Selamat datang di KSPN Kota Semarang

Dewan Pengurus Daerah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPD FKSPN) Kota Semarang

KSPN CENTER
Perum Green Aryamukti Residence
Jl. Aryamukti Timur No.07 Pedurungan, Semarang
E-mail : kspnkotasemarang@gmail.com,
Nomor bukti pencatatan : 30 / 251 / OP.CS / 17 / VIII / 2014
Rekening DPD FKSPN Kota Semarang : BRI Cabang Brigjen Sudiarto , No.rek : 0435-01 003229 53 7

Jumat, 29 April 2011

“MAYDAY” DIANTARA KEMENANGAN DAN PERSOALAN BAGI BURUH

Oleh : Heru Budi utoyo

Mengingat sejarah lahirnya hari buruh sedunia tentunya tidak bisa lepas dari rentetan sebuah perjuangan kelas pekerja diawal abad ke 19 dalam meraih kendali ekonomi politis hak-hak pekerja dalam hubungan industrial, terutama di negara Eropa barat dan Amerika serikat. Perjuangan yang dilakukan pada saat itu adalah menuntut direduksinya jam kerja dari 19 hingga 20 jam perharinya menjadi 8 jam kerja perhari. Melalui pemogokan kelas pekerja mereka menuntut perubahan jam kerja dengan membentangkan spanduk bertuliskan 8 jam kerja, 8 jam istirahat dan 8 jam untuk rekreasi yang tuntutan tersebut dijadikan sebagai agenda bersama untuk memperjuangkan perbaikan jam kerja pada saat itu. Yang sungguh luar biasa ternyata tuntutan mereduksi jam kerja tersebut telah dijadikan sebagai landasan tuntutan kelas pekerja diseluruh dunia hingga dalam perjuangan panjang kelas pekerja telah mencapai titik masif dan memperoleh kesuksesan dengan diberlakukannya 8 jam kerja perhari pada 1 Mei 1886 di Amerika serikat. Kesuksesan tersebut menjadikan inspirasi untuk ditetapkannya 1 Mei sebagai hari perjuangan kelas pekerja dan selanjutnya dijadikan sebagai hari buruh sedunia yang hingga kini diperingati dengan berbagai macam kegiatan oleh kaum buruh dipenjuru dunia dengan istilah “ MayDay “.
MayDay kerap dijadikan sebagai momentum perjuangan bagi buruh untuk menuntut perubahan dan perbaikan kesejahteraan. Momentum inilah yang juga menjadikan semangat dan keyakinan tersendiri bagi buruh untuk selalu mengadakan peringatan MayDay dengan berbagai macam kegiatan setiap tahunnya namun tetap mengusung isu-isu perburuhan yang sedang diperjuangkannya. Ada hal yang berbeda pada peringatan MayDay yang lalu dengan sekarang, diantaranya tentang kondisi dan persoalan yang dihadapi, tetapi semangatnya tetap sama yaitu semangat untuk perubahan yang lebih baik. MayDay kali ini tidak lagi berbicara tentang reduksi jam kerja menjadi 8 jam kerja perhari, tetapi lebih pada persoalan kesejahteraan buruh dalam era fleksibelitas kerja. Dan semangat MayDay sebagai momentum perjuangan bagi kaum buruh masih berlanjut, mengingat hingga saat inipun masih banyak persoalan-persoalan buruh yang tak kunjung usai. Beberapa persoalan masih dihadapi oleh buruh diantaranya adalah sbb;
Pertama, semakin maraknya sistem kerja kontrak dan outsourcing telah menjadikan kondisi buruh dari hari kehari semakin terjepit akibat dari ketidakpastian kerja dan minimnya lapangan kerja serta rendahnya posisi tawar mereka dihadapan pengusaha. Dengan adanya sistem kontrak dan outsourcing tersebut, secara sistematis buruh akan kehilangkan hak-haknya berupa kesejahteraan dan keberlangsungan kerja dimana mereka akan kesulitan mencari kerja pasca berakhirnya kontrak kerja karena faktor usia. Secara politis mereka juga akan kehilangan haknya untuk dapat berorganisasi secara bebas, bagaimana mungkin buruh dapat berorganisasi jika kemudian kontraknya habis dan hubungan kerjanya berakhir. Hak-hak pekerja kontrak dan outsourcing terus digerus dan menutup kesempatan menjadi pekerja tetap. Selain menaburkan kecemburuan sosial antar pekerja tetap dan kontrak, pekerja kontrak itu sendiri juga dihadapkan oleh persoalan kepastian kerja, dimana setiap pekerja menggunakan berbagai cara untuk dapat diperpanjang kontraknya sehingga dampaknya dapat menimbulkan rasa stres karena setiap saat memikirkan apakah kontraknya diperpanjang ataukah tidak. Selain itu juga akan berdampak pada hilangnya jaminan kesehatan, pensiun, kenaikan upah, jenjang karir, dan lainnya. Buruh yang semula bekerja dengan status tetap, berangsur-angsur akan diganti dengan buruh kontrak ataupun outsourcing dengan menggunakan berbagai macam cara.
Kedua, minimnya upah yang diterima oleh buruh yang masih jauh dari nilai penghidupan yang layak sebagaimana dimandatkan oleh undang-undang yang ada. Persoalan mekanisme survey dan item-item yang ada di dalam Komponen Permenakertrans No.17/2005 yang sesungguhnya belum dapat mengakomodir kebutuhan hidup secara riil bagi seorang buruh. Upah yang diterima oleh buruh hingga saat ini masih berkutat pada upah minimum yang menggunakan standar kebutuhan buruh lajang sedangkan fakta yang ada bahwa 52 % buruh adalah berstatus sudah berkeluarga. Selain itu juga dalam pelaksanaan survey dan penetapan KHL yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan yang dilaksanakan pada tahun ini, tetapi digunakan sebagai dasar penetapan UMK untuk tahun berikutnya tanpa mempertimbangkan adanya laju insflasi pada tahun yang akan datang, sehingga dapat dibilang bahwa “UMK selalu ketinggalan kereta”. Ditambah lagi dengan adanya surat edaran Dirjen PHIJSK dan kesepakatan Dewan Pengupahan Propinsi tentang konversi minyak tanah ke gas yang mengakibatkan turunnya nilai KHL disemua daerah.
Ketiga, berkurangnya kesejahteraan yang diterima oleh buruh seperti tunjangan makan, transport, jaminan sosial dan tidak diimbangi dengan pemenuhan terhadap hak-hak yang lainnya, misalnya; hak-hak buruh perempuan yang terabaikan, seperti cuti haid, cuti melahirkan, cuti keguguran dan hak untuk menyusui bayi. Bahkan para buruh perempuan yang selama ini sudah terambil hak-haknya seringkali masih dipaksa untuk bekerja melebihi jam kerja tanpa dihitung lembur dikarenakan sistem target yang tidak bisa mereka penuhi. Akibatnya para buruh perempuan ini harus meninggalkan waktu untuk keluarganya hanya untuk mengejar target yang sulit terpenuhi.
Keempat, adanya mekanisme perselisihan hubungan Industrial yang diatur didalam Undang Undang No.2 / 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) menjadi persoalan tersendiri. Regulasi yang konon katanya mudah dan murah itu ternyata realisasinya berbeda, dimana proses perselisihan yang dimulai dari perundingan bipartit, mediasi hingga pengadilan Hubungan Industrial (PHI) membutuhkan waktu yang cukup lama dan bertele-tele serta biaya operasionalnyapun juga tidak sedikit. Sehingga buruh menjadi malas ataupun trauma ketika mempunyai permasalahan yang akan dibawa hingga PHI apalagi kalau sampai proses kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Berbagai persoalan membawa dampak yang tidak baik bagi buruh tersebut menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar buruh saat ini. Dalam kondisi semacam ini peranan negara untuk melindungi buruh tetap diperlukan melalui mekanisme perlindungan didalam peraturan perundangan dan juga fungsi pemerintah dalam hal ini adalah Gubernur dan Walikota dapat memberikan kebijakan yang tidak merugikan kaum buruh dan melalui Disnakertrans dapat melakukan pengawasan dan ketegasan dalam pemberian sanksi terhadap para pelaku pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Selain itu Serikat Pekerja/serikat buruh dituntut bekerja lebih keras lagi untuk membangun kesadaran dan solidaritas buruh untuk memperjuangkan nasib kaum buruh. Karena kekuatan buruh itu sesungguhnya terletak pada solidnya para buruh itu sendiri.
MayDay merupakan kemenangan bagi buruh, namun MayDay juga menjadi ujian bagi buruh, dimana pada peringatan hari kemenangan buruh yang dirayakan saat ini dihiasi oleh berbagai persoalan- persoalan buruh yang belum terselesaikan. Tetapi setidaknya dalam peringatan MayDay kali ini masih ada kesempatan bagi buruh untuk membangun sebuah kekuatan, sebagaimana kekuatan yang pernah ada pada abad ke 19 dan dengan terus menerus berjuang untuk mencapai perubahan, maka kesejahteraan yang lebih baik akan didapatkan oleh kaum buruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar