lebih tinggi;
c. Khusus penggabungan atau pembubaran SPN, diputuskan melalui pemungutan
suara, dengan paling sedikit oleh ¾ (tiga perempat) delegasi yang hadir pada
kongres;
d. Masuk atau menarik diri dari keanggotaan afiliasi;
e. Pembubaran suatu perangkat daerah dan /atau cabang;
f. Pemogokan nasional;
g. Pendakwaan terhadap seorang atau beberapa orang pejabat organisasi.

BAB XXI
KEPANITIAAN KONGRES, KONFERDA, KONFERCAB DAN
KONFERTA

Pasal 68
Kepanitiaan Kongres, Konferda, Konfercab dan Konferta

1. Panitia Kongres ditetapkan paling lambat 6 (enam) Bulan sebelum Kongres melalui
RAKORNAS.
2. Panitia Konferda dan Konfercab ditetapkan paling lambat 3 (tiga) Bulan melalui
RAKORDA/ RAKORCAB.
3. Panitia Konferta ditetapkan paling lambat 2 (dua) Bulan melalui Rapat Pengurus PSP dengan Perwakilan Anggota.
4. Komposisi Panitia tersebut pada butir 1,2 dan 3 sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Seorang Ketua;
b. Beberapa orang wakil ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Seorang Bendahara.

*) Amandemen I Majenas 2010 23/35
5. Persyaratan untuk menjadi Panitia adalah mereka yang secara tertulis menyatakan
ketidak sediaannya mencalonkan diri menjadi Ketua Umum / Ketua.

6. Tugas dan wewenang Panitia adalah :
a. Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan Kongres;
b. Mempersiapkan materi Sidang dan Rapat-rapat serta Rantap – Rantap
Kongres/Konferda/Konfercab/Konferta sesuai dengan kebutuhan untuk itu.

7. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepanitiaan terdiri dari :
a. Panitia Pelaksana (Organising Committee);
b. Panitia Perumus (Stering Committee).

8. Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (4), masing-masing dilengkapi dengan seksi
panitia sesuai kebutuhan yang tugasnya diatur melalui Keputusan Rapat Panitia.

BAB XXII
KETENTUAN MENJADI DELEGASI MAJELIS NASIONAL

Pasal 69
Sidang Majelis Nasional

1. Sidang Majelis nasional dihadiri oleh delegasi dari DPC Kabupaten/Kota yang
ditetapkan berdasarkan pada jumlah anggota pembayar iuran sesuai ketentuan
pasal 18 ayat 2 (dua) Anggaran Dasar*), dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Sampai dengan 10.000 orang anggota berhak mendapat 1 delegasi;
b. Setiap kelipatan sampai dengan 10.000 anggota berhak mendapat tambahan 1
(satu) orang delegasi.

2. Delegasi dari unsur DPD SPN : 2 (dua) orang.
3. Delegasi dari unsur DPC SPN : 1 (satu) orang.
4. Penetapan delegasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 (a), (b) tersebut diatas
dilakukan melalui Rakorcab setempat.

BAB XXIII
KETENTUAN MENGENAI KONFERDA, KONFERCAB DAN
KONFERTA

Pasal 70
Jumlah dan Persyaratan Delegasi Konferensi Daerah

1. Konferensi Daerah (KONFERDA) dihadiri oleh para delegasi dari unsur Serikat
Pekerja tingkat Perusahaan PSP/Basis, DPC dan DPD SPN dengan ketentuan sebagai
berikut :

a. Jumlah Delegasi dari setiap Serikat Pekerja (PSP/Basis) ditetapkan berdasarkan
jumlah anggota pembayar iuran sesuai ketentuan pasal 18 ayat 2 (dua) Anggaran
Dasar*), yaitu :
1) Sampai dengan 2.000, berhak diwakili oleh 2 (dua) orang delegasi;
2) Setiap kelipatan sampai dengan 2000 anggota berhak mendapat tambahan 1
(satu) orang delegasi.

b. Jumlah delegasi dari setiap DPC ditetapkan berdasarkan jumlah Serikat Pekerja
yang taat mendistribusikan iuran anggota ke seluruh perangkat, yaitu :
1) sampai dengan 5 (lima) Serikat Pekerja (PSP/Basis), berhak diwakili oleh 3
(tiga) orang delegasi;
*) Amandemen I Majenas 2010 24/35
2) Setiap kelipatan sampai dengan 5 (lima) Serikat Pekerja (PSP/Basis) berhak
mendapat tambahan 1 (satu) orang delegasi;
3) Setiap perangkat (PSP/Basis, DPC dan DPD) yang dapat mengirimkan delegasi
lebih dari 1 orang wajib mengirimkan delegasi perempuan minimal 30 %.

2. Ketua dan pengurus DPD SPN adalah delegasi yang berhak dan wajib hadir karena
jabatannya.

3. DPP SPN berhak hadir dalam KONFERDA sebagai Pengawas dan Nara Sumber.

4. Setiap orang berhak menjadi Delegasi dalam KONFERDA, jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki reputasi baik sebagai anggota atau pengurus di perangkat yang
diwakilinya;
b. ditetapkan dalam rapat khusus yang diadakan untuk itu oleh masing-masing
perangkat sebelum pelaksanaan KONFERDA dengan mendapat surat tugas/ mandat
dari perangkat setempat;
c. Perangkat organisasi yang mengirim Delegasi dalam KONFERDA harus sudah
membayar iuran dan seluruh kewajibannya kepada DPD SPN 1 (satu) bulan
sebelum KONFERDA dilaksanakan.

5. Sekurang-kurangnya 60 (enam puluh) hari sebelum KONFERDA dilaksanakan, DPD
mengeluarkan surat pemberitahuan kepada DPC dan Serikat Pekerja (PSP/Basis) untuk
mengirim delegasinya ke KONFERDA.

Pasal 71
Jumlah dan Persyaratan Delegasi Konferensi Cabang

Konferensi Cabang ( KONFERCAB ) dihadiri oleh para delegasi dari unsur Serikat
Pekerja/Basis dan DPC SPN dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Jumlah delegasi dari Serikat Pekerja/Basis ditetapkan berdasarkan jumlah anggota
pembayar iuran sesuai ketentuan pasal 18 ayat 2 (dua) Anggaran Dasar*) yaitu :
a. Sampai dengan 500 anggota, berhak diwakili oleh 2 (dua) orang delegasi;
b. Setiap kelipatan sampai dengan 500 anggota berhak mendapat tambahan 1 (satu)
orang delegasi;
c. Ketua dan pengurus DPC adalah delegasi yang berhak dan wajib hadir karena
jabatannya;
d. Setiap perangkat (PSP/Basis dan DPC) yang dapat mengirimkan delegasi lebih dari
1 orang wajib mengirimkan delegasi perempuan minimal 30 %;
e. DPD berhak hadir dalam KONFERCAB sebagai pengawas dan nara sumber.

2. Setiap orang berhak menjadi delegasi dalam KONFERCAB jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Memiliki reputasi baik sebagai anggota atau pengurus di perangkat yang
diwakilinya;
b. Ditetapkan dalam suatu rapat khusus yang diadakan untuk itu oleh masing masing
perangkat sebelum pelaksanaan KONFERCAB, dengan mendapat surat tugas/
mandat dari perangkat setempat;
c. Perangkat organisasi yang mengirim delegasi dalam KONFERCAB harus sudah
membayar iuran dan seluruh kewajibannya kepada DPC SPN, 1 (satu) bulan
sebelum KONFERCAB dilaksanakan.

3. Sekurang kurangnya 60 (enam puluh) hari sebelum konfercab dilaksanakan DPC
mengeluarkan surat pemberitahuan kepada Serikat Pekerja (PSP/Basis) untuk memilih
delegasinya ke KONFERCAB.
*) Amandemen I Majenas 2010 25/35

Pasal 72
Jumlah dan Persyaratan Delegasi Konferensi Anggota

1. Konfrensi Anggota ( KONFERTA) dihadiri oleh :
a. Seluruh anggota;
b. jika tidak memungkinkan dapat ditetapkan berdasarkan sistim perwakilan aggota
sebagai delegasi dengan ketentuan sekurang-kurangnya 5% – 10 % dari jumlah
anggota;
c. Para Perwakilan Anggota (PA);
d. Perwakilan Anggota sebagaimana dimaksud pada point (c) mewakili Perempuan,
minimal 30%;
e. Ketua dan para pengurus Serikat Pekerja (PSP/Basis) adalah delegasi yang berhak
dan wajib hadir karena jabatannya;
f. DPC berhak hadir dalam KONFERTA sebagai pengawas dan nara sumber.

2. Setiap anggotaberhak menjadi delegasi dalam KONFERTA jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki reputasi baik sebagai anggota di Serikat Pekerja setempat;
b. Dipilih dengan surat pemilihan secara rahasia atau mendapat dukungan mayoritas
secara tertulis dari para anggota pada setiap bagian/unit kerja/departemen masing
masing sebelum pelaksanaan KONFERTA;
c. Anggota yang menjadi delegasi dalam KONFERTA harus sudah membayar iuran
dan seluruh kewajiban kepada Serikat Pekerja (PSP/Basis) 1 (satu) bulan sebelum
KONFERTA.

3. Sekurang-kurangya 60 (enam puluh) hari sebelum KONFERTA dilaksanakan, Serikat
Pekerja/Basis harus sudah mengumumkan secara tertulis kepada anggota untuk
memilih delegasi dari setiap bagian/unit kerja/departemen yang bersangkutan.

BAB XXIV
HAK DELEGASI, PENINJAU, QUORUM, DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

Pasal 73
Hak Delegasi

Setiap delegasi yang hadir dalam KONGRES, KONFERDA, KONFERCAB dan
KONFERTA berhak :
1. Memberikan suara.
2. Berbicara mengeluarkan pendapat, menyampaikan usul dan menyokong usul perubahan
perbaikan dan atau penyempurnaan terhadap rancangan-rancangan ketetapan.
3. Mencalonkan, dicalonkan, memilih dan dipilih sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan dalam AD/ART.

Pasal 74
Hak Peninjau

1. Dalam setiap forum resmi organisasi dimungkinkan hadirnya peninjau yang
ditugaskan oleh perangkat organisasi dengan surat Tugas organisasi.
2. Hak Peninjau diatur sebagai berikut :
a. Peninjau berhak menghadiri sidang-sidang kongres, Konferda, Konfercab,
Konferta.
b. Peninjau tidak menpunyai hak suara.
c. Peninjau tidak mempunyai hak memilih.
*) Amandemen I Majenas 2010 26/35

Pasal 75
Quorum

KONGRES, KONFERDA, KONFERCAB dan KONFERTA dinyatakan sah :
1. Apabila dihadiri oleh 2/3 ( dua pertiga ) delegasi yang berhak hadir.
2. Bilamana ternyata quorum sebagaimana dimaksud ayat (1) tersebut tidak tercapai
maka kongres, konferda, konfercab, konferta dapat berlangsung terus dan sah jika
disetujui oleh seluruh delegasi yang hadir.

Pasal 76
Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dalam KONGRES, KONFERDA, KONFERCAB dan KONFERTA dilakukan dengan cara :
1. Musyawarah untuk mencapai mufakat.
2. Apabila upaya mencapai mufakat melalui musyawarah tidak tercapai maka
keputusan terakhir diambil berdasarkan suara terbanyak.
3. Keputusan yang diambil adalah sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) dari
seluruh delegasi yang hadir.

BAB XXV
TATA CARA PEMILIHAN BADAN EKSEKUTIF

Pasal 77
Persyaratan Umum

1. Setiap anggota atau pengurus SPN berhak menjadi pengurus Badan Eksekutif
pada tingkat DPP, DPD, DPC, dan PSP SPN dengan syarat :
a. Warga Negara Republik Indonesia;
b. Tingkat PSP/Basis harus sudah terdaftar menjadi anggota minimal selama 6
(enam) bulan dan terbukti membayar iuran secara rutin kepada semua
perangkat;
c. Tingkat DPP harus sudah menjadi anggota dan pernah menjadi pengurus
SPN;*)
d. Tingkat DPD harus sudah menjadi anggota dan pernah menjadi pengurus SPN
di wilayah provinsi setempat;*)
e. Tingkat DPC harus sudah menjadi anggota dan pengurus SPN di wilayah
kabupaten/Kota setempat;*)
f. Memahami peraturan perundang – undangan ketenagakerjaan;
g. Memiliki wawasan dan komitmen terhadap perjuangan pekerja;
h. Memiliki integritas, loyalitas dan dedikasi terhadap organisasi;
i. Tidak menjadi anggota atau pengurus pada salah satu Serikat Pekerja atau
Serikat Buruh lain.

2. Setiap anggota dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi pengurus
Badan Eksekutif atau memangku jabatan yang sifatnya dipilih dan atau ditunjuk
karena :
a. Terbukti bersalah karena pernah bekerja sebagai pengganti pekerja yang
sedang mogok karena perintah organisasi;
b. Pernah dikeluarkan atau diskors berdasarkan keputusan organisasi kecuali
bilamana hak - hak keanggotaannya telah direhabilitasi;
c. Terbukti melanggar AD/ART.
*) Amandemen I Majenas 2010 27/35

3. Setiap pengurus pada tingkat DPP, DPD, DPC dan PSP/Basis yang tidak
memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan pada pasal ini maka secara otomatis
hak dan kewajibannya sebagai pengurus dinyatakan gugur.

Pasal 78
Tata Cara Pengajuan Pencalonan Ketua Umum DPP

1. Setiap PSP berhak mencalonkan satu atau beberapa nama sebagai Ketua Umum
DPP SPN dalam kongres dengan syarat :
a. Memenuhi persyaratan umum sebagaimana diatur dalam pasal 77 ART;
b. Setiap daerah berhak mengajukan Bakal Calon Ketua Umum (BCKU) yang
dipilih melalui rapat koordinasi Daerah khusus (Rakordasus);*)
c. Daftar nama pencalonan Ketua Umum DPP SPN harus sudah diajukan 30
hari sebelum berlangsungnya KONGRES kepada Panitia, yang selanjutnya
bila memenuhi syarat untuk disahkan dalam KONGRES menjadi calon Ketua
Umum;
d. Bersedia mengisi formulir biodata dan menandatangani pernyataan tertulis
yang telah disediakan oleh panitia pencalonan, mengenai kesanggupannya
menjadi Calon Ketua Umum dan memenuhi, melaksanakan AD dan ART
serta bersedia aktif penuh waktu;
e. Menyerahkan pas foto ukuran post card sebanyak 3 (tiga) lembar.

Pasal 79
Tata Cara Pemilihan Ketua Umum dan Pengurus DPP

1. Setiap delegasi berhak memberikan dukungan hanya kepada satu orang calon
ketua umum.
2. Para calon ketua umum yang telah dinyatakan Sah oleh pimpinan Kongres,
diumumkan melalui lembar pengumuman sampai dengan berlangsungnya
pemungutan suara.
3. Pemungutan suara tetap dilaksanakan walaupun hanya terdapat satu orang calon
ketua umum.
4. Jika dalam penghitungan suara calon tunggal ketua umum memperoleh suara
kurang dari setengah jumlah suara yang masuk, maka pemilihan dinyatakan batal
dan harus diadakan pencalonan dan pemilihan ulang dalam jangka waktu 3 (tiga)
jam dari pemilihan terdahulu.
5. Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dihadapan seluruh delegasi dalam
Kongres.
6. Ketua umum terpilih bertindak sebagai Ketua Formatur.
7. Setiap calon Ketua Umum yang tidak terpilih menjadi Ketua Umum tidak
menggugurkan haknya untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai pengurus
selain Ketua Umum.
8. Pengurus selain Ketua Umum ditetapkan melalui Rapat Formatur.
9. Pemenuhan quota 30% bagi perwakilan perempuan, jika tidak terpenuhi maka
jabatannya dikosongkan.

Pasal 80
Tata Cara Pencalonan Dan Pemilihan Pengurus DPD dan DPC

1. Setiap PSP berhak mencalonkan satu atau beberapa nama sebagai calon Ketua
DPD atau DPC SPN dengan syarat :*)
*) Amandemen I Majenas 2010 28/35
a. Memenuhi persyaratan umum sebagaimana diatur dalam pasal 77;
b. Setiap daerah kabupaten/kota berhak mencalonkan Bakal Calon Ketua (BCK)
DPD yang dipilih melalui Rapat koordinasi cabang khusus (Rakorcabsus);*)
c. Setiap PSP/Basis berhak mencalonkan Bakal Calon Ketua (BCK) DPC yang
dipilih melalui Rapat koordinasi Anggota khusus (rakortasus;*)
d. Daftar nama pencalonan Ketua DPD/DPC harus sudah diserahkan kepada
Panitia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum
KONFERDA/KONFERCAB dilaksanakan, yang selanjutnya untuk disahkan
dalam KONFERDA/ KONFERCAB;
e. Bersedia mengisi formulir biodata dan menandatangani pernyataan tertulis
yang telah disediakan oleh panitia pencalonan, mengenai kesanggupannya
menjadi Calon Ketua dan memenuhi, melaksanakan AD dan ART serta
bersedia aktif penuh waktu;
f. Menyerahkan pas foto ukuraan pos card sebanyak 3 lembar.

2. Setiap delegasi berhak memberikan dukungan hanya kepada satu orang calon
ketua.
3. Para calon ketua yang telah dinyatakan sah oleh pimpinan konferda, konpercab
diumumkan melalui lembar pengumuman sampai dengan berlangsungnya
pemungutan suara.
4. Pemungutan suara tetap dilaksanakan walaupun hanya terdapat 1 (satu) orang
calon Ketua.
5. Jika dalam penghitungan suara calon Ketua tunggal memperoleh suara kurang
dari setengah jumlah suara yang masuk maka pemilihan dinyatakan batal dan
harus diadakan pencalonan dan pemilihan ulang dalam waktu selang 3 (tiga) jam
dari pemilihan terdahulu.
6. Penghitungan suara dilakukan secara terbuka di hadapan seluruh delegasi dalam
Konferda/ Konfercab.
7. Ketua terpilih bertindak sebagai ketua formatur.
8. Setiap calon Ketua yang tidak terpilih menjadi Ketua tidak menggugurkan haknya
untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai pejabat selain Ketua.
9. Pengurus selain Ketua ditetapkan melalui Rapat Formatur.
10. Pemenuhan quota 30% bagi perwakilan perempuan, jika tidak terpenuhi maka
jabatannya dikosongkan.

Pasal 81
Tata Cara Pemilihan Pimpinan Serikat Pekerja /PSP/Basis

1. Setiap anggota SP berhak mencalonkan dan dicalonkan sebagai Ketua atau
pengurus PSP/Basis dengan Syarat :
a. Memenuhi persyaratan umum sebagaimana diatur dalam pasal 77 ART;
b. Untuk Calon Ketua Harus terlebih dahulu mendapat dukungan tertulis paling
sedikit 10 % (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang terdaftar di SP/Basis
dengan cara dicalonkan langsung oleh masing masing anggota melalui surat
suara, melalui Formulir yang disediakan oleh Panitia;
c. Bersedia mengisi formulir biodata dan menandatangani pernyataan tertulis
yang telah disediakan oleh panitia pencalonan mengenai kesanggupannya
memenuhi dan melaksanakan AD/ART;
d. Menyerahkan pas foto ukuran pos card sebanyak 3 (tiga) lembar.

2. Setiap delegasi berhak memberikan dukungan hanya kepada satu orang calon
Ketua.
*) Amandemen I Majenas 2010 29/35
3. Para calon Ketua yang telah dinyatakan sah oleh pimpinan konferta, diumumkan
melalui lembar pengumuman sampai dengan berlangsungnya pemungutan suara.
4. pemungutan suara tetap dilaksanakan walaupun hanya terdapat 1 (satu) orang
calon ketua.
5. Jika dalam penghitungan suara calon tunggal memperoleh suara kurang dari
separoh jumlah suara yang masuk maka pemilihan dinyatakan batal dan harus
diadakan pencalonan dan pemilihan ulang dalam selang waktu 3 (tiga) jam dari
pemilihan terdahulu.
6. Penghitungan suara dilaksanakan secara terbuka dihadapan seluruh delegasi
dalam Konferta dengan disaksikan DPC SPN.
7. Ketua terpilih bertindak sebagai Ketua formatur.
8. Seorang calon Ketua yang tidak terpilih menjadi Ketua tidak menggugurkan
haknya untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai pejabat selain Ketua.
9. Pengurus Serikat Pekerja selain Ketua ditentukan melalui Rapat Formatur dalam
KONFERTA.
10. Pemenuhan quota 30% bagi perwakilan perempuan, jika tidak terpenuhi maka
jabatannya dikosongkan.

BAB XXVI
ATURAN MENGENAI JABATAN DAN HAK PIMPINAN

Pasal 82*)
Masa Bakti dan Pelantikan

1. Masa bakti suatu jabatan yang disandang oleh PSP, DPC, DPD, DPP*) baik melalui
pemilihan atau penunjukan, mulai berlaku sejak pada tanggal dan bulan penetapan dan
akan berakhir pada tanggal dan bulan yang sama dalam suatu periode tertentu.
2. Apabila sampai batas waktu berakhirnya kepengurusan sebagaimana diatur dalam
ayat (1), tidak dilakukan Konferta, Konfercab, Konferda dan Kongres, maka
Perwakilan Anggota, PSP-PSP, DPC-DPC, dan DPD-DPD dapat melakukan rapat
koordinasi khusus untuk membentuk kepemimpinan kolektif yang bertugas
mempersiapkan pelaksanaan Konferta, Konfercab, Konferda dan Kongres selambatlambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan.

Pasal 83
Pengisian Lowongan Jabatan

1. Dalam hal ketua umum DPP SPN berhalangan tetap seperti : Mangkat, berhenti
atau tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya maka ia diganti
oleh salah satu dari para ketua sampai habis masa waktunya.
2. Dalam hal Ketua PSP, DPC / DPD SPN berhalangan tetap seperti ; mangkat atau
berhenti tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya maka ia
diganti oleh salah satu dari wakil Ketua PSP/DPC/DPD sampai habis masa
waktunya.
3. Penggantian antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ditetapkan dalam
Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS).
4. Penggantian antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) ditetapkan
dalam Rapat PSP dengan Perwakilan Anggota, Rapat Koordinasi Cabang
(RAKORCAB), Rapat koordinasi Daerah (RAKORDA).
5. Dalam hal salah satu pengurus selain Ketua Umum/Ketua berhalangan tetap
seperti : mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa
*) Amandemen I Majenas 2010 30/35
jabatannya jika dipandang perlu dapat dilakukan penggantian yang ditetapkan
melalui Rapat Pengurus di perangkat Organisasi masing – masing.

Pasal 84
Hak dan Jaminan Bagi Pimpinan Organisasi

Pengurus SPN disegala tingkatan mempunyai hak dan jaminan sebagai berikut :
1. Dalam melaksanakan tugas setiap pengurus SPN berhak memperoleh jaminan
perlindungan dan pembelaan dari organisasi.
2. Bagi para pengurus SPN yang terkena tindakan PHK sepihak maka selama
kasusnya belum terselesaikan biaya kehidupan sehari-harinya menjadi
tanggungan organisasi.
3. Setiap pengurus SPN berhak menerima honorarium secara rutin, yang besarnya
ditetapkan oleh Rapat Pengurus perangkat Organisasi masing – masing.
4. Dalam melaksanakn tugasnya dan untuk memberikan jaminan kehidupan purna
karya setiap pengurus SPN berhak menerima jaminan asuransi dari masing
masing perangkat.
5. Semua biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan tugasnya ditanggung oleh
perangkat organisasi yang menugaskannya.
6. Semua perangkat SPN di semua tingkatan mendapatkan penghargaan purnabakti
setelah selesai masa baktinya.

BAB XXVII
WEWENANG DAN TUGAS BADAN EKSEKUTIF

Pasal 85
Wewenang dan Tugas DPP

1. a. Menjalankan program-program kerja secara Nasional;
b .Melakukan analisis dan komunikasi*) atas kebijakan-kebijakan pemerintah
yang berkaitan dan atau yang ada hubungannya dengan ketenagakerjaan;
c. Melakukan kerjasama nasional dan internasional yang berkaitandengan
hubungan kerja yang dapat memperbaiki kehidupan pekerja dan keluarganya;
d. Melakukan kampanye-kampanye yang berkaitan dengan perbaikan kondisi
perburuhan indonesia secara Nasional;
e. Melakukan pembelaan dan advokasi terhadap anggota yang sudah sampai
penangannya telah sampai di tingkat nasional;
f. Melakukan riset-riset atas perkembangan situasi dan kondisi perburuhan
secara nasional dan juga kondisi perburuhan-perburuhan yang berkaitan
dengan perusahaan-perusahaan multi nasional.
g. Menerbitkan surat keputusan dan melantik pengurus DPD*)
h. Menerbitkan Kartu Tanda Pengurus para pengurus DPD dan DPP *)

2. Peraturan Organisasi tersebut diatas dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pembuatan Job Discription pengurus sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Pasal 86
Wewenang dan Tugas DPD

1. a. Menjalankan program-program kerja ditingkat Daerah;
b. Melakukan analisis dan komunikasi*) atas kebijakan-kebijakan pemerintah
Daerah yang berkaitan dan atau yang ada hubungannya dengan
ketenagakerjaan;
*) Amandemen I Majenas 2010 31/35
c. Melakukan kerjasama ditingkat Daerah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan yang dapat memperbaiki kehidupan pekerja dan keluarganya;
d. Melakukan kampanye-kampanye yang berkaitan dengan perbaikan kondisi
perburuhan indonesia secara ditingkat Daerah;
e. Melakukan pembelaan dan advokasi terhadap anggota yang penanganan
kasusnya sudah sampai di tingkat Daerah;
f. Melakukan riset-tiset atas perkembangan situasi dan kondisi perburuhan
ditingkat Daerah dengan perusahaan-perusahaan multi nasional.
g. Menerbitkan surat keputusan dan melantik pengurus DPC*)
h. Menerbitkan Kartu Tanda Pengurus para pengurus DPC*)

2. Wewenang sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) digunakan sebagai pedoman
dalam pembuatan Job Discription pengurus sesuai dengan kebutuhan masingmasing.*)

Pasal 87
Wewenang dan Tugas DPC

1. a. Menjalankan program-program kerja ditingkat Cabang;
b. Melakukan analisa dan komunikasi*) atas kebijakan-kebijakan pemerintah
Kabupaten atau Kota dan atau yang ada hubungannya dengan
ketenagakerjaan;
c. Melakukan kerjasama ditingkat Daerah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan yang dapat memperbaiki kehidupan pekerja dan keluarganya;
d. Melakukan kampanye-kampanye yang berkaitan dengan perbaikan kondisi
perburuhan indonesia secara ditingkat Kabupaten atau Kota;
e. Melakukan pembelaan dan advokasi terhadap anggota yang penanganan
kasusnya sudah sampai di tingkat Kabupaten atau Kota;
f. Mengumpulkan data-data atas perkembangan situasi dan kondisi perburuhan
di tingkat Kabupaten atau Kota khususnya di perusahaan-perusahaan multi
nasional.
g. Menerbitkan Kartu Tanda Anggota*)
h. Menerbitkan surat keputusan dan melantik pengurus PSP*)
i. Menerbitkan Kartu Tanda Pengurus para pengurus PSP*)
j. Memberikan sanksi kepada PSP atas rekomendasi DPD dan/atau DPP*)

2. Wewenang sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) digunakan sebagai pedoman
dalam pembuatan Job Discription pengurus sesuai dengan kebutuhan masingmasing.*)

Pasal 88
Wewenang dan Tugas PSP

1. a. Menjalankan program-program kerja ditingkat Unit Kerja;
b. Melakukan analisis kebijakan-kebijakan Perusahaan khususnya yang
berkaitan dan atau yang ada hubungannya dengan ketenagakerjaan;
c. Membuat dan merundingkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB);
d. Melakukan pembelaan dan advokasi terhadap anggota yang penanganan
kasusnya ditingkat Unit sebelum kasus tersebut dilimpahkan kepada
perangkat DPC;
e. Melakukan pendidikan kepada PA dan Anggota di tingkat Unit;
*) Amandemen I Majenas 2010 32/35
f. Mengumpulkan data-data atas perkembangan situasi dan kondisi perburuhan
ditingkat Unit Kerjanya dan menyampaikannya kepada DPC.
g. Menerbitkan surat keputusan dan melantik Perwakilan Anggota*)

2. Wewenang sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) digunakan sebagai pedoman
dalam pembuatan Job Discription pengurus sesuai dengan kebutuhan masingmasing.*)

BAB XXVIII
KETENTUAN MENGENAI KEUANGAN

Pasal 89
Penggunaan Dan Pendistribusian Uang Pangkal

1. Uang pangkal digunakan untuk keperluan :
a. Pembuatan KTA;
b. Pembuatan kop surat dan stempel serikat pekerja;
c. Pembelian buku-buku peraturan perundang-undangan, kesekretariatan,
administrasi, pembukuan keuangan.

2. Pendistribusian uang pangkal diatur sebagi berikut :
a. 70 % untuk PSP setempat;
b. 30 % DPC atau DPD bila disuatu wilayah belum /tidak ada DPC SPN.

Pasal 90
Pendistribusian Iuran Anggota

1. Iuran anggota didistribusikan melalui rekening bank masing masing perangkat
organisasi dengan perincian sebagai berikut :
Perangkat Organisasi Presentasi
a. PSP 50 % dari jumlah penerimaan
b. DPC 30 % dari jumlah penerimaan
c. DPD 10 % dari jumlah penerimaan
d. DPP 10 % dari jumlah penerimaan

2. Dalam hal disuatu daerah belum / tidak ada DPD tapi telah ada DPC maka
perincian pendistribusiannya sebagai berikut :
Perangkat organisasi Presentasi
a. PSP 50 % dari jumlah penerimaan
b. DPC 40 % dari jumlah penerimaan
c. DPP 10 % dari jumlah penerimaan

3. Dalam hal disuatu daerah belum / tidak ada DPC tetapi telah ada DPD maka
perincian pendistribusiannya sebagai berikut :
Perangkat organisasi Presentasi
a. PSP 50 % dari jumlah penerimaan
b. DPD 40 % dari jumlah penerimaan
c. DPP 10 % dari jumlah penerimaan

4. Pendistribusian iuran anggota kepada rekening bank sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 harus sudah dilaksanakan paling lambat sepuluh hari sejak tanggal
pemungutan.

5. Foto copy tanda bukti transfer bank , harus sudah dikumpulkan kepada DPC ,
DPD dan DPP selambat lambatnya 7 hari sejak tanggal pengiriman uang.

6. Pendistribusian uang iuran anggota/chek off system (COS) dilakukan oleh
PSP/Basis kepada DPC, DPD dan DPP melalui Bank.
*) Amandemen I Majenas 2010 33/35

7. Untuk pendistribusian iuran anggota kepada afiliasi di tingkat nasional dan
internasional adalah menjadi kewajiban DPP-SPN.

Pasal 91
Pengajuan Pemotongan Upah Untuk Iuran Anggota Melalui Pengusaha

1. Setiap Pimpinan Serikat Pekerja Nasional tingkat perusahaan/Basis berhak
mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengusaha untuk melakukan
pemungutan iuran bulanan anggota.

2. Permohonan pengajuan pemungutan iuran anggota sebagaimana dimaksud ayat
(1), dilengkapi dengan :
a. Foto Copy surat Pencatatan dari Disnaker setempat;
b. Foto copy AD/ART SPN;
c. Daftar nama anggota Serikat Pekerja Nasional;
d. Surat kuasa anggota secara kolektif maupun perseorangan;
e. Alamat dan no. rekening central SPN.

3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ditembuskan kepada
perangkat organisasi (DPC, DPD dan DPP-SPN).

4. Setiap anggota dapat menarik kembali surat kuasa atas kehendaknya sendiri
dengan ketentuan penarikan tersebut harus disampaikan kepada serikat pekerja /
PSP dan pengusaha 3 bulan sebelumnya.

5. Anggota yang karena suatu sebab tidak dapat melanjutkan hubungan kerja
diperusahaan dimana dia bekerja maka kuasa atas pemotongan upah untuk iuran
gugur dengan sendirinya terhitung tanggal putusnya hubungan kerja.

6. Dengan ditariknya surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan 5 maka
secara otomatis gugur pula hak dan kewajibannya sebagai anggota SPN.

Pasal 92
Rekening Bank

1. Untuk ketertiban Lalu lintas penerimaan dan pengeluaran uang organisasi serta
guna memudahkan dalam pengawasannya maka PSP, DPC, DPD dan DPP SPN
wajib membuka rekening pada Bank BRI.
2. Nama, alamat dan nomor rekening yang telah dimilki oleh setiap perangkat
SPN harus diberitahukan kepada seluruh perangkat diatas dan dibawahnya.

Pasal 93
Pengambilan Uang dari Bank
Pengambilan uang dari bank oleh PSP dan perangkat SPN dilakukan dengan cheque
yang ditandatangani oleh 2 dari 3 orang pengurus yang ditunjuk atau diberi kuasa.

Pasal 94
Laporan Penarikan Iuran Anggota
1. Setiap PSP wajib melaporkan hasil pemungutan iuran anggota kepada DPC, DPD
dan DPP SPN paling lambat setiap 3 bulan sekali.
2. Setiap DPC, DPD SPN wajib membuat laporan tentang serikat pekerja yang
sudah dan atau belum melaksanakan pemungutan dan pendistribusian iuran
anggota paling lambat setiap 3 bulan sekali.
*) Amandemen I Majenas 2010 34/35

Pasal 95
Penggunaan Iuran Anggota

1. Uang iuran anggota digunakan untuk
a. Biaya rutin (sewa kantor, peralatan kantor, iuran afiliasi, staff, pengurus);
b. Biaya perlengkapan kantor;
c. Biaya operasional (pendidikan , pembelaan, gerakan perempuan, aksi, sosek,
publikasi, rapat);
d. Biaya mengikuti sidang-sidang.

2. Penetapan anggaran pendapatan dan belanja organisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat 1, dilakukan dalam Rakerta, Rakercab, Rakerda dan Rakernas.

3. Biaya Konferta, Konfercab, Konferda dan Kongres ditanggung oleh peserta dan
delegasi.

Pasal 96
Pembukuan Keuangan

Setiap perangkat organisasi SPN (PSP, DPC, DPD dan DPP) wajib melaksanakan
system pembukuan keuangan organisasi yang terbuka/transparan.

BAB XXIX
SANKSI ORGANISASI DAN PEMBELAAN DIRI

Pasal 97
Sanksi Pendistribusian Iuran Anggota

1. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan berturut-turut pengurus PSP/Basis tidak
mendistribusikan iuran anggota yang diterima kepada perangkat organisasi
diatasnya sesuai AD/ART, maka kepada pengurus PSP/Basis dikenakan sanksi
berupa tegoran.
2. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut pengurus PSP/Basis tidak
mendistribusikan iuran anggota yang diterima kepada perangkat organisasi di
atasnya sesuai AD/ART, maka kepada pengurus PSP/Basis dilakukan
pemanggilan.
3. Apabila dalam waktu 4 (empat) bulan berturut-turut pengurus PSP/Basis tidak
mendistribusikan iuran anggota yang diterima kepada perangkat organisasi di
atasnya sesuai AD/ART, maka pengurus PSP/Basis dipanggil paksa. Dan
apabila sudah mencapai 5 (lima) Bulan selanjutnya Pengurus PSP/Basis
dibekukan dan diambil alih oleh DPC/DPD SPN (apabila disuatu daerah belum
ada DPC SPN).
4. Dalam waktu 2 (dua) bulan, DPC/DPD SPN harus sudah membentuk
kepengurusan PSP baru.
5. Dalam kurun waktu sebelum terbentuknya kepengurusan yang baru, maka
DPC/DPD dapat menunjuk Pelaksana Tugas Harian Organisasi (PTHO) sampai
dengan terbentuknya kepengurusan baru.
*) Amandemen I Majenas 2010 35/35

Pasal 98
Sanksi Organisasi

1. Sanksi organisasi dikenakan kepada anggota dan pengurus SPN di semua
tingkatan yang melakukan tindakan Indisipliner dalam bentuk :
a. Surat peringatan pertama, kedua dan ketiga;
b. Skorshing;
c. Pemecatan sementara;
d. Pemecatan selamanya.

2. Surat Peringatan I, II dan III tidak harus diberikan secara berurutan tergantung
besar kecilnya kesalahan berdasarkan keputusan organisasi.

3. Skorsing, pemecatan sementara dan pemecatan selamanya yang diberikan
berdasarkan keputusan organisasi.

Pasal 99
Pembekuan Kepengurusan

Dalam keadaan darurat dan atau luar biasa Sidang Majelis Nasional atas laporan
perangkat SPN berwenang melakukan pembekuan dan memerintahkan perangkat
setempat mengangkat kepengurusan sementara perangkat di bawahnya sampai
dengan terbentuknya kembali secara definitif.

Pasal 100
Berhenti Sebagai Pengurus

Setiap pejabat SPN di segala tingkatan secara otomatis dinyatakan berhenti karena :
a. Meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri;
c. Tidak aktif selama 6 bulan berturut-turut;
d. Terbukti terpilih sebagai pengurus dengan tidak memenuhi syarat
sebagaimana diatur dalam pasal 77 ART.

Pasal 101
Pembelaan Diri dan Banding

1. Pembelaan diri setiap anggota atau pengurus SPN di semua tingkatan atas
pemecatan sementara atau pemecatan selamanya dilakukan dalam Majelis
Nasional/Rakoorda/Rakoorcab/Rakoorta.
2. Dalam pembelaan diri atas sanksi yang diberikan sebagaimana dimaksud pasal
98, dapat mengajukan banding kepada perangkat satu tingkat diatasnya dengan
bukti dan saksi untuk melengkapi bandingnya tersebut.
3. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan dalam
waktu 30 hari setelah keputusan organisasi diterima oleh yang bersangkutan.

BAB XXX
PERUBAHAN KHUSUS

Pasal 102
Perubahan khusus Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

*) Amandemen I Majenas 2010 36/35
1. AD/ART dapat diubah berdasarkan Resolusi tertulis dari 2/3 (dua pertiga)
jumlah PSP/Basis.
2. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam
Kongres Khusus.
3. Kongres khusus sebagaimana dimaksud ayat 2, harus dihadiri oleh sekurang
kurang nya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah DPC dan DPD SPN.
4. Kongres Khusus diselenggarakan dan dipimpin oleh DPP SPN.

Pasal 103
Pembubaran Organisasi

1. Serikat Pekerja hanya dapat dibubarkan jika dikehendaki oleh seluruh anggota
atau dinyatakan dengan keputusan pengadilan.
2. Pembubaran SPN dilakukan di dalam kongres khusus.
3. DPP dalam waktu satu bulan harus sudah memberitahukan kepada DPD, DPC,
PSP/Basis mengenai pelaksanaan Kongres Khusus.
4. Dalam hal SPN dibubarkan, maka kekayaan organisasi diserahkan kepada badan
atau lembaga sosial di Indonesia.

Pasal 104
Peraturan Peralihan

1. Dalam hal yang berkaitan dengan perubahan dan amandemen Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga ini, maka seluruh perangkat Organisasi SP
menyesuaikan diri.
2. Dengan ditetapkan AD/ART ini maka AD/ART yang disahkan pada tanggal 6
Juni 2003 dan semua Peraturan Organisasi yang bertentangan dengan AD/ART
ini dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 8 Januari 2009.

BAB XXXI
PENUTUP

Pasal 105
1. Hal-hal yang belum diatur dalam AD/ART ini akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Organisasi (PO).
2. AD/ART ini berlaku sejak tanggal 8 Januari 2009, beserta perubahan berdasarkan
hasil sidang Majelis Nasional (MAJENAS) I SPN, tanggal 11 Februari 2010.

DEWAN PIMPINAN PUSAT
SERIKAT PEKERJA NASIONAL

ttd ttd

H. BAMBANG WIRAHYOSO, SE ( KETUA UMUM )
P. KAREL SAHETAPY ( SEKRETARIS UMUM )