Sumber : Suara Karya
BURUH - Ribuan buruh yang berasal dari berbagai serikat buruh melakukan aksi unjuk rasa menuju depan Istana Merdeka, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (5/9). Aksi buruh itu menuntut kenaikan upah serta pengangkatan pekerja alih daya menjadi karyawan tetap. (Antara)
Jumat, 6 September 2013
BURUH - Ribuan buruh yang berasal dari berbagai serikat buruh melakukan aksi unjuk rasa menuju depan Istana Merdeka, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (5/9). Aksi buruh itu menuntut kenaikan upah serta pengangkatan pekerja alih daya menjadi karyawan tetap. (Antara)
Jumat, 6 September 2013
JAKARTA (Suara Karya): Tuntutan yang disuarakan sejumlah organisasi
buruh agar upah minimum provinsi (UMP) 2013 ditetapkan sebesar 3,7 juta
rupiah dianggap tidak realistis. Apalagi, kondisi ekonomi saat ini
sedang mengalami kesulitan akibat krisis global.
Apabila tuntutan itu dipaksakan dipenuhi, ancaman pemutusan hubungan
kerja (PHK) massal bakal sulit dihindari.
Apindo mengaku keberatan dengan tuntutan buruh itu. Apindo menyebutkan,
aksi unjuk rasa yang dilakukan para buruh yang menuntut besaran UMR
sebanyak Rp 3,7 juta per bulan harus ditolak.
Penegasan itu disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis (5/9), saat menanggapi tuntutan ribuan buruh yang menggelar demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan Istana Negara.
"Pengusaha dan buruh harus tunduk kepada ketentuan Dewan Pengupahan
Nasional soal besarnya UMR/UMP yang telah ditetapkan, yaitu Rp 2,2 juta
per bulan. Ingin menuntut silakan, namun Apindo tidak mampu kalau harus
menaikkan upah lagi," kata Sofjan Wanandi. Menurut Sofjan, saat ini sangat tidak mungkin para pelaku usaha kembali
menaikkan upah buruh di saat situasi perekonomian domestik yang tengah
bergejolak. Menurut Sofyan, para buruh yang terus menuntut itu sangat
tidak mengerti masalah ekonomi saat ini. Sofjan menilai kenaikan upah tidak mungkin dilakukan sebab pemerintah
baru saja menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Ditambah lagi
posisi rupiah yang sedang melemah. "Banyak perusahaan yang akan bangkrut apabila tuntutan kenaikan upah
terus dipaksakan. Ini yang tidak dipikirkan oleh para buruh. Jika hal
ini terjadi, PHK bisa jadi akan terjadi, dan yang belum bekerja tak akan
mungkin mendapatkan pekerjaan," katanya. Sah-sah saja, menurut Sofyan, apabila para buruh terus melakukan
aksi-aksi tuntutan kenaikan upah. Namun, yang paling pokok adalah agar
pemerintah tidak tunduk pada tuntutan buruh karena akan berbahaya untuk
iklim usaha di Indonesia. Muhaimin berharap buruh dan pengusaha dapat bersikap realistis mengenai
besaran upah minimum sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. "Pada penetapan upah, pakailah angka-angka yang dibutuhkan saja, jangan
berlebihan, agar perusahaan tidak bangkrut," kata Muhaimin. Ia menunjukkan, kenaikan UMP DKI pada 2013 menjadi Rp 2,2 juta telah
banyak menyulitkan perusahaan sehingga banyak perusahaan yang mengajukan
penangguhan. Jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan penerapan
UMP 2013, sebanyak 498 perusahaan. Sementara pada tahun 2012, hanya
sebanyak 40 perusahaan. Menanggapi aksi demo buruh, Gubernur DKI Joko Widodo mempersilakan
buruh menggelar aksi unjuk rasa asalkan tidak anarkistis. Namun, Jokowi
juga meminta buruh menggunakan logika.
Menakertrans mengatakan, UMP boleh saja naik, namun kalau hal itu akan memberatkan perusahaan, maka harus dicari titik temu untuk menghindari penutupan perusahaan yang dapat berakibat terjadinya PHK massal. "UMP boleh naik, namun kalau perusahaan tutup atau pindah lokasi, carilah titik temu. Dan, jalan terbaik adalah titik temu bipartit antara pengusaha dan pekerja," kata Muhaimin.
"Cobalah menggunakan logika, semestinya keinginan mereka soal UMP
menjadi Rp 3,7 juta itu pikirkan lagi. Sudah masuk akal apa tidak dengan
kondisi ekonomi saat ini?" ujar Jokowi. Tidak hanya itu, Jokowi juga mengatakan, pihaknya akan mencoba
melakukan survei kenaikan UMP yang disuarakan para buruh. "Jangan
sampai, keputusan yang diambil pemerintah memenuhi keinginan buruh,
malah jadi bumerang," kata mantan Wali Kota Surakarta ini.
Di Semarang, para buruh menolak rencana penerbitan instruksi presiden (inpres) yang membatasi besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan UMK 2014 yang diperkirakan mencapai 10 hingga 15 persen, diprediksi bakal turun menjadi 6 sampai 7 persen."Apabila inpres ditetapkan, ini akan mereduksi hasil survei yang sudah
dilakukan sejak Januari-September. Padahal survei Januari di Pasar
Karangayu Kota Semarang, upah layak di angka Rp 1,9 juta," kata Ketua
DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Heru Budi Utoyo, dalam
aksi unjuk rasa, kemarin. Pihaknya berharap, hendaknya UMK 2014 tidak dilakukan dengan menarik
rata-rata dari survei Januari-September, tetapi perkiraan hasil survei
Desember 2013 ditambah dengan laju inflasi, itu baru angka ideal. Ini
mengingat rata-rata di provinsi lain tidak dilakukan seperti di Jawa
Tengah yang selalu tertinggal. "Kami berharap kepada gubernur baru, bagaimana agar upah riil
benar-benar diterapkan di Jawa Tengah," tuturnya. Aksi kemarin berjalan
tertib. Ratusan buruh yang tergabung dalam SPN, SBSI, FPMI, SPI, Farkes,
Kahutindo dan lain, menggelar orasi di depan Kantor Gubernur di Jalan
Pahlawan Kota Semarang.dan Sekitar 30 ribu pekerja menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana
Negara. Dalam perjalanan ke Istana, mereka berjalan kaki dari Bundaran Hotel
Indonesia (HI). Para buruh yang berseragam hitam itu berunjuk rasa
dengan tuntutan upah minum provinsi (UMP) dinaikkan 50 persen mencapai
sekitar Rp 3,7 juta pada 2014 untuk wilayah DKI Jakarta. (Sabri/Pudyo
Saptono/Muhajir/Yon P)
Penegasan itu disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis (5/9), saat menanggapi tuntutan ribuan buruh yang menggelar demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) dan Istana Negara.
Menakertrans mengatakan, UMP boleh saja naik, namun kalau hal itu akan memberatkan perusahaan, maka harus dicari titik temu untuk menghindari penutupan perusahaan yang dapat berakibat terjadinya PHK massal. "UMP boleh naik, namun kalau perusahaan tutup atau pindah lokasi, carilah titik temu. Dan, jalan terbaik adalah titik temu bipartit antara pengusaha dan pekerja," kata Muhaimin.
Di Semarang, para buruh menolak rencana penerbitan instruksi presiden (inpres) yang membatasi besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kenaikan UMK 2014 yang diperkirakan mencapai 10 hingga 15 persen, diprediksi bakal turun menjadi 6 sampai 7 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar