Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Jumat, 29 April 2011

PERLINDUNGAN HUKUM BURUH PEREMPUAN

Oleh : Anik Ariyani

Budaya lama di masyarakat kita selalu menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Perempuan dipandang sebagai mahluk lemah hanya pantas mengerjakan pekerjaan rumahan, sebagai kodrat dalam kehidupannya perempuan cenderung ditempatkan sebagai makhluk domestik dengan tempat utamanya yaitu pendamping suami.
Buruh perempuan juga juga mengahadapi kendala dalam perundang- undangan dan kebijakan negara yang ada. Biasanya ada dua kategori peraturan yang manyangkut buruh perempuan, yang meliputi :
Yang pertama adalah aturan regulatif, bertujuan mempertahankan kemandirian dan kesejahteraan buruh dengan menjamin tempat kerja yang aman dan nyaman, mengurangi segala hal yang membahayakan kesejahteraan menetapkan upah minimum, mencegah jam kerja yang panjang serta memberi kompensasi pada buruh di saat kecelakaan kerja.
Kedua adalah aturan “PROHIBIT” (melarang), bertujuan melindungi buruh perempuan dari jenis pekerjaan tertentu. Batas antara kedua kategori ini tidak begitu jelas dan bahkan bergeser, seringkali apa yang diciptakan untuk kesejahteraan umum pada akhirnya membatasi ruang gerak kategori sosial tertentu banyak peraturan perundang-undangan dibuat untuk melindungi buruh perempuan. Namun apakah hak serta perlindungan hukum itu sudah menjamin kedudukan buruh perempuan dalam kenyataannya.
Beberapa aturan yang melindungi buruh perempuan diantaranya :
a. Undang–undang No.80 tahun 1957 tentang persetujuan konvensi ILO No. 100 mengenai pengupahan yang sama bagi buruh perempuan dan laki laki untuk pekerjaan yang sama nilainya.
b. Undang–Undang No. 14 tahun 1969 tentang Pokok-Pokok ketenaga- kerjaan.
Pasal 2 : dalam menjalankan undang undang serta peraturan pelaksanaan yang tidak boleh ada diskriminisasi antara buruh laki laki dan perempuan tiap kerja berhak mendapatkan perlindungan atau keselamatan, kesehatan serta kesusialaan pemeliharaan moril kerja dan moral agama.
c. Undang-Undang No. 7 tahun 1984 Tentang penghapusan segala bentuk diskriminisasi bagi perempuan.
Pada prinsipnya buruh perempuan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan malam hari, kecuali jika pekerjaan itu menurut sifat tempat, dan keadaan dijalankan oleh perempuan atau tidak dapat dihindarkan berhubungan dengan kepentingan umum. Hal ini didasarkan pada perlindungan terhadap kesehatan dan kesusilaan.
d. Undang-undang no.1 tahun 1951
Pasal 13 ayat 1 : buruh perempuan tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua disaat haid.
Pasal 13 ayat 2 : buruh perempuan harus diberi istirahat satu setengah bulan sebelum saatnya meneurut perhitungan akan melakukan dan satu setengah bulan sesudah melakukan atau gugur kandungan dan dapat diperpanjang selama lamanya tiga bulan jika menurut keterangan dokter dinyatakan bahwa hal ini perlu untuk menjaga kesehatannya.
Pasal 13 ayat 4 : bagi buruh perempuan yang masih menyusukan anak, harus diberikan kesempatan seaptutnya untuk menyusukan anak nya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Batas usia pensiun pada prinsipnya sama dengan laki-laki yaitu 55 tahun, kecuali buruh perempuan tersebut menentukan lain (Surat Edaran menteri Tenaga Kerja No. SE–04/Men/1998 tentang Pelaksanaan Larangan Diskriminasi).
Pembangunan dibidang hukum meliputi tiga hal yaitu perangkat perundang-undangan, aparat penegak hukum dan kesadaran hukum masyarakatnya. Didalam perusahaan tampaknya masih perlu ditingkatkan kesadaran hukumnya. Diskriminasi terjadi karena belum dipahaminya makna keadilan yang sebenarnya, dimana ukuran yang digunakan pengusaha seringkali bukan kebutuhan dan kemampuan tenaga kerjanya tetapi lebih didasarkan pada kepentingan pengusaha. Mampukah kita sebagai buruh perempuan untuk “mensejajarkannya”?

* Disarikan dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar