SEMARANG, suaramerdeka.com - Ribuan buruh Serikat Pekerja Nasional (SPN) melancarkan aksi penolakan Undang-Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (SJSN-BPJS) di depan Kantor Gubernur Jateng, Rabu (21/11). Total sekitar 4.000 buruh dari berbagai daerah di Jateng itu datang secara bergelombang hingga memacetkan Jalan Pahlawan.
Aksi dimulai dari
Masjid Baiturrahman Simpanglima sekitar pukul 13.00 dilanjutkan
longmarch ke gubernuran. Sebuah mobil bak terbuka membawa sounds system
besar memimpin "ular raksasa" yang memadati Jalan Pahlawan. Ratusan
bendera SPN berkibar di sepanjang jalan, mengikuti dua spanduk di
barisan depan bertuliskan kalimat penolakan terhadap UU SJSN-BPJS.
Sekretaris
SPN Jateng, Nanang Setyono mengatakan, UU yang disahkan DPR RI pada 28
Oktober 2011 itu mengancam kesejahteraan buruh. Sebab pada Pasal 18 ayat
(1) tercantum kwajiban membayar iuran bagi buruh agar mendapat asuransi
jaminan kesehatan. Ini bertentangan dengan Pasal 99 UU No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jaminan sosial adalah hak
pekerja dan keluarganya. "Jaminan sosial adalah kewajiban Negara," kata
Nanang.
UU tersebut mengatur bahwa iuran asuransi kesehatan
dibayar oleh pengusaha dan pekerja sebesar 5% dari upah pekerja.
Rinciannya 3% dari pengusaha dan 2% dari pekerja. Untuk warga yang bukan
pekerja dan bukan fakir miskin dikenakan iuran Rp 27 ribu per bulan.
Sedang fakir miskin ditanggung pemerintah melalui program penerima
bantuan iuran (PBI) yang diambil dari APBN sebesar Rp 22 ribu per orang
tiap bulan.
Menurut Nanang, dalam aturan itu juga ada keganjilan
bahwa Negara menganggap buruh pabrik tidak layak ditanggung karena bukan
fakir miskin. Sedangkan definisi miskin menurut pemerintah adalah orang
yang penghasilannya di bawah Rp 300 ribu per bulan.
Pada
kenyataannya, tidak hanya buruh, tapi penarik becak, tukang ojek,
petani, nelayan atau kaum miskin kota tidak ada yang penghasilannya di
bawah Rp 300 ribu. "Ini pasal pembohongan publik karena berarti tidak
ada satupun rakyat yang jaminan sosialnya ditanggung Negara," jelasnya.
Aksi
ini dilaksanakan serentak secara Nasional. SPN dengan tegas menolak UU
SJSN-BPJS, bukan hanya karena merampas hak warga dan buruh, tapi juga
cacat hukum. "Menteri Keuangan Agus Marto menyatakan ketika UU itu
disahkan, DPR belum memiliki rancangan UU final. Setelah disahkan, UU
itu masih dibahas lagi," jelasnya.
SPN mendesak pemerintah segera
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) karena
UU SJSN-BPJS adalah bentuk penghianatan terhadap rakyat pekerja. Jika
tidak direspon, buruh se-Indonesia mengancam akan menduduki PT Jamsostek
dan mencairkan seluruh dana jaminan hari tua. "Kami juga sudah
menyiapkan gugatan judicial review ke Mahakamah Konstitusi," tegasnya.
(
Anton Sudibyo / CN31 / JBSM )