Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Jumat, 27 September 2013

Apindo Ngotot Pakai Rata-rata KHL

Sumber : Koran Sindo
 
SEMARANG– Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menolak permintaan buruh dalam menentukan upah minimum kabupaten (UMK) hanya menggunakan prediksi kebutuhan hidup layak (KHL) Desember 2013.

Alasannya, survei KHL telah dilakukan sejak Januari.“Kan sejak Januari sudah melakukan survei, percuma dong. Kita gunakan prediksi rata-rata KHL Januari-Desember 2013,” kata Tim Advokasi Apindo Jateng, Agung Wahono, kemarin. Agung meminta baik pekerja dan pengusaha agar bisa menyetujui apa yang sudah menjadi komitmen menyangkut sistem perhitungan dan survei. Apapun hasil dari survei KHL harus bisa diterima semua pihak.

Di sisi lain, pihaknya juga meminta kepada bupati/ wali kota tetap berada di tengahtengah. “Harus taat azas,” katanya. Apindo belum bisa memastikan berapa perkiraan kenaikan UMK 2014. Hanya, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tetap jadi pertimbangan. “Saat ini belum ada daerah yang mengusulkan ke Dewan Pengupahan Provinsi Jateng,” jelasnya.

Menurut Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang Heru Budi Utoyo, dengan dirata-ratanya angka KHL sejak Januari hingga prediksi Desember 2013 akan memunculkan angka yang lebih kecil. Seharusnya hanya menggunakan prediksi KHL Desember 2013 ditambah prediksi Inflasi berjalan, karena angka ini yang paling mendekati dengan KHL 2014.

“Sebagai contoh Untuk UMK 2013, dari 35 daerah di Jateng, hanya Kota Semarang satu-satunya daerah yang menggunakan prediksi KHL Desember 2012 untuk digunakan dasar penentuan UMK 2013, sehingga nominalnya paling besar dibandingkan dengan yang lain,” katanya. arif purniawan

Minggu, 15 September 2013

Buruh Tolak Pembatasan Upah Minimum

 Sumber : Jurnal Nasional

Bandung, RIBUAN buruh di Jawa Barat, gabungan dari berbagai elemen serikat pekerja, Kamis (12/9) kemarin menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Para buruh menolak rencana penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Pedoman Kebijakan Penetapan Upah Minimum pada akhir September ini.
Aksi massa buruh tersebut sebagian besar dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar, Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, dan Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo).
Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jabar, Iwan Kusmawan, menyatakan, para buruh keberatan dengan lima klausul dalam inpres tersebut. "Pertama, pasal mengenai kebijakan kenaikan upah minimum yang akan ditinjau setiap 2 tahun sekali. Kedua, terkait kenaikan upah minimum yang mengacu pada kebutuhan hidup layak (KHL), produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Tuntutan Ke-3, soal membedakan kenaikan upah minimum antara industri secara umum dengan usaha mikro, kecil, dan menangah serta industri padat karya yang meliputi industri makanan, minuman, dan tembakau, serta lainnya.
Keempat, kenaikan upah minimum secara umum paling tinggi sebesar tingkat inflasi ditambah 10 persen dari upah minimum tahun sebelumnya. "Terakhir, kenaikan upah minimum pada industri padat karya paling tinggi 50 persen dari kenaikan upah minimum tahun sebelumnya. Klausul-klausul tersebut jelas sangat merugikan para buruh," ungkapnya.
Mereka menilai, lima klausul tersebut bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satunya, di dalam undang-undang tersebut tertulis bahwa kebijakan kenaikan upah minimum ditinjau setiap satu tahun sekali.
"Kalaupun pemerintah ingin mengubah sistem pengupahan, hendaknya jalur yang ditempuh adalah amandemen UU 13/2013, bukan dengan membuat inpres yang bertentangan dengan UU," tegas Iwan.

Investor Untung, Buruh Merugi
Semarang, Unjuk rasa terkait rencana penerbitan inpres itu juga digelar ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang di depan Kantor DPRD Jateng. "Kebijakan itu sama sekali tidak berpihak kepada buruh," kata koordinator aksi, Ahmad Zainudin, dalam orasinya.
Aktivis Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah, Heru Budi Utoyo menambahkan, pembatasan kenaikan upah minimum dengan tujuan menarik investor ke Jawa Tengah akan merugikan para buruh.

Heru juga menuding, kebijakan soal buruh di Jawa Tengah menjadi alat politik. Para politikus Jateng hanya menjanjikan kesejahteraan saat menjelang pemilihan umum. "Makanya kami menagih janji gubernur baru untuk mengeluarkan janji-janjinya yang ingin menyejahterakan buruh," katanya.
Pejabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, Rukma Setiabudi, menanggapi tuntutan para buruh itu, berjanji akan meningkatkan kesejahteraan buruh di Jawa Tengah, dengan cara membuat regulasi yang sesuai dengan keinginan buruh di Jawa Tengah.

"Konsepnya buruh harus sejahtera, pengusaha pun tak harus rugi. Tapi dapat laba yang tak terlalu banyak," ujarnya. n Robby Sanjaya/Heri C Santoso

Buruh Minta UMK Sesuai KHL Desember

Sumber : Koran Sindo
 
SEMARANG– Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah mendesak agar penentuan upah minimum kabupaten/ kota (UMK) 2014 tidak mendasarkan dari rata-rata dari hasil survei kebutuhan hidup layak(KHL) yang dilakukan pada Januari hingga September2013.

“Harusnya menggunakan prediksi Desember 2013, tidak angka rata-rata. Perkiraan itu yang paling mendekati KHL 2014,” kata Koordinator Gerbang Semarang, Heru Budi Utoyo di sela unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng di Jalan Pahlawan Kota Semarang, kemarin. Menurut Heru, dalam penentuan UMK 2013, hanya Kota Semarang yang tidak menggunakan rata-rata survei KHL dari Januari-September, tapi prediksi Desember 2012.
 
Karena itu, UMK 2013 Kota Semarang paling tinggi dibanding daerah lain di Jateng, yakni mencapai Rp1.209.100. Heru berharap penentuan UMK 2014 juga mengacu tahun lalu karena tidak ada regulasi yang mengaturnya. Hal ini hanya merupakan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. “Apalagi ini mau ada Instruksi Presiden (Inpres), yang informasinya mengharuskan kenaikan UMK didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, sekitar 5- 7%. Kami akan perjuangkan terus untuk menolak Inpres yang membatasi UMK,” tandasnya.

Sejauh ini belum ada titik temu terkait dengan usulan UMK 2014 di Dewan Pengupahan Kota Semarang yang akan diajukan ke Dewan Pengupahan Provinsi Jateng. Buruh di Kota ATLAS menghendaki besaran UMK Rp1,9 juta, sesuai dengan hasil survei Juni 2013 bersama DPRD Kota Semarang sebelum harga bahan bakar minyak (BBM) naik.

“Dari pengusaha belum memunculkan angka, sehingga belum ada kesepakatan antara Apindo dan pekerja,” kata Heru, yang juga Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang. Perwakilan pekerja kemarin ditemui oleh Ketua DPRD Jateng Rukma Setya Budi, anggota Komisi E KH Syamsul Maarif dan anggota DPRD yang lain serta dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Provinsi Jateng.

“Kebutuhan hidup di Jateng dan DKI lain. Makanya selayaknya, wajar, ojo akeh akeh,” kata Rukma Setya Budi. Kasi Pengupahan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja pada Disnakertransduk Provinsi Jateng Umi Hani menyatakan sejauh ini belum ada inpres yang membatasi kenaikan UMK.

“Sampai dengan 30 September 2013, usulan UMK 2014 dari bupati/wali kota harus sudah diserahkan ke Gubernur Jateng,” katanya. arif purniawan


Jumat, 13 September 2013

UMK 2014 : Buruh Semarang Mengusulkan Upah Minimum 1,9 juta

Sumber : Solopos.com
Dengan mengendarai mobil dan puluhan sepeda motor berunjuk rasa di Gedung DPRD Jateng Jl Pahlawan, Kota Semarang, Jumat (13/9/2013).
Dalam aksinya, mereka mengusung sejumlah spanduk dan poster, serta melakukan orasi di atas sebuah mobil pikap yang dilengkap sound system. Koordinator Aliansi Gerbang Semarang, Heru Budi Utoyo, mengatakan nilai UMK Kota Semarang 2014 idealnya senilai Rp1,9 juta.
Angka tersebut, menurut dia, berdasarkan hasil survei terhadap 60 item barang ekonomi kebutuhan hidup layak (KHL) buruh yang dilakukan DPRD dan serikat pekerja pada 13 Juni 2013 di pasar Karangayu.
”Kami menuntut UMK 2014 Kota Semarang senilai Rp1,9 juta, supaya buruh bisa hidup layak,” tandas Heru.
Bila dibandingkan dengan UMK 2013 senilai Rp1,2 juta, meningkat lebih dari 40%. Menurut Heru, dengan dengan UMK Rp1,9 juta buruh bisa hidup layak.
”Buruh bisa hidup layak kalau UMK Rp1,9 juta, kalau di bawah itu ya nasibnya masih terpuruk, harus mencari kerja sampingan,” ungkapnya.
Saat ini, imbuh dia, UMK Kota Semarang paling kecil dibandingkan dengan UMK ibu kota provinsi metropolitan di Indonesia, seperti DKI Jakarta senilai Rp2,2 juta, Surabaya Rp1,74 juta, Bandung Rp1,53 juta, Medan Rp1,650 juta.
”Jadi sudah saatnya UMK Kota Semarang sebagai ibu kota provinsi Jateng sejajar dengan kota metropolitan lain,” tandasnya.

Ratusan Buruh SPN Semarang Demo Tolak Inpres Upah Minimum


Ratusan Buruh SPN Semarang Demo Tolak Inpres Upah Minimum
Jumat, 13 September 2013 10:55 WIB
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro' Roziki

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, menggelar aksi demontrasi di depan kantor DPRD Jateng, Jumat (13/9/2013).Mereka menolak rencana instruksi presiden (Inpres), terkait pembatasan kenaikan upah mininum."Kebijakan itu sama sekali tidak berpihak kepada buruh," kata koorinator lapangan, Ahmad Zainudin.Ditambahkannya, pemerintah saja berani menaikkan harga BBM sebesar 30 persen."Lantas kenapa upah buruh justru dibatasi," kata dia.

KENAIKAN UMP Tuntutan Buruh Tak Realistis

Sumber : Suara Karya

BURUH - Ribuan buruh yang berasal dari berbagai serikat buruh melakukan aksi unjuk rasa menuju depan Istana Merdeka, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (5/9). Aksi buruh itu menuntut kenaikan upah serta pengangkatan pekerja alih daya menjadi karyawan tetap. (Antara)

Jumat, 6 September 2013


JAKARTA (Suara Karya): Tuntutan yang disuarakan sejumlah organisasi buruh agar upah minimum provinsi (UMP) 2013 ditetapkan sebesar 3,7 juta rupiah dianggap tidak realistis. Apalagi, kondisi ekonomi saat ini sedang mengalami kesulitan akibat krisis global. Apabila tuntutan itu dipaksakan dipenuhi, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bakal sulit dihindari.
Apindo mengaku keberatan dengan tuntutan buruh itu. Apindo menyebutkan, aksi unjuk rasa yang dilakukan para buruh yang menuntut besaran UMR sebanyak Rp 3,7 juta per bulan harus ditolak.
Penegasan itu disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis (5/9), saat menanggapi tuntutan ribuan buruh yang menggelar demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan Istana Negara.
"Pengusaha dan buruh harus tunduk kepada ketentuan Dewan Pengupahan Nasional soal besarnya UMR/UMP yang telah ditetapkan, yaitu Rp 2,2 juta per bulan. Ingin menuntut silakan, namun Apindo tidak mampu kalau harus menaikkan upah lagi," kata Sofjan Wanandi.
Menurut Sofjan, saat ini sangat tidak mungkin para pelaku usaha kembali menaikkan upah buruh di saat situasi perekonomian domestik yang tengah bergejolak. Menurut Sofyan, para buruh yang terus menuntut itu sangat tidak mengerti masalah ekonomi saat ini.
Sofjan menilai kenaikan upah tidak mungkin dilakukan sebab pemerintah baru saja menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Ditambah lagi posisi rupiah yang sedang melemah.
"Banyak perusahaan yang akan bangkrut apabila tuntutan kenaikan upah terus dipaksakan. Ini yang tidak dipikirkan oleh para buruh. Jika hal ini terjadi, PHK bisa jadi akan terjadi, dan yang belum bekerja tak akan mungkin mendapatkan pekerjaan," katanya.
Sah-sah saja, menurut Sofyan, apabila para buruh terus melakukan aksi-aksi tuntutan kenaikan upah. Namun, yang paling pokok adalah agar pemerintah tidak tunduk pada tuntutan buruh karena akan berbahaya untuk iklim usaha di Indonesia.
Muhaimin berharap buruh dan pengusaha dapat bersikap realistis mengenai besaran upah minimum sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
"Pada penetapan upah, pakailah angka-angka yang dibutuhkan saja, jangan berlebihan, agar perusahaan tidak bangkrut," kata Muhaimin.
Ia menunjukkan, kenaikan UMP DKI pada 2013 menjadi Rp 2,2 juta telah banyak menyulitkan perusahaan sehingga banyak perusahaan yang mengajukan penangguhan. Jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan penerapan UMP 2013, sebanyak 498 perusahaan. Sementara pada tahun 2012, hanya sebanyak 40 perusahaan.
Menanggapi aksi demo buruh, Gubernur DKI Joko Widodo mempersilakan buruh menggelar aksi unjuk rasa asalkan tidak anarkistis. Namun, Jokowi juga meminta buruh menggunakan logika.
Menakertrans mengatakan, UMP boleh saja naik, namun kalau hal itu akan memberatkan perusahaan, maka harus dicari titik temu untuk menghindari penutupan perusahaan yang dapat berakibat terjadinya PHK massal. "UMP boleh naik, namun kalau perusahaan tutup atau pindah lokasi, carilah titik temu. Dan, jalan terbaik adalah titik temu bipartit antara pengusaha dan pekerja," kata Muhaimin.
"Cobalah menggunakan logika, semestinya keinginan mereka soal UMP menjadi Rp 3,7 juta itu pikirkan lagi. Sudah masuk akal apa tidak dengan kondisi ekonomi saat ini?" ujar Jokowi.
Tidak hanya itu, Jokowi juga mengatakan, pihaknya akan mencoba melakukan survei kenaikan UMP yang disuarakan para buruh. "Jangan sampai, keputusan yang diambil pemerintah memenuhi keinginan buruh, malah jadi bumerang," kata mantan Wali Kota Surakarta ini.

Di Semarang, para buruh menolak rencana penerbitan instruksi presiden (inpres) yang membatasi besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan UMK 2014 yang diperkirakan mencapai 10 hingga 15 persen, diprediksi bakal turun menjadi 6 sampai 7 persen.
"Apabila inpres ditetapkan, ini akan mereduksi hasil survei yang sudah dilakukan sejak Januari-September. Padahal survei Januari di Pasar Karangayu Kota Semarang, upah layak di angka Rp 1,9 juta," kata Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, dalam aksi unjuk rasa, kemarin.
Pihaknya berharap, hendaknya UMK 2014 tidak dilakukan dengan menarik rata-rata dari survei Januari-September, tetapi perkiraan hasil survei Desember 2013 ditambah dengan laju inflasi, itu baru angka ideal. Ini mengingat rata-rata di provinsi lain tidak dilakukan seperti di Jawa Tengah yang selalu tertinggal.
"Kami berharap kepada gubernur baru, bagaimana agar upah riil benar-benar diterapkan di Jawa Tengah," tuturnya. Aksi kemarin berjalan tertib. Ratusan buruh yang tergabung dalam SPN, SBSI, FPMI, SPI, Farkes, Kahutindo dan lain, menggelar orasi di depan Kantor Gubernur di Jalan Pahlawan Kota Semarang.dan Sekitar 30 ribu pekerja menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara.
 Dalam perjalanan ke Istana, mereka berjalan kaki dari Bundaran Hotel Indonesia (HI). Para buruh yang berseragam hitam itu berunjuk rasa dengan tuntutan upah minum provinsi (UMP) dinaikkan 50 persen mencapai sekitar Rp 3,7 juta pada 2014 untuk wilayah DKI Jakarta. (Sabri/Pudyo Saptono/Muhajir/Yon P)

Rabu, 04 September 2013

SPN Demo di Gubernuran Tolak Inpres dan Tuntut Kesetaraan Upah

Sumber : Suara Merdeka 05 September 2013
 
SEMARANG - Sekitar 50 anggota Serikat Pekerja Nasional Kota Semarang menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng, Rabu (4/9). Aksi yang dimulai pukul 10.00 itu mengusung isu penolakan Instruksi Presiden (Inpres) tentang kenaikan upah minimum. Koordinator Aksi Ahmad Zainudin menyatakan, Inpres hanyalah cara untuk menekan upah buruh agar kembali murah atas tekanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pengusaha hitam.
Inpres yang segera dikeluarkan pemerintah ini dinilai cacat hukum, karena melanggar Undang-Undang No 13 Tahun 2003 dan Permenakertrans No 12 Tahun 2013. Sebab,  aturan yang berlaku, penetapan Upah Minimum Provinsi (Ump) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) adalah kewenangan gubernur berdasarkan rekomendasi bupati setelah survei kebutuhan hidup layak (KHL) dilakukan oleh dewan pengupahan. ”Jadi bukan ditentukan oleh pemerintah pusat seperti dalam bentuk Inpres itu,” tegas Zainudin.
Menurut SPN, Inpres tersebut merupakan bentuk kengawuran dan kepanikan Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, dan Apindo. ”Survei KHL saja belum dilakukan, bagaimana bisa nilai UMP/UMK sudah ditentukan 10% dari inflasi tahun sebelumnya,” katanya.
Dalam aksi satu jam itu, para buruh membawa replika amplop berukuran besar yang ditujukan kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Isi amplop adalah aspirasi buruh yang menuntut penyetaraan upah. SPN menyatakan rata-rata upah buruh di Jawa Tengah kalah dibandingkan dengan provinsi lain. Upah buruh di Kota Semarang juga kalah jauh dibandingkan dengan ibu kota provinsi lain.
SPN meminta Pemprov Jateng membuat sistem percepatan penyetaraan UMK kabupaten kota dengan provinsi lain. Salah satunya dengan kenaikan upah minimum tidak lebih rendah daripada kenaikan tahun sebelumnya. Selain itu, menggunakan angka KHL prediksi pada Desember setiap tahun dengan menyertakan perkiraan indeks harga konsumen dan kenaikan tingkat harga tahun depan serta perrtumbuhan ekonomi.
Aspirasi tersebut awalnya akan disampaikan langsung oleh perwakilan SPN kepada Ganjar. Namun pada saat yang sama gubernur sedang menerima audiensi warga Batang yang berunjuk rasa menolak pembangunan PLTU. (H68, J17-75)

Minggu, 01 September 2013

UMK: Buruh Semarang Minta UMK 2014 Sebesar Rp1,5 Juta

Sumber : Bisnis-Jateng.com
Oleh on Tuesday, 27 August 2013
Bisnis-Jateng.Com, SEMARANG – Kalangan buruh di Kota Semarang meminta agar pemerintah dapat menetapkan besaran upah minimum kabupaten kota (UMK) pada 2014 sesuai dengan hitungan kebutuhan hidup layak atau sekitar Rp1,5 juta per bulan.
Koordinator Umum Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah, Nanang Setyono mengatakan kenaikan umk menjadi Rp1,5 juta tersebut mengalami peningkatan sekitar 40% dibandingkan UMK saat ini yang hanya mencapai sebesar Rp1,2 juta per bulan.
“Kenaikan umk itu didasarkan atas penghitungan komponen kebutuhan hidup layak (khl) serta laju inflasi pada 2013, dan  tidak akan berpengaruh banyak terhadap operasional perusahaan,” ujarnya, Selasa (27/8/2013).
Menurutnya, komponen upah buruh selama ini hanya menempati posisi kelima pada total biaya operasional perusahaan secara keseluruhan, sehingga kenaikan umk itu tidak akan mempengaruhi perusahaan.
“Dewan pengupahan diharapkan melakukan survey kembali untuk penentuan umk  2014, dikarenakan survey terakhir dilakukan pada awal tahun lalu sebelum berlakunya kebijakan kenaikan harga BBM, sehingga dipastikan kondisi saat ini sangat berbeda, dimana kebutuhan hidup pasti meningkat,” tuturnya.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) pada 2014 mendatang tidak lebih dari 10% agar tidak memberatkan kalangan pengusaha.
Ketua Apindo Jawa Tengah, Frans Kongi mengatakan meskipun saat ini kondisi perekonomian masih menunjukkan pertumbuhan walaupun belum stabil serta inflasi masih terjaga dengan baik, namun apabila kenaikan UMK melebihi 10% maka hal itu akan sangat memberatkan para pengusaha.
“Hal ini karena komponen upah karyawan mengambil andil hingga 30% dari total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Sementara, di Jawa Tengah ini banyak terdapat industri padat karya seperti garmen, yang komponen gaji karyawannya bahkan bisa melebihi 30% dari total produksi,” ujarnya.
Pihaknya berharap semua pihak, baik serikat buruh maupun pengusaha dapat menjaga kondisi hubungan industrial di Jawa Tengah tetap berjalan kondusif dan aman, sehingga perekonomian tetap berjalan dengan baik.
“Dengan demikian pengusaha tetap bisa menjalankan usahanya dan lapangan kerja pun tetap terbuka lebar. Jangan sampai kondusifitas terganggu yang memicu pengusaha menutup maupun merelokasi usahanya,” tuturnya.
Frans menambahkan pada dasarnya pengusaha tidak mempermasalahkan penambahan komponen dalam penghitungan khl upah minimum kabupaten/ kota pada 2014.
“Kalangan buruh boleh saja mengajukan usulan komponen KHL dari 60 item menjadi 84 item atau seterusnya. Tapi, saya rasa pemerintah bisa bijaksana dalam memutuskan,” ujarnya. (k39/rsj)