Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Jumat, 21 Desember 2012

Buruh Perempuan Geruduk Disnakertrans Kota Semarang

SEMARANG, suaramerdeka.com - Sekitar 50 buruh perempuan dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Jumat (21/12) menggeruduk Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat. 
Mereka menuntut Disnakertrans bisa meningkatkan kerja pengawasan terhadap pemenuhan hak, sekaligus mengambil tindakan tegas terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran hak-hak pekerja perempuan.
Para buruh menilai, regulasi dan kebijakan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan sangat lemah. Lemahnya regulasi itu seringkali diperparah lemahnya jaminan perlindungan terhadap pekerja. Khususnya di bidang pengawasan dan penegakan hak-hak. 
"Karena itu harus ada perbaikan terhadap regulasi yang ada. Masih banyak pekerja perempuan yang tidak terlindungi hak-haknya," kata Koordinator Gerakan Perempuan Bisa, DPC SPN Kota Semarang, Anik Ariyani, saat orasi di halaman Kantor Disnakertrans.
Anik Ariyani menyebutkan, beberapa aturan yang memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan. Seperti Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan masih banyak lagi peraturan pelaksanaan di bawahnya.
"Namun implementasinya, aturan-aturan itu di lapangan masih banyak yang tumpang tindih. Masih ada larangan menikah dengan sesama pekerja dalam satu perusahaan, larangan hamil bagi pekerja perempuan yang hal ini biasanya termuat dalam kontrak kerja. Dalam UU Ketenagakerjaan jelas tidak memberikan kewenangan kepada pengusaha/perusahaan untuk membuat kontrak kerja yang memuat larangan itu," jelas dia.
Sekretaris Gerakan Perempuan Bisa, DPC SPN Kota Semarang, Yartatik menambahkan, masih ada pekerja perempuan yang mengajukan cuti hamil/melahirkan di luar tanggungan perusahaan. Artinya pekerja perempuan diizinkan mengambil cuti hamil/melahirkan, namun terkadang tidak dibayarkan upah tiap bulannya.
Padahal dalam UU Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak memperoleh cuti 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan. Dan pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan.
"Masih sedikit perusahaan yang memenuhi ketentuan hak pekerja perempuan. Misalnya untuk menyusui bayinya, hak untuk mendapatkan cuti haid, kerja lembur hingga dini hari dan ketersediaan sarana transportasi, serta banyak persoalan persoalan lain," katanya.
( Lanang Wibisono / CN31 / JBSM ) Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar